belajar dan berbagi

Install Manual driver iR5000 - iR6000


If there are difficulties in installing the drivers Canon Digital Copier Printer Driver iR5000/iR6000", I provide the following Install Manual driver iR5000-6000. Please "download"

Canon Digital Copier Printer Driver iR5000/iR6000



Perhaps you are a user Canon Digital Copier iR5000/iR6000 , and print drivers are needed. Here I provide a download link "Canon Digital Copier Printer Driver iR5000/iR6000". Download
Tag : ir6000 canon driver download, ir 6000 software
MANAJEMEN KELAS YANG BERBASIS PSIKOLOGI PENDIDIKAN

MANAJEMEN KELAS YANG BERBASIS PSIKOLOGI PENDIDIKAN

MANAJEMEN KELAS YANG BERBASIS PSIKOLOGI PENDIDIKAN
A. Manajemen Kelas Untuk Pembinaan Disiplin Kelas
Manajemen kelas mengandung pengertian, yaitu proses pengelolaan kelas untuk menciptakan suasana dan kondisi kelas yang memungkinkan siswa dapat belajar secara efektif (Rachman, 1999:11). Manajemen kelas juga dapat diartikan sebagai proses seleksi yang menggunakan alat yang tepat terhadap problem dan situasi manajemen kelas, atau juga dapat diartikan sebagai segala usaha yang diarahkan untuk mewujudkan suasana belajar mengajar yang efektif dan menyenangkan serta dapat memotivasi siswa untuk belajar dengan baik sesuai dengan kemampuan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa manajemen kelas merupakan usaha sadar untuk mengatur kegiatan proses belajar mengajar secara sistematis. Usaha sadar itu mengarah kepada penyiapan bahan belajar, penyiapan sarana dan alat peraga, pengaturan ruang belajar, mewujudkan situasi dan kondisi proses belajar mengajar dan pengaturan waktu sehingga pembelajaran berjalan dengan baik dan tujuan kurikuler dapat tercapai (Dirjen. PUOD dan Dirjen. Dikdasmen, 1996).
Manajemen kelas bertujuan untuk: (1) mewujudkan situasi dan kondisi kelas, baik sebagai lingkungan belajar maupun sebagai kelompok belajar, yang memungkinkan peserta didik untuk mengembangkan kemampuan semaksimal mungkin, (2) menghilangkan berbagai hambatan yang dapat menghalangi terwujudnya interaksi pembelajaran, menyediakan dan mengatur fasilitas belajar serta perabot belajar yang mendukung dan memungkinkan siswa belajar sesuai dengan lingkungan sosial, emosional, dan intelektual siswa di dalam kelas, serta membina dan membimbing siswa sesuai dengan latar belakang sosial, ekonomi, budaya, serta sifat-sifat individunya (Dirjen. PUOD dan Dirjen. Dikdasmen, 1996).
Dalam melakukan aktivitas manajemen kelas untuk pembinaan disiplin kelas yang berbasis psikologi pendidikan, ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan, yaitu pendekatan otoriter pendekatan permisif, pendekatan instruksional, pendekatan pengubahan perilaku, pendekatan sosial emosional, dan pendekatan proses kelompok (Entang dan Joni, 1984:19). Keenam pendekatan ini akan dijelaskan secara sekilas berikut ini.
Dalam membina disiplin kelas dengan pendekatan otoritas, yang perlu dilakukan oleh para guru di kelas ialah menegakkan peraturan yang berlaku di kelas secara persuasive dan mendidik. Jika siswa melanggar disiplin kelas, maka guru dapat memberikan hukuman yang mendidik, sedangkan jika siswa menaati peraturan disiplin kelas diberikan penguatan (reward) agar sikap dan perilaku terpuji tersebut semakin diintensifkan oleh siswa sehingga dapat menjadi model bagi siswa lainnya.
Dalam membina disiplin kelas dengan pendekatan permisif, yang perlu dilakukan oleh para guru di kelas ialah memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk mengembangkan potensinya dengan difasilitasi oleh guru. Guru perlu menghargai hak dan mengetahui kewajiban para peserta didik agar peserta didik di samping memenuhi haknya juga perlu mematuhi kewajibaruiya sebagai peserta didik di kelas, sehingga suasana disiplin kelas tetap terjamin,
Dalam membina disiplin kelas dengan pendekatan instruksional, yang perlu dilakukan oleh para guru, di kelas ialah merencanakan dengan teliti pelajaran yang baik dan kegiatan belajar yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan setiap peserta didik. Dengan pendekatan ini, perilaku instruksional guru yang disiplin akan menjadi pedoman atau teladan bagi peserta didik dalam melakukan disiplin di kelas.
Dalam membina disiplin kelas dengan pendekatan pengubahan perilaku, yang perlu dilakukan oleh para guru di kelas ialah bagaimana mengubah perilaku peserta didik yang tidak disiplin di kelas menjadi disiplin di kelas. Adapun yang dapat dilakukan oleh guru ialah dengan memberikan hukuman yang mendidik kepada peserta didik yang tidak disiplin agar menjadi disiplin. Selain itu, guru juga dapat menjadi model perilaku disiplin bagi anak didiknya, agar anak didik yang tidak disiplin menjadi disiplin karena meneladani gurunya.
Dalam membina disiplin kelas dengan pendekatan sosial emosional, yang perlu dilakukan oleh para guru di kelas ialah bagaimana hubungan sosial emosional yang baik antara guru dengan para peserta didik di kelas. Melalui hubungan sosial emosional yang baik antara guru dengan anak didiknya, maka anak didik akan mudah mengikuti berbagai perilaku teladan guru, termasuk perilaku disiplin yang dimiliki oleh guru di dalam kelas sehingga para peserta didik juga menjadi disiplin di kelas.
Dalam membina disiplin kelas dengan pendekatan proses kelompok, yang perlu dilakukan oleh para guru di kelas ialah membimbing para siswa agar dapat saling berinteraksi sosial dalam suasana kelas yang penuh disiplin. Dalam suasana kelas yang disiplin tersebut akan terjadi interaksi sosial yang disiplin pula dengan bimbingan dari guru sehingga antara siswa yang satu dengan siswa yang lain saling mendisiplinkan diri melalui interaksi sosial.

B. Prinsip-Prinsip Disiplin Kelas Sebagai Wujud Manajemen Kelas Yang Berbasis Psikologi Pendidikan
Sikap disiplin yang dilakukan oleh seseorang atau peserta didik, hakekatnya adalah suatu tindakan untuk memenuhi nilai-nilai tertentu. Oleh karena itu, yang perlu dilakukan oleh para guru ialah menanamkan prinsip-prinsip disiplin kelas yang mengacu kepada nilai-nilai keagamaan dan nilai-nilai kepercayaan, nilai-nilai dan norma yang berlaku di masyarakat, nilai-nilai kekuasaan yang dimiliki oleh para guru, dan nilai rasional yang selalu berbasis pada akal yang cerdas dan sehat. Nilai-nilai tersebut biasanya tersurat dalam peraturan tata tertib suatu sekolah yang harus dipedomani oleh para warga sekolah.
Disiplin kelas merupakan hal penting terhadap terciptanya perilaku tidak menyimpang dari ketertiban kelas. Dalam semangat pendekatan pendidikan disiplin yang mengacu psikologi pendidikan, hendaknya memiliki basis kemanusiaan dan prinsip-prinsip demokrasi. Prinsip kemanusiaan dan demokrasi dalam penegakkan disiplin berfungsi sebagai petunjuk dan pengecek bagi para guru dalam mengambil kebijakan yang berhubungan dengan disiplin (Rachman, 1999:170). Oleh karena itu, pendekatan disiplin yang dilakukan oleh para guru harus memperhatikan beberapa prinsip berikut ini, yaitu: (1) menggambarkan prinsip-prinsip pedagogi dan hubungan kemanusiaan di kelas, (2) mengembangkan budaya disiplin di kelas dan mengembangkan profesionalisme guru dalam menumbuh kembangkan budaya disiplin di dalam kelas, (3) merefleksikan tumbuhnya kepercayaan dan kontrol dari peserta didik dalam melaksanakan budaya disiplin di kelas, (4) menumbuhkembangkan kesungguhan untuk berbuat dan berinovasi dalam menegakkan budaya disiplin di kelas oleh para guru dan peserta didik di kelas, dan (5) menghindari perasaan tertekan dan rasa terpaksa pada diri guru dan peserta didik dalam menegakkan dan melaksanakan budaya disiplin di kelas.
Prinsip-prinsip dalam mendisiplinkan kelas tersebut sangat perlu dilakukan, karena disiplin kelas merupakan hal penting terhadap terciptanya perilaku yang disiplin di kelas. Namun, dalam usaha penegakkan disiplin di kelas, para guru harus tetap memperhatikan berbagai teori, prinsip, dan konsep yang tersurat dalam materi psikologi pendidikan, agar penegakkan disiplin di dalam kelas tetapi dilakukan oleh para guru secara edukatif, persuasif, dan demokratif yang menguntungkan bagi para guru dan peserta didik di sekolah.

C. Pemeliharaan Budaya Disiplin dan Usaha Kuratif terhadap Pelanggaran Disiplin dengan Pendekatan Psikologi Pendidikan
Dalam upaya untuk memelihara budaya disiplin kelas yang telah tumbuh dan berkembang, para guru di kelas hendaknya selalu konsisten dan berkesinambungan menunjukkan sikap dan perilaku selalu disiplin datang ke kelas, disiplin dalam mengajar, dan kegiatan disiplin lainnya yang berkaitan dengan proses pembelajaran dan pendidikan di kelas. Selain itu, aplikasi konsep, prinsip, dan teori-teori psikologi pendidikan harus juga diterapkan dalam memelihara budaya disiplin kelas yang telah tumbuh dan berkembang.
Adapun aplikasi dari teori psikologi pendidikan, khususnya yang berkaitan dengan teori behavioristik ialah bahwa peserta didik yang selalu menunjukkan sikap dan perilaku disiplin di kelas harus diberikan penguatan belajar, agar perilaku disiplin tetap menjadi budaya bagi para siswa tersebut. Sebaliknya, kepada peserta didik yang melanggar budaya disiplin yang telah ditetapkan di kelas diberikan hukuman yang mendidik sebagai konsekuensi dari sikap dan perilaku yang kurang dan tidak disiplin yang ditunjukkan oleh peserta didik. Pemberian hukuman atau sarilesi bertujuan untuk mengurangi dan menghilangkan perilaku peserta didik yang melanggar disiplin kelas.
Selanjutnya, dalam upaya untuk menanggulangi (kuratif) terhadap pelanggaran disiplin kelas perlu dilaksanakan dengan penuh hati-hati, demokratis, dan edukatif (Rachman, 1999:207). Cara-cara penanggulangan dilakukan secara bertahap dengan tetap memperhatikan jenis gangguan yang ada dan siapa pelakunya, apakah dilakukan oleh individu atau kelompok. Langkah tersebut mulai dari tahap pencegahan sampai kepada tahap penyembuhan, dengan tetap bertumpu kepada penekanan subtansinya bukan pribadi peserta didik. Di samping itu, para guru harus tetap menjaga perasaan kecintaan terhadap peserta didik, bukan karena rasa benci atau emosional. Namun demikian, disadari benar bahwa disiplin di kelas sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya faktor lingkungan siswa, seperti lingkungan rumah. Oleh karena itu, para guru juga perlu menjalin kerjasama dengan para orangtua di rumah, agar kebiasaan disiplin di sekolah yang hendak dipelihara itu semakin tumbuh subur.
Rachman (1999:210-212) mengemukakan bahwa ada empat tahapan dalam memelihara disiplin (termasuk disiplin kelas), yaitu: (1) tahap pencegahan, (2) tahap pemeliharaan, (3) tahap campur tangan, dan (4) tahap pengaturan. Pada tahap pencegahan, para guru perlu menciptakan suasana kelas yang disiplin, ketepatan instruksional, dan perencanaan pendidikan yang disiplin. Pada tahap pemeliharaan disiplin, para guru perlu melakukan hubungan sosial emosional dengan peserta didik dalam menunjukkan perilaku disiplin di dalam kelas. Pada tahap campur tangan, para guru perlu menangani perilaku peserta didik yang melanggar disiplin kelas dengan mempelajari gejalanya dan mencari akar permasalahannya dengan teknik-teknik yang berbasis psikologi pendidikan berupa pemberian sanksi/hukuman. Pada tahap pengaturan, para guru perlu mengatur perilaku peserta didik yang menyimpang dari disiplin kelas dengan memberikan bimbingan dan pengarahan yang mendidik, persuasif, dan demokratis agar peserta didik menyadari perilakunya yang menyimpang dan kembali mematuhi disiplin kelas.
Berikut ini dikemukakan beberapa jenis gangguan disiplin kelas dan cara menanggulanginya. Jika gangguan disiplin kelas berupa gangguan percakapan yang dilakukan antar peserta didik yang mengganggu proses pembelajaran, maka guru segera menghampiri peserta didik yang sedang menjelaskan materi pelajaran di muka kelas. Sedangkan jika pelanggaran terhadap disiplin kelas berupa pelemparan catatan dari peserta didik yang satu ke peserta didik yang lain, maka tindakan yang perlu diambil oleh guru di kelas ialah mendekati siswa tersebut secara persuasive dan menyatakan bahwa perbuatan seperti itu kurang baik, merugikan diri sendiri, dan orang lain.
Masih banyak contoh lain tentang pelanggaran disiplin kelas. Namun, tidak dapat disebutkan satu persatu dalam sajian ini, akan tetapi yang penting bagi para guru ialah mengatasi berbagai bentuk pelanggaran disiplin kelas dengan pendekatan demokratif, edukatif, dan persuasif Selain itu, para guru juga perlu menerapkan prinsip-prinsip, teori, dan konsep dalam psikologi pendidikan dalam mengatasi pelanggaran disiplin kelas.

MANAJEMEN KELAS YANG BERBASIS PSIKOLOGI PENDIDIKAN

INTERAKSI BELAJAR MENGAJAR DI KELAS DAN PERMASALAHANNYA

INTERAKSI BELAJAR MENGAJAR DI KELAS DAN PERMASALAHANNYA

A. Pengertian Mengajar
Pada bab terdahulu telah dikemukakan tentang pengertian belajar, yaitu perubahan perlaku sebagai hasil dari kegiatan belajar. Namun pada pembahasan ini, masalah belajar tidak lagi dijelaskan secara rinci, melainkan hanya pengertian mengajar dan mendidik dan permasalahannya yang dikaji dalam bab VII ini. Pengertian mengajar pada hakekatnya ialah usaha untuk menciptakan kondisi atau sistem lingkungan yang mendukung dan memungkinkan berlangsungnya proses belajar (Sardiman, 1990:47). Kalau aktivitas belajar adalah aktivitas yang dilakukan oleh siswa, sedangkan aktivitas mengajar dilakukan oleh guru sebagai pengajar dan pendidik di kelas.

Mengajar juga dapat diartikan sebagai aktivitas yang dilakukan oleh guru untuk mentransfer IPTEKS kepada peserta didik (Nasution, 1987). Mengajar juga berarti menyampaikan pengetahuan kepada anak didik. Pengertian belajar menurut definisi ini berarti tujuan belajar dari siswa itu hanya sekadar ingin mendapatkan atau menguasai pengetahuan. Sebagai konsekuensi pengertian semacam ini dapat membuat suatu kecenderungan anak menjadi pasif, karena hanya menerima informasi atau pengetahuan yang diberikan oleh gurunya. Karena itu pengajarannya bersifat berpusat kepada guru, jadi gurulah yang memegang posi kunci dalam proses belajar mengajar di kelas. Guru menyampaikan pengetahuan, agar peserta didik mengetahui tentang pengetahuan yang peserta didik mengetahui tentang pengetahuan yang disampaikan oleh guru, pengajaran yang seperti ini disebut pengajaran yang intelektualistis.
Mengajar secara luas dapat diartikan sebagai suatu aktivitas mengorganisasi dan mengatur lingkungan-lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkan dengan anak, sehingga terjadi proses belajar. Mengajar juga dapat diartikan secara luas, yaitu upaya untuk menciptakan kondisi yang kondusif untuk berlangsungnya kegiatan belajar bagi para siswa. Kondisi itu diciptakan sedemikian rupa sehingga membantu perkembangan anak secara maksimal dan optimal, baik jasmani dan rohani. Pengertian mengajar seperti ini memberikan petunjuk bahwa fungsi pokok dalam mengajar adalah menyediakan kondisi yang kondusif, sedang yang berperan aktif dan banyak melakukan kegiatan adalah siswanya dalam upaya menemukan dan memecahkan masalah.

B. Perbedaan Antara Mengajar dan Mendidik
Mengajar lebih cenderung mengandung makna, yaitu aktivitas mentransfer pengetahuan atau IPTEKS yang dimiliki oleh guru kepada peserta didik agar peserta mengetahui, memahami, dan menguasai IPTEKS sesuai kemampuan yang dimiliki. Sedangkan mendidik ialah aktivitas mentransfer nilai, norma, adat istiadat, dan etika kepada anak didik agar mereka menjadi manusia yang mematuhi nilai, norma, dan etika yang berlaku di masyarakat, sehingga menjadi peserta didik yang berpengetahuan dan memiliki sikap dan perilaku yang baik.
Mendidik juga dapat diartikan sebagai usaha untuk mengantarkan anak didik ke arah kedewasaannya, baik jasmani maupun rohani. Oleh karena itu, kegiatan mendidik merupakan kegiatan yang berupaya membina sikap mental, pribadi, dan akhlak anak didik. Jadi kata mendidik mengandung arti yang lebih luas ketimbang dengan kata mengajar, karena aktivitas mengajar merupakan bagian integral dari aktivitas mendidik.

C. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Proses Mengajar dan Mendidik dan Permasalahannya
Masalah interaksi belajar mengajar merupakan masalah yang kompleks karena melibatkan berbagai faktor yang saling terkait satu sama lain. Dari sekian banyak faktor yang mempengaruhi proses dan hasil interaksi belajar mengajar; terdapat dua faktor yang sangat menentukan, yaitu faktor guru sebagai subjek pembelajaran dan faktor peserta didik sebagai objek pembelajaran. Tanpa ada faktor guru dan peserta didik dengan berbagai potensi kognitif, afektif, dan psikomotorik yang dimiliki, tidak mungkin proses interaksi belajar mengajar di kelas atau di tempat lain dapat berlangsung dengan baik. Namun, pengaruh berbagai faktor lain tidak boleh diabaikan, misalnya faktor media dan instrumen pembelajaran, fasilitas belajar, infrastruktur sekolah, fasilitas laboratorium, manajemen sekolah, sistem pembelajaran dan evaluasi, kurikulum, metode dan strategi pembelajaran, dan sebagainya (Arief, 1989).
Kesemua faktor-faktor di luar faktor guru dan peserta didik tersebut berkontribusi berarti dalam meningkatkan kualitas dan hasil interaksi belajar mengajar di kelas dan tempat belajar lainnya. Faktor media pembelajaran misalnya, berkontribusi dalam membantu guru untuk memvisualisasi atau mendemonstrasikan bahan atau materi pelajaran kepada peserta didik. Bahan pelajaran akan lebih mudah diketahui, dipahami, dan dikuasai jika selain aspek auditif (pendengaran) peserta didik dilibatkan, aspek visual (penglihatan) peserta juga perlu dilibatkan karena hampir semua objek di dunia ini dapat diketahui oleh individu berkat bantuan alat visual atau mata sebagai alat penglihatan utama bagi manusia untuk menangkap pesan dan kesan terhadap objek atau materi pelajaran yang dipelajari.
Faktor instrumen atau peralatan pembelajaran juga memegang peranan penting dalam membantu guru dan peserta didik dalam melakukan proses belajar mengajar di kelas, apalagi di laboratorium. Peralatan pembelajaran berupa mikroskop merupakan alat utama bagi proses pembelajaran di laboratorium untuk materi pembelajaran biologi, ilmu-ilmu kedokteran dan keperawatan, ilmu-ilmu pertanian, peternakan, farmasi, dan berbagai ilmu lainnya yang berbasis IPA. Selain mikroskop sebagai instrumen pembelajaran yang berkontribusi besar terhadap keberhasilan proses dan hasil interaksi belajar mengajar, OHP (Overhead Projector), slide, papan tulis (putih dan hitam), infocus (LCD), dan lainnya juga memegang peranan yang besar dalam membantu guru dan peserta didik dalam menyukseskan proses dan hasil pembelajaran di kelas, di laboratorium, dan di berbagai tempat lainnya.
Fasilitas belajar yang tersedia dalam jumlah memadai di suatu sekolah atau lembaga pendidikan juga memberikan sumbangan yang besar dalam membantu memfasilitasi guru dan peserta didik di kelas atau di tempat belajar lainnya dalam menyukseskan proses belajar mengajar. Tanpa ada fasilitas belajar yang tersedia dalam jumlah yang memadai di sekolah, proses interaksi belajar mengajar antara guru dan peserta didik kurang dapat berjalan secara maksimal dan optimal. Sebagai contoh sekalipun pihak guru dan peserta didik telah siap untuk melaksanakan proses pembelajaran di kelas, namun tidak tersedia fasilitas belajar yang memadai di kelas atau di tempat belajar lainnya yang memadai sesuai dengan kebutuhan, maka interaksi belajar mengajar kurang dapat berlangsung maksimal dan optimal, misalnya di kelas tidak tersedia kursi dan meja belajar dalam jumlah yang memadai sesuai dengan jumlah siswa, maka akan dapat mengganggu kelancaran interaksi belajar mengajar di kelas, karena peserta didik yang tidak mendapatkan kursi dan meja belajar akan dapat mengganggu teman kelasnya dalam belajar.
Infrastruktur suatu sekolah atau lembaga pendidikan yang kurang memadai dan memenuhi syarat, juga mempengaruhi interaksi belajar mengajar di suatu sekolah. Jika suatu sekolah telah memiliki gedung sebagai tempat pembelajaran tetapi tidak tersedia dalam jumlah yang memadai sesuai dengan jumlah peserta didik yang dimiliki oleh suatu sekolah, maka daya tampung suatu kelas melebihi yang semestinya, akibatnya interaksi belajar mengajar tidak dapat berjalan secara maksimal dan optimal. Dan yang paling parah lagi jika suatu sekolah telah memiliki gedung dalam jumlah yang cukup sesuai dengan jumlah peserta didik yang dimiliki, namun atap dari gedung sekolah tersebut telah dirembesi oleh air hujan yang menyebabkan para siswa tidak dapat belajar dengan baik dan guru juga tidak dapat membelajarkan peserta didik dengan baik. Akibatnya interaksi belajar mengajar di kelas akan terganggu.
Faktor kurikulum juga memegang peranan penting dalam memperlancar interaksi belajar mengajar di kelas. Kurikulum yang disusun sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan mental peserta didik, sesuai dengan tuntutan kebutuhan siswa dan kebutuhan orangtua siswa, masyarakat, dan dunia kerja, serta sesuai dengan kebutuhan guru sebagai pendidik dan pembelajaran di kelas akan mendukung pencapaian interaksi belajar mengajar yang optimal dan maksimal, sehingga keluaran suatu lembaga pendidikan akan lebih berkualitas.
Faktor metode dan strategi serta pendekatan pembelajaran yang digunakan oleh guru, juga mempengaruhi kelancaran dan kesuksesan interaksi belajar mengajar di kelas (Nasution, 1987). Guru yang menerapkan metode, strategi, dan pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan minat dan kebutuhan dan perbedaan individual peserta didik akan dapat memperlancar dan menyukseskan intraksi belajar mengajar di kelas. Adapun metode dan strategi belajar mengajar yang dapat digunakan oleh guru sebagai pengajar dan pendidik dalam membelajarkan peserta di kelas atau di tempat belajar lainnya ialah metode dan strategi mengajar ceramah dan tanya jawab, ceramah dan oleh suatu sekolah, maka daya tampung suatu kelas melebihi yang semestinya, akibatnya interaksi belajar mengajar tidak dapat berjalan secara maksimal dan optimal. Dan yang paling parah lagi jika suatu sekolah telah memiliki gedung dalam jumlah yang cukup sesuai dengan jumlah peserta didik yang dimiliki, namun atap dari gedung sekolah tersebut telah dirembesi oleh air hujan yang menyebabkan para siswa tidak dapat belajar dengan baik dan guru juga tidak dapat membelajarkan peserta didik dengan baik. Akibatnya interaksi belajar mengajar di kelas akan terganggu.
Faktor kurikulum juga memegang peranan penting dalam memperlancar interaksi belajar mengajar di kelas. Kurikulum yang disusun sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan mental peserta didik, sesuai dengan tuntutan kebutuhan siswa dan kebutuhan orangtua siswa, masyarakat, dan dunia kerja, serta sesuai dengan kebutuhan guru sebagai pendidik dan pembelajaran di kelas akan mendukung pencapaian interaksi belajar mengajar yang optimal dan maksimal, sehingga keluaran suatu lembaga pendidikan akan lebih berkualitas.
Faktor metode dan strategi serta pendekatan pembelajaran yang digunakan oleh guru, juga mempengaruhi kelancaran dan kesuksesan interaksi belajar mengajar di kelas (Nasution, 1987). Guru yang menerapkan metode, strategi, dan pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan minat dan kebutuhan dan perbedaan individual peserta didik akan dapat memperlancar dan menyukseskan intraksi belajar mengajar di kelas. Adapun metode dan strategi belajar mengajar yang dapat digunakan oleh guru sebagai pengajar dan pendidik dalam membelajarkan peserta di kelas atau di tempat belajar lainnya ialah metode dan strategi mengajar ceramah dan tanya jawab, ceramah dan diskusi, ceramah dan kerja kelompok, ceramah dan pemberian tugas, ceramah, dan eksperimen (Moedjiono dan Dimyati, 1992). Sedangkan pendekatan pembelajaran modern yang dapat digunakan oleh guru dalam membelajarkan materi pelajaran di kelas ialah pendekatan keterampilan proses, pendekatan konstruktivistik, pendekatan pembelajaran koperatif, pendekatan CTL (Contextual Teaching Learning), dan lainnya.
Sistem manajemen sekolah juga berpengaruh terhadap keberhasilan proses dan hasil interaksi belajar mengajar di kelas. Suatu sekolah yang menerapkan manajemen terbuka dan transparans akan lebih berpeluang sukses dalam mengelola sistem pembelajaran secara profesional melalui interaksi belajar mengajar di kelas ketimbang dengan sekolah yang menerapkan manajemen tertutup. Bahkan Fattah (2000) menyatakan bahwa manajemen berbasis sekolah yang diterapkan oleh suatu sekolah merupakan strategi pemberdayaan sekolah dalam rangka peningkatan mutu dan kemandirian sekolah.
Sistem evaluasi proses dan hasil pembelajaran juga menentukan interaksi belajar mengajar di kelas. Guru yang menerapkan sistem evaluasi dengan pendekatan PAP (Penilaian Acuan Patokan) dan penilaian yang menekankan pada proses dan hasil dengan menggunakan format penilaian fortopolio berbasis konstruktivistik akan meningkatkan intensitas interaksi belajar mengajar di kelas karena para peserta didik dituntut oleh suatu target belajar dan target kelulusan yang telah ditetapkan oleh guru. Selain itu, guru akan memotivasi maksimal dan optimal para peserta didik untuk belajar keras dan intensif, karena penilaian ditekankan kepada proses dan hasil pembelajaran.
Kesemua faktor-faktor penentu keberhasilan interaksi belajar mengajar dan permasalahannya yang telah dikemukakan di atas, harus diperhatikan oleh para calon guru dan para guru serta peserta didik. Pengetahuan dan pemahaman tentang faktor-faktor penentu keberhasilan interaksi belajar mengajar dan permasalahannya oleh para calon guru, para guru, dan peserta didik akan dapat menumbuh kembangkan minat dan motivasi bagi para guru dan peserta didik dalam melaksanakan interaks belajar mengajar di kelas. Interaksi belajar mengajar yang sukses di kelas akan mempengaruhi kualitas proses dan hasil pembelajaran di kelas secara mikro dan pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas pendidikan di tingkat lembaga pendidikan, serta kualitas pendidikan secara makro (regional dan nasional).

Interaksi Belajar Mengajar di Kelas
BELAJAR DAN PERMASALAHANNYA

BELAJAR DAN PERMASALAHANNYA

A. Pengertian Belajar
Aktivitas belajar di sekolah merupakan inti dari proses pendidikan di sekolah. Belajar merupakan alat utama bagi peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran sebagai unsure proses pendidikan di sekolah. Sedangkan mengajar merupakan alat utama bagi guru sebagai pendidik dan pengajar dalam mencapai tujuan pembelajaran sebagai proses pendidikan di kelas.

Tujuan pembelajaran dalam suatu kegiatan pembelajaran hanya dapat dicapai jika ada interaksi belajar mengajar antara guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran di kelas. Interaksi tersebut harus dalam proses komunikasi yang aktif dan edukatif antara guru dengan peserta yang saling menguntungkan kedua belah pihak agar proses pembelajaran dapat berjalan secara efisien dan efektif. Hanya dengan proses pembelajaran yang baik, tujuan pembelajaran dapat dicapai sehingga siswa mengalami perubahan perilaku melalui kegiatan belajar.
Perubahan perilaku yang diperoleh peserta melalui aktvitas belajar sebagai hasil dari interaksi peserta didik dengan lingkungan pendidikan dan dengan guru disebut belajar. Pengertian belajar secara psikologis, juga dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan dalam perilaku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan dinyatakan dalam seluruh aspek perilaku. Lebih lanjut pengertian belajar didefinisikan oleh berbagai ahli sebagai berikut.
Slameto (1988:2) mengemukakan bahwa: "Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi individu dengan lingkungannya”. Moeslichatoen (1989:1) mengemukakan bahwa belajar dapat diartikan sebagai proses yang membuat terjadinya proses belajar dan perubahan itu sendiri dihasilkan dari usaha dalam proses belajar.
Cronbach (Sardiman, 1990:22) menyatakan bahwa belajar adalah perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman. Sedangkan Geoch (Sardiman, 1990:22) juga mengemukakan bahwa belajar adalah perubahan dalam performansi sebagai hasil dari praktek. Jika dianalisis pengertian belajar dari beberapa ahli tersebut di atas, nampaknya memiliki pandangan yang relatif sama tentang pengertian belajar, yaitu belajar adalah perubahan perilaku yang terjadi sebagai buah dari kegiatan belajar yang diperoleh oleh peserta didik melalui proses pembelajaran di kelas. Proses perubahan perilaku tersebut ditunjukkan oleh peserta didik menjadi tahu, menjadi terampil, menjadi berbudi, dan menjadi manusia yang mampu menggunakan akal pikirannya sebelum bertindak dan mengambil keputusan untuk melakukan sesuatu.
Perubahan yang terjadi dalam diri individu sebagai hasil belajar banyak sekali, baik dilihat dari segi sifat maupun jenisnya. Namun, tidak semua perubahan dalam diri individu merupakan perubahan dalam pengertian belajar. Jika peserta didik mengalami patah kaki karena telah melakukan latihan olah raga yang berlebihan, maka proses perubahan yang terjadi dari kondisi kaki yang tidak patah lalu menjadi kondisi patah, maka perubahan seperti ini tidak termasuk dalam pengertian belajar.
Jadi pengertian belajar menurut para ahli psikologi, khususnya ahli psikologi pendidikan, yaitu ciri-ciri suatu perubahan perilaku berupa: (1) perubahan yang terjadi secara sadar, (2) perubahan dalam belajar bersifat kontinyu dan fungsional, (3) perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif, (4) perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara, (5) perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah, dan (6) perubahan mencakup seluruh aspek perilaku (Slameto, 1988:3-4). Jadi kesimpulannya dapat dikemukakan bahwa semua perubahan yang terjadi karena tidak direncanakan tidak termasuk dalam pengertian belajar, misalnya si Ali menjadi pincang dalam berjalan karena habis jatuh dari sepeda, maka perubahan dari tidak pincang menjadi pincang adalah tidak termasuk dalam pengertian belajar.


B. Jenis-jenis Belajar
Belajar sebagai suatu aktivitas mencakup beberapa jenis-jenis, belajar, yaitu: (1) belajar bagian, (2) belajar dengan wawasan, (3) belajar deskriminatif, (4) belajar secara global atau keseluruhan, (5) belajar insidental, (6) belajar instrumental, (7) belajar intensional, (8) belajar laten, (9) belajar mental, (l0) belajar produktif, dan (11) belajar secara verbal. Belajar bagian, yaitu peserta didik belajar dengan membagi-bagi materi pelajaran ke dalam bagian-bagian agar mudah dipelajari untuk memahami makna materi pelajaran secara keseluruhan. Belajar dengan wawasan menurut Kohler ialah belajar yang berdasar pada teori wawasan yang menyatakan bahwa belajar merupakan proses mereorganisasikan pola-pola perilaku yang terbentuk menjadi satu tingkah laku yang ada hubungannya dengan penyelesaian suatu persoalan (Slameto, 1988:5).
Belajar deskriminatif diartikan sebagai suatu usaha untuk memilih beberapa sifat situasi rangsangan dan kemudian menjadikannya sebagai pedoman dalam berperilaku. Belajar secara global/keseluruhan, yaitu individu mempelajari keseluruhan bahan pelajaran lalu dipelajari secara berulang untuk dikuasai. Belajar insidental yaitu proses yang terjadi secara sewaktu-waktu tanpa ada petunjuk yang diberikan oleh guru sebelumnya (Slameto; 1988:7).
Belajar instrumental ialah proses belajar yang terjadi karena adanya hukuman dan hadiah dari guru sebagai alat untuk menyukseskan aktivitas belajar peserta didik. Belajar intensional ialah belajar yang memiliki arah, tujuan, dan petunjuk yang dijelaskan oleh guru. Belajar laten yaitu belajar yang ditandai dengan perubahan-perubahan perilaku yang terlihat tidak terjadi dengan segera. Belajar mental yaitu perubahan kemungkinan tingkah laku yang terjadi pada individu tidak nyata terlihat, melainkan hanya berupa perubahan proses kognitif dari bahan yang dipelajari. Belajar produktif yaitu belajar dengan transfer maksimum (Berguis, dalam Slameto, 1988:8), dan belajar verbal ialah belajar dengan materi verbal dengan melalui proses latihan dan proses ingatan.


C. Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Belajar
Belajar sebagai suatu aktivitas mental atau psikis dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar tersebut menurut Slameto (1988:56) dan Suryabrata (1986) dibagi atas dua faktor utama, yaitu faktor yang bersumber dari dalam diri peserta didik dan faktor yang bersumber dari luar peserta didik. Faktor yang bersumber dari diri individu disebut faktor intern dan yang bersumber dari luar diri individu disebut faktor ekstern. Yang termasuk ke dalam faktor intern, misalnya faktor jasmaniah, faktor kelelahan dan faktor psikologis. Yang termasuk ke dalam faktor jasmaniah, misalnya faktor kesehatan dan cacat tubuh. Sedangkan yang termasuk faktor psikologis, misalnya faktor inteligensi, minat, perhatian, bakat, motivasi, kematangan, dan kesiapan (Slameto, 1988:56-62).
Faktor kesehatan sebagai faktor internal yang mempengaruhi proses dan hasil belajar dimaksudkan, yaitu bahwa peserta didik yang mengalami gangguan kesehatan akan tidak dapat belajar dengan maksimal dan optimal. Sebagai contoh, peserta didik yang sedang menjalani ujian dalam kondisi tidak sehat akan berbeda kondisi belajarnya dan hasil belajarnya dengan peserta didik yang menjalani ujian dalam kondisi kesehatan yang prima. Oleh karena itu, peserta didik sangat diharapkan untuk selalu menjaga kesehatan agar tetap sehat.
Peserta didik yang mengalami cacat tubuh, juga mempengaruhi dan proses dan hasil belajar peserta didik. Sebagai contoh, jika peserta didik mengalami cacat tubuh berupa matanya buta akan mempengaruhi proses dan hasil belajar individu tersebut, sekalipun me1nggunakan bantuk huruf Braille akan berbeda hasil belajarnya dengan peserta didik yang tidak mengalami mata yang buta, namun beberapa kasus tertentu ada peserta didik yang menyandang tunanetra justru menunjukkan berprestasi yang gemilang dibanding dengan prestasi belajar peserta didik yang normal.
Faktor psikologis, misalnya faktor inteligensi, minat, perhatian, bakat, motivasi, kematangan, dan kesiapan peserta didik sangat berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar peserta didik di sekolah. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor psikologis berupa inteligensi, minat, perhatian, bakat, motivasi, kematangan dan kesiapan peserta didik serta berbagai faktor psikologis lainnya berkontribusi secara signifikan dalam meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar siswa di sekolah, yang pada akhirnya berpengaruh kepada peningkatan kualitas pendidikan di sekolah.
Oleh karena itu, para calon guru dan para guru di sekolah harus memperhatikan berbagai faktor psikologis, tersebut guna meningkatkan kualitas dan proses pembelajaran di sekolah. Faktor-faktor psikologis tersebut perlu diketahui dan dipahami oleh para calon dan para guru sebagai upaya untuk meningkatkan inteligensi, minat, perhatian, bakat, motivasi, kematangan, dan kesiapan peserta didik serta berbagai faktor psikologis lainnya agar proses pembelajaran yang dikelola oleh guru di kelas dapat maksimal dan optimal.
Faktor internal lainnya yang berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar peserta didik ialah faktor kelelahan. Peserta didik yang mengalami kelelahan karena telah melakukan pekerjaan berat yang melibatkan kegiatan fisik, akan kurang dapat memusatkan perhatian dalam mengikuti proses pembelajaran di kelas. Peserta didik tersebut cenderungan menunjukkan gejala mengantuk, tidak tenang atau gelisah dan susah memusatkan perhatiannya kepada aktivitas belajar yang dilakukan oleh guru bersama teman kelas lainnya. Oleh karena itu, para guru harus memperhatikan gejala perilaku belajar peserta didik yang diakibatkan oleh faktor kelelahan.
Adapun tindakan yang perlu diambil oleh guru jika menghadapi peserta didik yang mengalami kelelahan ialah menyuruh anak untuk istirahat agar dapat kembali segar. Selain itu, para guru harus mewanti-wanti peserta didik untuk menghindari kelelahan fisik agar mereka tetap segar mengikuti proses pembelajaran di kelas sehingga mereka dapat mencapai kualitas proses dan hasil pembelajaran di kelas.
Selanjutnya, yang termasuk faktor-faktor ekstern yang bersumber dari luar diri peserta didik yang berpengaruh terhadap proses pembelajaran di kelas, ialah faktor keluarga, sekolah, dan masyarakat. Peserta didik yang hidup di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat yang mendukung aktivitas belajar anak akan cenderung memiliki prestasi belajar yang baik jika dibandingkan dengan peserta didik yang hidup lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat yang tidak mendukung aktivitas belajar anak.
Di lingkungan keluarga, peranan orangtua (ibu dan bapak) dan anggota keluarga seisi rumah sangat berpengaruh dalam membantu kesuksesan belajar anak si rumah. Di lingkungan sekolah, peranan kepala sekolah, guru, wali kelas, konselor, staf administrasi, dan teman kelas juga berpengaruh dalam membantu kesuksesan belajar anak di sekolah. Selain itu, fasilitas belajar, media pembelajaran, perpustakaan, laboratorium, dan infrastruktur lainnya sekolah yang lengkap dan berkualitas akan berkontribusi terhadap kesuksesan belajar peserta didik di sekolah. lingkungan masyarakat, peranan tokoh masyarakat pemerintah, dan ketersediaan sumber belajar di masyarakat juga berpengaruh terhadap keberhasilan pendidikan sekolah.
Untuk menunjang keberhasilan anak dalam mengikuti proses pembelajaran di sekolah, maka pihak sekolah perlu melakukan kerjasama yang baik dengan lingkungan keluarga dan masyarakat. Sekolah tidak dapat sukses melakukan misi dan visi pendidikan tanpa dukungan dari lingkungan keluarga, masyarakat, dan berbagai pihak terkait dan berkepentingan dengan sekolah. Oleh karena itu, pihak Hubungan Masyarakat sekolah harus aktif dalam menjalin kerjasama dengan berbagai pihak untuk kemajuan pendidikan di sekolah.
TEORI-TEORI BELAJAR DALAM PENDIDIKAN PESERTA DIDIK

TEORI-TEORI BELAJAR DALAM PENDIDIKAN PESERTA DIDIK

A. Teori Belajar Behaviorisme
Menurut teori behaviorime bahwa belajar terjadi bila perubahan dalam bentuk tingkah laku dapat diamati, bila kebiasaan berperilaku terbentuk karena pengaruh sesuatu atau karena pengaruh peristiwa-peristiwa yang terjadi di lingkungan sekitar. Teori behaviorisme berpandangan bahwa belajar terjadi melalui operant conditioning.


Jika seseorang menunjukkan perilaku belajar yang baik akan mendapatkan hadiah dan kepuasan. Peserta didik yang telah mendapatkan hadiah sebagai penguatan akan semakin meningkatkan kualitas perilaku belajarnya. Sebaliknya, jika peserta didik menunjukkan perilaku belajar yang tidak baik akan mendapatkan hukuman dari guru atau orangtua dengan sasaran agar peserta didik dapat merubah perilaku belajarnya yang tidak baik tersebut.
Penguatan atau reinforcement yang diberikan kepada peserta didik terdiri atas dua macam, yaitu penguatan positif dan negatif. Baik penguatan positif maupun penguatan negatif, keduanya dapat meningkatkan respon dari peserta didik. Penguatan positif ialah stimulus yang bila ditambahkan dalam suatu situasi akan memperkuat individu dalam memberikan respon. Sedangkan penguatan negatif adalah suatu stimulus yang bila dipindahkan dari suatu situasi memperkuat kemungkinan terjadinya respon. Penguatan negative tidak sama dengan hukuman. Penguatan negative memberikan stimulus tingkah laku, sedangkan hukuman dirancang untuk menghentikan perilaku.
Ada dua penerapan penting teori behaviorisme dari Skinner dalam dunia pendidikan, yaitu: (1) modifikasi perilaku yang menggunakan prinsip-prinsip teori behaviorisme dan penerapannya untuk mengubah perilaku anak dengan cara yang sangat spesifik dan menggunakan sistem hadiah dan (2) pengajaran yang terprogram memiliki dua acuan, yaitu (a) cara umum untuk merancang dan menyajikan pengajaran dan (b) suatu produk tertentu (seperti program televisi, mesin pengajaran, naskah, dan slide tape) merupakan produk pemrograman pengajaran yang disajikan dalam satuan-satuan kecil disertai umpan balik segera setelah setiap satuan dipelajari (Moeslichatoen, 1989:11).

B. Teori Psikologi Kognitif
Bruner sebagai ahli teori belajar psikologi kognitif memandang proses belajar itu sebagai tiga proses yang berlangsung secara serempak, yaitu (1) proses perolehan informasi baru, (2) proses transformasi pengetahuan, dan (3) proses pengecekan ketepatan dan memadainya pengetahuan tersebut. Informasi baru dapat merupakan penyempurnaan pengetahuan terdahulu atau semacam kekuatan yang berpengaruh kepada pengetahuan terdahulu seseorang. Misalnya seseorang mempelajari sistem sirkulasi darah secara rinci setelah kurang jelas mempelajari tentang sirkulasi darah tersebut.
Dalam transformasi pengetahuan, orang menggunakan pengetahuan untuk menyesuaikan dengan tugas-tugas (masalah) baru yang dihadapi. Jadi transformasi memungkinkan kita dapat menggunakan informasi di luar jangkauan informasi itu dengan cara ekstrapolasi (membuat estimasi berdasarkan informasi itu) atau dengan interpolasi (untuk mempergunakan informasi) atau mengubah informasi ke dalam bentuk lain (Moeslichatoen, 1989:12).
Bruner memandang belajar sebagai "instrumental conceptualisme" yang mengandung makna adanya alam semesta sebagai realita hanya dalam pikiran manusia. Oleh karena itu, pikiran manusia dapat membangun gambaran mental yang sesuai dengan pikiran umum pada konsep yang bersifat khusus. Hal ini berbeda dengan realisme dan nominalisme. Pandangan Bruner tentang belajar berpusat kepada dua prinsip mengenai hakekat proses dalam memahami: (1) pengetahuan tentang dunianya didasarkan kepada bangunan model tentang kenyataan yang dimilikinya dan (2) model-model itu semula diadopsi dari budaya
seseorang kemudian model itu diadaptasi penggunaannya secara perseorangan (Moeslichatoen, 1989:13).
Semakin bertambah dewasa kemampuan kognitif seseorang, maka semakin bebas seseorang memberikan respon terhadap stimulus yang dihadapi. Perkembangan itu banyak tergantung kepada peristiwa internalisasi seseorang ke dalam sistem penyimpanan yang sesuai dengan aspek¬-aspek lingkungan sebagai masukan.
Teori belajar psikologi kognitif menfokuskan perhatiannya kepada bagaimana dapat mengembangkan fungsi kognitif individu agar mereka dapat belajar dengan maksimal. Faktor kognitif bagi teori belajar kognitif merupakan faktor pertama dan utama yang perlu dikembangkan oleh para guru dalam membelajarkan peserta didik, karena kemampuan belajar peserta didik sangat dipengaruhi oleh sejauh mana fungsi kognitif peserta didik dapat berkembang secara maksimal dan optimal melalui sentuhan proses pendidikan.
Peranan guru menurut teori belajar psikologi kognitif ialah bagaimana dapat mengembangkan potensi kognitif yang ada pada setiap peserta didik. Jika potensi kognitif yang ada pada setiap peserta didik telah dapat berfungsi dan menjadi aktual oleh proses pendidikan di sekolah, maka peserta akan mengetahui dan memahami serta menguasai materi pelajaran yang dipelajari di sekolah melalui proses belajar mengajar di kelas.
Oleh karena itu, para ahli teori belajar psikologi kognitif berkesimpulan bahwa salah satu faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan proses pembelajaran di kelas ialah faktor kognitif yang dimiliki oleh peserta didik. Faktor kognitif merupakan jendela bagi masuknya berbagai pengetahuan yang diperoleh peserta didik melalui kegiatan belajar mandiri maupun kegiatan belajar secara kelompok.
Pengetahuan tentang kognitif peserta didik perlu dikaji secara mendalam oleh para calon guru dan para guru demi untuk menyukseskan proses pembelajaran di kelas. Tanpa pengetahuan tentang kognitif peserta didik guru akan mengalami kesulitan dalam membelajarkan peserta didik di kelas yang pada akhirnya mempengaruhi rendahnya kualitas proses pendidikan yang dilakukan oleh guru di kelas melalui proses belajar mengajar antara guru dengan peserta didik.



C. Teori Belajar Humanisme
Ahli humanisme yang diwakili oleh Carl R. Rogers kurang menaruh perhatian kepada mekanisme proses belajar maupun emosional peserta didik. Oleh karena itu, menurut teori belajar humanisme bahwa motivasi belajar harus bersumber pada diri peserta didik (Morris, 1982).
Rogers (Morris, 1982) membedakan dua ciri belajar, yaitu (1) belajar yang bermakna dan (2) belajar yang tidak bermakna. Belajar yang bermakna terjadi jika dalam proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran dan perasaan peserta didik, dan belajar yang tidak bermakna terjadi jika dalam proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran, akan tetapi tidak melibatkan aspek perasaan peserta didik.
Roger (Morris, 1982) sebagai ahli dari teori belajar humanisme mengemukakan beberapa prinsip belajar yang penting, yaitu: (1) manusia itu memiliki keinginan alamiah untuk belajar, memiliki rasa ingin tahu alamiah terhadap dunianya, dan keinginan yang mendalam untuk mengeksplorasi dan asimilasi pengalaman baru, (2) belajar akan lebih cepat lebih bermaka bila akan cepat dan lebih bermakna bila bahan yang dipelajari relevan dengan kebutuhan siswa, (3) belajar dapat ditingkatkan dengan mengurangi ancaman dari luar, (4) belajar secara partisipatif jauh lebih efektif daripada belajar secara pasif dan orang belajar lebih banyak bila belajar atas pengarahan diri sendiri, (5) belajar atas prakarsa sendiri yang melibatkan keseluruhan pribadi, pikiran maupun perasaan akan lebih baik dan tahan lama, dan (6) kebebasan, kreativitas, dan kepercayaan diri dalam belajar dapat ditingkatkan dengan evaluasi diri sendiri dan evaluasi dari orang lain tidak begitu penting.
Bagaimana proses belajar dapat terjadi menurut teori belajar humanisme?. Orang belajar karena ingin mengetahui dunianya. Individu memilih sesuatu untuk dipelajari, mengusahakan proses belajar dengan caranya sendiri, dan menilainya sendiri tentang apakah proses belajarnya berhasil.
Menurut Roger, peranan guru dalam kegiatan belajar siswa menurut pandangan teori humanisme adalah sebagai fasilitator yang berperan aktif dalam: (1) membantu menciptakan iklim kelas yang kondusif agar siswa bersikap positif terhadap belajar, (2) membantu siswa untuk memperjelas tujuan belajarnya dan memberikan kebebasan kepada siswa untuk belajar, (3) membantu siswa untuk memanfaatkan dorongan dan cita-cita mereka sebagai kekuatan pendorong belajar, (4) menyediakan berbagai sumber belajar kepada siswa, dan (5) menerima pertanyaan dan pendapat, serta perasaan dari berbagai siswa sebagaimana adanya (Morris, 1982).

D. Teori Belajar Sosial
Teori belajar sosial ini dikembangkan oleh Bandura yang merupakan perluasan dari teori belajar perilaku yang tradisional. Teori belajar sosial ini menekankan bahwa lingkungan-lingkungan yang dihadapkan kepada seseorang tidak random, lingkungan-lingkungan itu kerap kali dipilih dan diubah oleh orang itu melalui perilakunya. Suatu perspektif belajar sosial menganalisis hubungan kontinyu antara variabel-variabel lingkungan, ciri-ciri pribadi, dan perilaku terbuka dan tertutup seseorang. Perpektif-perspektif ini menyediakan interpretasi-interpretasi tentang bagaimana terjadi belajar sosial dan bagaimana kita mengatur perilaku kita sendiri (Dahar, 1992:28). Konsep-konsep utama dari teori belajar sosial ialah sebagai berikut:
1. Pemodelan (Modelling)
Menurut teori belajar sosial tentang modeling, yaitu bahwa peserta didik atau individu melakukan aktivitas belajar dengan cara meniru perilaku orang lain, dan pengalaman vicarious, yaitu belajar dari kegagalan dan keberhasilan orang lain. Bandura merasa bahwa sebagian besar belajar yang dialami oleh manusia, tidak dibentuk dari konsekuensi-konsekuensi melainkan dibentuk atau belajar dari suatu model. (Dahar, 1992:28). Sebagai contoh guru olah raga mencontohkan kepada siswa tentang cara main sepak bola yang baik, maka siswa menirunya.

2. Fase Belajar
Menurut Bandura (Dahar, 1992:28) ada empat fase belajar dari model, yaitu fase perhatian, fase retensi, fase reproduksi, fase motivasi lalu muncul dalam bentuk penampilan. Pada fase perhatian dalam belajar observational ialah memberikan perhatian kepada suatu model. Pada umumnya siswa memberikan perhatian kepada model-model yang menarik, berhasil, menimbulkan minat, dan popular. Itulah sebabnya banyak siswa-siswa remaja dengan mudah dan cepat meniru model-model pakaian trendi karena menarik perhatian, sekalipun model pakaian tersebut mengabaikan aspek normatif dan etika dalam berbusana.
Pada fase retensi siswa dilatih agar dapat tetap mengingat berbagai hal yang telah dipelajari melalui proses pengamatan di lapangan. Hanya dengan mengingat berbagai hal yang telah diamati oleh pancaindera siswa, maka siswa tersebut akan dapat belajar dengan baik, sehingga dapat memperoleh hasil belajar yang baik. Pada fase reproduksi, siswa diharapkan dapat mengingat kembali pesan dan kesan dari berbagai materi atau bahan pelajaran yang dipelajari melalui pengamatan. Sedangkan pada fase motivasi, yaitu bagaimana para siswa dengan melalui fase perhatian, fase retensi, dan fase reproduksi, mereka termotivasi untuk aktif melakukan proses belajar melalui pengamatan dan akan diwujudkannya dalam penampilan perilaku yang dapat diamati oleh guru di kelas. Oleh karena itu, teori belajar sosial lebih menekankan proses belajar melalui peniruan model yang diamati melalui interaksi belajar secara sosial di lingkungan sosial.
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ANAK DAN REMAJA SEBAGAI PESERTA DIDIK

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ANAK DAN REMAJA SEBAGAI PESERTA DIDIK

A. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak sebagai Peserta Didik
Pertumbuhan diartikan sebagai suatu proses perubahan secara fisik yang menunjuk kepada kuantitas. Sedangkan perkembangan diartikan sebagai suatu proses perubahan secara psikis yang menunjuk kepada kualitas. Contoh dari pertumbuhan sebagai suatu proses perubahan fisik dari segi kuantitas, misalnya seorang bayi yang sewaktu pertama kali lahir memiliki berat badan 2,5 kilogram, sebulan kemudian berat badan bayi tersebut bertambah menjadi 3 kilogram. Perubahan berat badan dari 2,5 menjadi 3 kilogram merupakan suatu proses pertumbuhan. Sedangkan contoh dari pengertian perkembangan sebagai proses perubahan secara psikis ialah misalnya




anak yang berumur sekitar dua tahun telah dapat berbicara lancar dengan ibu, bapak, saudaranya, dan anggota seisi rumah tentang: "saya sudah makan, saya mau pipis, saya mau ikut belanja, dan lainnya" lalu berkembang pesat menjadi mahir dalam berbahasa dan berkomunikasi dengan orang dalam berbagai hal pada usia tujuh tahun.
Masalah pertumbuhan dan perkembangan anak dikaji dalam psikologi perkembangan harus diketahui dan dipahami oleh para calon guru dan para guru di sekolah. Batasan tentang anak dalam kajian ini ialah usia anak sekolah di Taman Kanak-kanak dan usia anak sekolah jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD). Masa pertumbuhan anak usia TK dan anak usia SD perlu diketahui dan dipahami oleh para calon guru dan para guru di TK dan di SD, karena dengan mengetahui tentang seluk-beluk pertumbuhan fisik yang dialami oleh anak TK dan murid SD, yang diajar, para guru dapat menyesuaikan proses pembelajarannya di kelas dan aktivitas manajemen kelas di kelas sesuai dengan pertumbuhan peserta didik di TK di SD.
Sebagai contoh anak TK dan murid SD yang menunjukkan pertumbuhan fisik yang kecil sebaiknya ditempatkan di bangku paling depan agar anak tersebut tidak terlindungi pandangannya kearah guru atau ke papan tulis oleh anak TK dan murid SD yang pertumbuhan fisiknya besar dan tinggi. Sedangkan contoh dari segi perkembangan psikis (jiwa) yang perlu mendapat perhatian para guru di kelas ialah perkembangan dari aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Jika guru menemukan anak TK dan murid SD yang menunjukkan perkembangan kognitif atau aspek intelektual yang cepat, maka guru tersebut perlu memberikan kegiatan pengayaan atau perlakuan khusus kepada anak TK atau murid SD tersebut agar anak/murid tersebut dapat aktualisasi potensi kognitifnya secara maksimal dan optimal, sehingga dikemudian hari dapat menjadi guru bagi teman sebayanya. Jika guru menemukan anak TK dan murid SD yang menunjukkan perkembangan afeksi atau aspek sikap dan perilaku yang baik, maka guru tersebut perlu memberikan penguatan atau reinforcement khusus kepada anak TK atau murid SD tersebut agar anak/murid tersebut dapat mengembangkan afektifnya secara optimal, sehingga dikemudian hari dapat menjadi teladan atau panutan bagi teman sebayanya. Dan Jika guru, menemukan anak TK dan murid SD yang menunjukkan perkembangan konasi atau aspek psikomotorik yang baik, maka guru tersebut perlu memberikan penguatan dalam bentuk latihan psikomotorik untuk kebutuhan perkembangan selanjutnya dan untuk kebutuhan kompetisi, agar dikemudian hari peserta didik tersebut dapat menjadi teladan atau panutan bagi teman sebayanya.

B. Pertumbuhan dan Perkembangan Remaja sebagai Peserta Didik
Seperti halnya pertumbuhan dan perkembangan anak sebagai peserta didik, pada remaja sebagai salah satu tahap pertumbuhan dan perkembangan yang dilalui manusia, juga makna pertumbuhan dan perkembangan menunjuk kepada proses perubahan secara fisik dan psikis (jiwa) yang dialami oleh remaja yang bersekolah pada jenjang pendidikan dasar (SLTP/SMP), jenjang pendidikan menengah (SLTA/SMA), dan jenjang pendidikan tinggi (khususnya mahasiswa baru).
Masalah pertumbuhan dan perkembangan remaja sebagai peserta didik juga perlu menjadi perhatian bagi para calon dan para guru di SMP, SMA, dan di Perguruan Tinggi (PT), karena dengan bekal pengetahuan tentang pertumbuhan dan perkembangan remaja, para guru di SMP, di SMA, dan PT dapat menyesuaikan proses pembelajarannya atau perkuliahannya sesuai dengan kebutuhan belajar remaja. Kebutuhan belajar remaja sebagai peserta didik akan difokuskan kepada pembahasan tentang kebutuhan belajar remaja secara psikologis yang membutuhkan proses pembelajaran atau pendidikan yang sesuai dengan tingkat perkembangan psikologis mereka sebagai remaja.
Secara psikologis diketahui bahwa masa remaja adalah masa yang penuh gejolak dan goncangan jiwa bagi remaja. Gejolak dan goncangan jiwa terjadi karena remaja sedang dalam pencarian identitas diri dan menjalani masa eksplorasi yang menyebabkan para remaja ingin mencoba terhadap segala hal yang diketahui melalui proses membaca dan mengalami dalam kehidupannya sehari-hari di masyarakat. Gejolak dan goncangan jiwa juga terjadi karena remaja sedang mengalami masa pubertas yang menyebabkan, dorongan seksual remaja sangat sensitif dan menuntut untuk disalurkan (dorongan kebutuhan id) yang bersifat instinktif.
Mengingat masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak dan goncangan, maka para calon guru dan para guru harus memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang remaja dan permasalahannya dan masalah psikologi remaja. Dengan bekal pengetahuan dan pemahaman tentang remaja dan psikologi remaja, para guru di sekolah harus memahami tentang kondisi psikologis remaja dan menghadapi sikap dan perilaku remaja sebagai peserta didik secara edukatif dan persuasif. Selain itu, para guru di jenjang pendidikan SMP dan sederajat, SMA dan sederajat, dan dosen perguruan tinggi (khususnya dosen yang mengajar mahasiswa baru) dapat mengadaptasikan proses pembelajarannya sesuai dengan karakteristik psikologis remaja dan kebutuhan belajar remaja.
Para calon guru dan para guru dan dosen di lembaga pendidikan, juga perlu memiliki wawasan pengetahuan dan pemahaman tentang: tugas-tugas perkembangan remaja, perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada diri remaja, perkembangan kognitif, perkembangan emosional, perkembangan sosial, dan perkembangan moral remaja (Philip, 1987). Pengetahuan dan pemahaman tersebut diharuskan sebagai dasar dalam menyusun program pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan belajar remaja. Dengan para guru di lembaga pendidikan perlu menyusun program pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan belajar dan kebutuhan psikologis remaja. Oleh karena itu, para guru harus dapat menerapkan strategi, metode, dan pendekatan pembelajaran di kelas yang sesuai dengan perkembangan psikologis, sosial, dan moral remaja.
Sebagai contoh untuk mewujudkan rasa ingin tahu besar pada diri remaja dan untuk membantu mengembangkan minat dan motivasi remaja untuk bereksplorasi, maka metode dan strategi pembelajaran yang tepat digunakan ialah metode dan strategi pembelajaran yang penyelidikan (inquiry dan discovery learning), studi lapangan atau observasi lapangan, dan lainnya dengan menggunakan pendekatan keterampilan proses. Melalui penerapan strategi metode, dan pendekatan pembelajaran tersebut, diharapkan remaja dapat menyalurkan energinya ke kegiatan belajar yang positif melalui kegiatan belajar dan kegiatan eksplorasi yang positif.
Selain itu, pihak-pihak yang terkait lainnya, seperti pihak wali kelas, guru pembimbing atau konselor sekolah, psikolog, sosiolog, orangtua, kepala sekolah, dan masyarakat perlu juga ikut serta dalam proses pendidikan remaja di lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat. Melalui kerjasama berbagai pihak tersebut, pihak guru dapat memberikan proses pendidikan yang optimal sesuai dengan karakteristik psikologis remaja dan sesuai kebutuhan belajar siswa dalam membantu remaja mencapai aktualisasi diri ke arah yang inovatif dan produktif demi untuk perkembangan mental, sosial, sikap, perilaku, dan moral remaja seoptimal mungkin.
Proses pendidikan yang diberikan oleh para guru kepada remaja sebagai genarasi muda haruslah berkualitas. Salah satu ciri dari pendidikan yang berkualitas ialah pendidikan yang mampu melahirkan sumber daya manusia yang konstruktif, kreatif, inovatif, dan produktif yang misioner dan visioner.
Harus diakui bahwa di tangan remajalah sebagai generasi muda nasib masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia ditentukan. Oleh karena itu, pendidikan yang berkualitas mutlak diberikan kepada remaja khususnya dan anak Indonesia pada umumnya.
AKTIVITAS UMUM JIWA MANUSIA YANG PERLU DIKETAHUI OLEH CALON GURU DAN GURU

AKTIVITAS UMUM JIWA MANUSIA YANG PERLU DIKETAHUI OLEH CALON GURU DAN GURU

A. Perlunya Calon Guru dan Guru Mengetahui dan Memahami Gejala Aktivitas Jiwa Peserta Didik
Sebagaimana diketahui bahwa secara pisik jiwa dan secara anatomis dan fisiologis-biologis sosiologis, peserta didik sebagai bagian manusia pada umumnya, memiliki karakteris yang diperlu dipahami oleh para calon guru. Dalam uraian ini akan dibahas tentang peserta didik dilihat dari sudut tinjauan psikologis yang membedakan antara peserta didik yang satu dengan peserta didik yang lainnya. Pengetahuan tentang karakteristik psikologis peserta didik yang berkaitan dengan gejala aktivitas umum jiwa peserta didik sangat penting bagi para calon guru dan para guru dalam memahami peserta secara individual guru menyukseskan proses pembelajaran di kelas.
Adapun gejala aktivitas umum jiwa peserta yang perlu menjadi perhatian bagi para calon guru (mahasiswa yang kuliah di lembaga pendidikan tenang kependidikan) dan para guru ialah mencakup: perhatian pengamatan, persepsi, fantasi, ingatan, berpikir, motif, minat, imajinasi, dan sebagainya. Kesemua gejala aktivitas umum jiwa manusia (termasuk peserta didik) di sekolah tersebut akan dijelaskan secara rinci atau laboratif dalam uraian berikut.

B. Jenis-Jenis Gejala Aktivitas Umum Jiwa Manui Yang Perlu Diketahui Oleh Calon Guru dan Guru
1. Perhatian Peserta Didik
Perhatian peserta didik dalam proses pembelajaran kelas diartikan sebagai pemusatan tenaga jiwa peserta did yang tertuju kepada sajian materi yang dijelaskan oleh guru pada saat proses pembelajaran di kelas sedang berlangsung Seorang siswa dianggap memiliki perhatian belajar terha materi pelajaran yang diajarkan oleh guru di kelas, siswa tersebut memusatkan perhatiannya dengan calon memfokuskan pandangannya ke depan untuk memperhatika materi yang disajikan oleh guru dengan memusatka kesadaran dan daya jiwanya untuk mengetahui memahami materi pelajaran yang disajikan oleh guru kelas.
Perhatian belajar yang dimilki oleh peserta didik dan manusia pada umumnya dibagi atas beberapa macam, yaitu perhatian insentif dan tidak insentif, perhatian spontan dan perhatian sekehendak, perhatian terpencar, perhatian terpusat, dan perhatian campuran (Manrihu (1989:18-19). Perhatian belajar peserta didik yang insentif, yaitu pada saat melakukan aktivitas belajar. Peserta didik yang selalu memiliki perhatian belajar yang intensif akan lebih mudah mengetahui, memahami, dan menguasai materi pelajaran yang dijelaskan oleh guru di kelas. Sebaiknya peserta didik yang memiliki perhatian belajar yang tidak intensif akan sulit mengetahui, memahami, dan menguasai materi pelajaran yang dijelaskan oleh guru di kelas. Perhatian belajar yang tidak intensif ialah perhatian belajar yang tidak mendalam pada diri siswa.
Perhatian belajar yang spontan pada diri peserta didik ialah perhatian belajar yang terjadi seketika karena peserta didik mendapatkan rangsangan yang juga sifatnya tiba-tiba. Sedangkan perhatian belajar sekehendak (dipaksakan) ialah perhatian belajar yang sengaja ditimbulkan pada diri peserta didik. Contoh perhatian belajar peserta didik yang bersifat spontan ialah ketika seorang siswa sedang mengikuti pelajaran di kelas, lalu tiba-tiba terjadi keributan di luar kelas, maka tiba-tiba juga perhatian siswa tersebut beralih kearah tempat terjadinya keributan. Dan contoh dari perhatian belajar yang dipaksanakan, misalnya sekalipun suasana di dalam kelas panas di siang hari, para peserta didik di kelas harus dapat memaksanakan diri untuk memusatkan perhatiannya kepada materi pelajaran yang dijelaskan oleh guru di kelas agar dapat mengerti materi pelajaran tersebut.
Perhatian konsentratif atau terpusat ialah perhati belajar yang dimiliki oleh peserta yang memusat terfokus kepada objek yang dipelajari. Perhatian distribusi ialah perhatian belajar yang sifatnya menyebar yang dimiliki oleh peserta didik, dan perhatian campuran perhati; belajar yang dimiliki oleh peserta didik yang sifatnya gabungan antara perhatian belajar yang memusat atau terfokus kepada objek yang dipelajari dengan perhati; distributif yang menyebar ke beberapa objek belajar.
Ketiga jenis perhatian tersebut di atas umumnya dimiliki oleh manusia pada umumnya dan peserta didik pada khususnya. Namun, dari jenis perhatian terseh ada yang menonjol pada diri manusia atau peserta didik sehingga menjadi tipe perhatian yang dimiliki oleh peserta didik tersebut. Peserta didik yang bertipe perhatian belajar intensif cenderung menunjukkan sikap dan perilaku belajar yang positif yang ditandai dengan gejala tekun dan ulet dalam melakukan aktivitas belajar secara intensif sekalipi dalam waktu lama. Peserta didik yang bertipe perhati; belajar intensif cenderung menunjukkan sikap dan perilal belajar yang positif yang ditandai dengan gejala tekun dan ulet dalam melakukan aktivitas belajar secara intens sekalipun dalam waktu lama. Sebaliknya, peserta didik yang, bertipe perhatian belajar tidak intensif cenderung menunjukkan sikap dan perilaku belajar yang tidak posi yang ditandai dengan gejala tidak tekun dan ulet dalam, melakukan aktivitas belajar secara intensif dalam waktu lama.
Peserta didik yang bertipe perhatian belajar spontan cenderung menunjukkan perhatian belajar yang muda terpengaruh oleh rangsang yang muncul tiba-tiba dan seketika. Peserta didik yang bertipe perhatian belajar spontan cenderung mudah beralih konsentrasinya saat melakukan aktivitas belajar di kelas. Peserta didik yang bertipe perhatian belajar sekehendak (dipaksakan) cenderung menunjukkan sikap dan perilaku belajar konsentratif dalam melakukan aktivitas belajar di kelas dengan yang ditandai dengan ciri yaitu serta didik selalu berusaha untuk menguasai materi pelajaran yang dijelaskan oleh guru di kelas.
Peserta didik yang bertipe perhatian belajar konsentratif memiliki kecenderungan belajar secara memusat .dan terhadap apa yang sedang dipelajari. Peserta didik yang memiliki perhatian belajar secara memusat tersebut, tidak akan mudah terpengaruh oleh berbagai rangsangan yang datang luar dirinya. Konsekuensi positif yang ditimbulkan oleh siswa yang bertipe perhatian belajar seperti ini ialah peserta didik tersebut akan mudah mengetahui, memahami, dan menguasai materi pelajaran secara cepat dalam waktu yang relatif singkat.
Peserta didik yang bertipe perhatian belajar terpencar atau menyebar cenderung mudah terpengaruh oleh berbagai rangsangan yang dating dari luar saat dirinya sedang melakukan aktivitas belajar. Sebagai konsekuensi yang ditimbulkan dari perhatian belajar yang mudah menyebar atau terdistribusi ialah materi pelajaran yang telah dipelajari oleh peserta didik mudah dilupakan sehingga susah untuk dikuasai yang menyebabkan peserta didik memperoleh hasil belajar yang tidak optimal.
Peserta didik yang bertipe perhatian belajar campuran (perpaduan antara tipe perhatian belajar konsentratif dan distributive) akan mudah sukses dalam melakukan aktivitas belajar selama ia dapat mengatur perhatian belajarnya sesuai dengan tuntutan situasi, kondisi, dan tempat dimana ia berada. Jika peserta didik sedang berada di laboratorium untuk belajar, maka tipe perhatian belajar yang perlu difungsikan ialah perhatian belajar yang bersifat konsentratif. Sedangkan jika peserta didik berada disuatu tempat untuk melakukan berbagai aktivitas kehidupan sehari-hari secara simultan dalam waktu yang bersamaan, maka tipe perhatian belajar yang bersifat distributive lebih tepat dan efektif digunakan.
Selanjutnya terdapat beberapa faktor atau hal yang menarik perhatian belajar peserta didik jika dilihat dari segi objek yang diperhatikan, yaitu berupa: (1) perangsang yang berubah-rubah, (2) perangsangan yang kuat, (3) perangsangan yang tiba-tiba dan (4) benda-benda yang mempunyai bentuk tertentu akan lebih menarik daripada benda-benda yang tidak berbentuk (La Sulo, 1990:19). Dilihat dari subjek yang memperhatikan, maka hal-hal yang menarik perhatian ialah jika semua hal tersebut bersangkut paut dengan pribadi subjek, yaitu berupa: (1) pekerjaan yang sedang pribadi subjek, yaitu berupa (1) pekerjaan yang sedang dikerjakan menentukan perhatian, (2) keinginan menentukan perhatian, (4) perasaan menentukan perhatian, dan (5) yang berhubungan dengan pengalaman atau kebiasaan akan menentukan dengan pengalaman atau kebiasaan akan menentukan perhatian (La Sulo, 1990:19).
Guru sebagai pendidik dan pengajar di kelas liar memperhatikan berbagai faktor yang mempengaruhi atau yang menarik perhatian belajnr peserta didik, baik dilih dari seperti obyek yang diperhatikan maupun dari segi subjek yang memperhatikan. Dengan memperhatikan berbagai faktor yang menarik perhatian belajar peserta didik di kelas yang menyebabkan peserta didik akan tertarik dalam melakukan aktivitas belajar sehingga peserta didik tidak merasa bosan atau jenuh dalam mengikuti proses pembelajaran di kelas. Jika peserta didik telah tertarik dalam mengikuti proses pembelajaran di kelas, maka peserta akan mudah mengetahui, memahami, dan menguasai materi pelajaran di kelas.
Selain guru harus memperhatikan berbagai hal atau faktor yang menarik perhatian belajar peserta didik, guru harus dapat mengelola kelas dan proses pembelajaran di kelas yang menarik perhatian belajar siswa. Usaha yang dapat dilakukan oleh guru ialah mengetahui, memahami, menguasai, dan menerapkan berbagai teori, metode, dan pendekatan tentang dinamika kegiatan dalam strategi belajar mengajar, interaksi dan motivasi belajar mengajar, dan berbagai pendekatan dalam proses belajar mengajar.
Melalui penerapan berbagai teori, metode, dan pendekatan dalam proses belajar mengajar, aktivitas jiwa peserta didik dapat dipertinggi, sehingga perhatian belajar peserta didik semata-semata tertuju kepada bahan pelajaran yang dipelajari. Oleh karena itu, untuk dapat menjamin hasil belajar yang baik, maka siswa harus mempunyai perhatian terhadap bahan belajar yang dipelajarinya. Agar siswa dapat belajar dengan baik, maka guru harus membuat proses pembelajaran menjadi menarik, dan menarik minat belajar serta meningkatkan motivasi belajar siswa mempelajari materi pelajaran di kelas.

2. Motivasi Belajar
Faktor motivasi secara umum dan motivasi belajar secara khusus merupakan gejala aktivitas jiwa manusia yang sangat diperlukan oleh manusia dan peserta didik khususnya dalam mengarungi kehidupan yang sarat dengan persaingan. Manusia secara umum dan peserta didik secara khusus yang memiliki motivasi hidup yang rendah akan memiliki kinerja, produktivitas, kreativitas, dan inovasi yang rendah. Akibatnya mereka akan tertinggal jauh dari teman atau manusia lainnya yang memiliki motivasi yang tinggi dalai menjalani hidupnya.
Guru dan peserta didik sebagai bagian dari manus pada umumnya harus memiliki motivasi yang tinggi dalam mengajar bagi guru dan dalam belajar bagi peserta didik Guru yang memiliki motivasi mengajar yang tinggi ditandai dengan beberapa karakteristik perilaku, yaitu rajin mengajar di kelas, bergairah dalam mengajar, aktif dan kreatif data melakukan pembaruan dalam bidang pendidikan keperluan pembelajaran di kelas, berperilaku produktif inovatif dalam mengajar, dan beretos kerja tinggi sehingl tidak mengenal lelah dalam mengajar dan mudah putus jika menemukan kesulitan dalam menekuni karier sebagai pengajar dan pendidik di sekolah.
Untuk memahami hakekat permasalahannya, berikut ini akan mengertian motivasi secara umum secara khusus. jenis-jenis motivasi, belajar, bentuk-bentuk motivasi belajar di sekolah, dan teori-teori tentang motivasi. Hakekat motivasi permasalahannya dalam uraian ini akan dikaji berdasark, sudut tinjauan penulis dan para pakar psikologi dan pakar-pakar di bidang pendidikan demi untuk memperoleh pengertian dan pemahaman yang komprehensif tentang motivasi.
Drever (Slameto, 1988:60) memberikan pengerti, tentang motif atau motivasi sebagai berikut: "Motive is , effective-conative faktors which operates in determining direction of an individuals behavior towards an end goal, consioustly apprehended or unconsioustly". Pernyataan ini mengandung makna bahwa motivasi sekali hubungannya dengan tujuan yang akan dicapai. dalam menentukan tujuan itu dapat disadari atau namun. untuk mencapai tujuan itu perlu berbuat, sedangkan yang menjadi penyebab berbuat adalah motif itu sendiri sebagai daya penggerak atau pendorongnya.
Dalam proses pembelajaran di kelas harus diperhatikan tentang apa yang mendorong siswa agar dapat dari belajar dengan baik. Dengan kata lain apa yang membuat peserta didik memiliki motivasi untuk berpikir dan memusatkan perhatian merencanakan dan melaksanakan kegiatan yang berhubungan dengan aktivitas belajar.
Motif/motivasi secara umum juga dapat diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu (Sardiman,1990:73). Motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam dan di dalam subjek untuk melakukan -aktrivitas-aktivitas tertentu demi untuk mencapai tujuan. Motif juga dapat diartikan sebagai kekuatan yang ada dalam diri. seseorang yang mendorong dia untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu guna mencapai suatu tujuan (Manrihu, 1989:31). Dengan mengacu kepada kata motif, maka motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif. Motif menjadi aktif pada saat-saat tertentu, terutama bila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat mendesak.
Menurut Donald (Sardiman, 1990:73) motivasi ialah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya "feeling" dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Dari pengertian motivasi oleh Donald, maka motivasi mengandung tiga elemen penting, yaitu (1) motivasi itu mengawali terjadi perubahan energi pada diri setiap individu manusia, motivasi ditandai dengan munculnya perasaan seseorang, dan (3) motivasi akan dirangsang karena tujuan.
Dengan mengetahui tentang pengertian motifvasi - motivasi secara umum, maka pengertian motivasi belajar ialah daya penggerak yang timbul dari dalam diri indivi atau siswa yang mendorong individu melakukan aktivi belajar. Motivasi belajar juga dapat didefinisikan sebal kekuatan yang timbul dari dalam diri individu ya mendorong individu melakukan aktivitas belajar.
Motif atau motivasi yang dimiliki individu dibatas beberapa jenis, yaitu jika ditinjau dari sumber motivasi maka motif diklasifikasikan atas dua jenis, yaitu: (1) motif yang sifatnya bawaan atau kebutuhan organik, yaitu mol motif yang diisyaratkan secara biologis, misalnya dorong untuk makan, minum, dan berbagai kegiatan lainnya tujuannya untuk memunuhi kebutuhan hidup dalam mempertahankan hidup individu dan (2) motif yang sifat dipelajari, misalnya dorongan untuk mempelajari mat pelajaran tertentu dan dorongan untuk mengejar su; kedudukan. Ditinjau dari segi relevansi motif dengan tingkah laku, maka motif dibedakan atas dua jenis, yang motif-motif ekstrinsik dan motif-motif intrinsik. Motif ekstrinsik ialah motif yang berfungsi yang karena rangsangan dari luar dari individu, sedangkan motif intrinsik yaitu motif-motif yang berfungsi tanpa membutuhkan rangsangan dari luar (La Sulo, 1990:32).
Peserta didik yang memiliki motivasi intrinsik dalam belajar akan berusaha keras untuk belajar dalam mengua ilmu tanpa menunggu hadiah dari guru dan pihak lainnya. Motivasi intrinsik lahir secara alamiah pada diri individu tanpa dipengaruhi oleh pengaruh dari luar. Sedangkan peserta didik yang memiliki motivasi intrinsik dalam belajar akan berusaha keras untuk belajar karena ingin mengejar status sebagai juara kelas. Jadi kuat lemahnya motivasi yang bersifat ekstrinsik sangat dipengaruhi oleh kuat lemahnya suatu penguatan (reinforcement) yang diberikan oleh pihak lain kepada siswa yang belajar.
Prayitno (1989:17) lebih lanjut mengemukakan ingat bahwa ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh guru dalam menimbulkan motivasi belajar ekstrinsik, yaitu memberikan penghargaan dan celaan persaingan atau kompetisi, memberikan hadiah dan hukuman, dan pemberitahuan tentang kemajuan belajar peserta didik kepada peserta didik. Guru harus dapat menerapkan beberapa cara tersebut pada situasi dan kondisi yang tepat untuk meningkatkan motivasi belajar ekstrinsik peserta didik. Motivasi belajar peserta didik harus dimaksimalisasi yang dalam setting pendidikan (Russell dan Anus, 1984:306).
Motivasi belajar yang dimiliki oleh peserta didik itu; memiliki tiga fungsi, yaitu: (1) mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi, (2) menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai, dan (3) menyeleksi perbuatan yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikejakan dengan serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut (1990:84). Selain itu, motivasi juga dapat berfungsi sebagai pendorong usaha dan pencapaian prestasi.
Peserta didik yang melakukan aktivitas karena memiliki motivasi belajar. motivasi belajur dengan baik akan melahirkan proses dan hasil belajar yang semakin tinggi atau intensitas motivasi belajar peserta maka akan semakin tinggi kualitas proses dan hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik. Oleh karena itu, para guru harus dapat menerapkan proses pembelajaran di kelas yan dapat menumbuhkembangkan motivasi belajar pada di peserta didik.
Sardiman (1990:91-94) mengemukakan bahwa beberapa bentuk dan cara. untuk menumhuhkan motivasi dalam kegiatan belajar di sekolah, yaitu: (1) memberika angka kepada peserta didik, (2) memberikan hadiah, (menciptakan situasi kompetisi di kelas, (4) melibatkan ego peserta didik, (5) memberikan ulangan, (6) mengetahr hasil, (7) memberikan pujian, (8) memberikan hukuman, (menumbuhkan hasrat untuk belajar kepada peserta didik (10) menumbuhkan minat dan (11) merumuskan tujuan belajar yang diakui dan diterima oleh anak. Para guru sekolah hendaknya dapat menerapkan beberapa bentuk dan cara tersebut di atas demi untuk meningkatkan motivasi belajar peserta didik untuk mempelajari materi pelajaran.
Prayitno (1989:160-162) juga mengemukakan bahwa ada beberapa teknik yang dapat digunakan oleh guru dalam memotivasi siswa dalam belajar, yaitu (1) memusatkan perhatian siswa kepada suatu topik yang akan diajarkan. (mengemukakan kepada siswa tentang apa yang per dicapai oleh siswa setelah mempelajari materi pelajar tertentu, (3) mengemukakan tujuan jangka pendek yang akan dicapai melalui proses pembelajaran. Pemberia penghargaan, umpan balik hasil penilaian siswa, mendorong rasa ingin tahu siswa, dan penciptaan situasi belajar mengajar yang menyenangkan bagi siswa juga merupaka cara yang dapat digunakan oleh guru untuk menumbuhkembangkan motivasi belajar peserta didik di kelas.
Motivasi belajar peserta didik juga dipengaruhi oleh berbagai aspek atau faktor-faktor yang berkaitan dengan proses pembelajaran di kelas. Sikap dan perilaku guru dalam mengajar, sikap guru terhadap perilaku peserta didik, sikap guru terhadap karakteristik peserta didik, sikap guru terhadap peserta didik yang berbeda jenis kelamin, sikap guru terhadap peserta didik dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda, dan sikap peserta didik terhadap perbedaan prestasi belajar siswa mempengaruhi motivasi belajar siswa (Prayitno, 1989). Selain itu, faktor metode mengajar yang digunakan oleh guru, sifat materi pelajaran, media pengajaran yang digunakan oleh guru, metode Penilaian, dan kondisi lingkungan belajar juga berpengaruh terhadap motivasi belajar peserta didik.
Guru dalam mengelola proses pembelajaran di kelas harus dapat memberikan kepuasaan belajar kepada peserta didik untuk meningkatkan motivasi belajar peserta didik. "Turkey (1970) berpendapat bahwa setiap siswa akan termotivasi secara intrinsik, jika ada kepuasaan dalam dirinya dalam menghadapi berbagai permasalahan di lingkungan belajar. Jika para peserta didik mencapai kepuasan belajar, maka ia akan terdorong untuk berprestasi selanjutnya dan berusaha untuk mengontrol dan mengarahkan perilakunya ke arah yang produktif.
Untuk memahami secara mendalam dan luas tentang motivasi, uraian berikut akan mengkaji tentang teori-teori tentang motivasi. Menurut teori kebutuhan tentang motivasi bahwa manusia bertindak kalau ia ingin memenuhi kebutuhannya, termasuk kebutuhan untuk belajar. Peserta didik melakukan aktivitas belajar di kelas karena mereka ingin pintar dan berprestasi sebagai suatu kcbutuhan. Hal ini sejalan dengan pendapat White tahun 1959 (Prayitno 1989:37) bahwa kebutuhan untuk memiliki kecakapan adalah kehutuhan organisme untuk mampu berinteraksi secara efektif dengan lingkungannya. Kecakapan tersebul diperoleh secara berangsur-angsur melalui belajar dalam jangka panjang.
Teori humanistik tentang motivasi menyatakan bahwa faktor motivasi dari dalam diri individu dan faktor kurikulum yang berarti merupakan faktor yan mempengaruhi motivasi belajar siswa. Para ahli teori humanistik percaya bahwa hanya ada satu motivasi, yait motivasi yang berasal dari dalam din masing-masing individu dan motivasi ini dimiliki oleh indiivdu sepanjang bentuk perilaku (Purkey, 1970). Menurut kaum humanis (penganut teori humanistik) bahwa untuk meningkatka motivasi belajar siswa ialah dengan memberikan kesempatai yang seluas-luasnya kepada siswa untuk melaktika eksplorasi secara pribadi dan memungkinkan merek menemukan sesuatu yang berarti melalui bekerj (Hamacheck, 1968). Dan yang paling penting menuru kaum humanis ialah menghormati siswa sebagai manusi yang memiliki potensi dan keinginan sendiri untuk belaja (Prayitno, 1989:49).
Faktor keberartian kurikulum berkaitan erat denganl motivasi belajar siswa menurut ahli humanistik. Materil materi yang diajarkan kepada siswa hendaklah dirasakaii oleh siswa sebagai suatu yang memuaskan kebutuhan ingin tahu dan minatnya. Oleh karena itu, siswa belajar karena didorong oleh keinginannya sendiri, maka siswa secara mandiri dapat menentukan tujuan yang akan dicapainya danaktivitas yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut.
Sedangkan teori behavioristik tentang motivasi beranggapan bahwa peranan lingkungan belajar sangat besar dalam memotivasi siswa untuk belajar. Karena itu, lingkungan belajar harus diatur dengan baik dan menarik agar siswa tertarik dan termotivasi untuk melakukan aktivitas belajar. Teori behavioristik juga beranggapan bahwa tingkah laku yang bermotivasi terjadi apabila konsekuensi dari perilaku itu dapat menggetarkan emosi individu, yaitu menjadi suka atau tidak suka.
Terdapat sejumlah prinsip-prinsip motivasi dari teori behavioristik yang perlu diterapkan oleh guru untuk meningkatkan motivasi belajar siswa. Prinsip-prinsip tersebut meliputi: (1) observasi dan catatlah perilaku siswa, (2) pilihlah penguatan yang tepat, (3) harus bersikap konsisten dalam memberikan tugas dan aturan kerja kepada siswa, (4) terapkan prinsip pembentukan perilaku. (5) berikan model perilaku yang anda ingin dikerjakan oleh siswa, dan (6) jadikan kelas dan sekolah sebagai lingkungan belajar yang menyenangkan bagi siswa dalam melakukan aktivitas belajar (Prayitno, 1989:54-55). Prinsip-prinsip tersebut harus diterapkan oleh guru secara konsisten dan berkelanjutan sebagai upaya untuk meningkatkan motivasi belajar peserta didik.

3. Pikiran Peserta Didik
Berpikir merupakan kegiatan mental atau psikis yang dilakukan oleh setiap orang pada saat mereka menghadapi suatu masalah yang harus dipecahkan. Proses berpikir juga terjadi saat seseorang dihadapkan kepada berbagai pertanyaan yang harus dijawab. Kemampuan berpikir bagi setiap orang terrnasuk peserta didik di sekolah herho beda. Ierbedaan kemampuan berpikir antara individu NIL satu dengan individu pada umumnya disebabkan faktor inteligensi, tingkat pengetahuan, tingkat pengalam tingkat pendidikan, dan berbagai faktor lainnya yang berpengaruh terhadap kemampuan berpikir individu.
Berpikir sebagai aktivitas mental memiliki fungsi, yaitu: (1) membentuk pengertian, (2) pcmbentuk pandapat, dan (3) pembentukan kesimpulan atau keputusan; (La Sulo, 1990:28). Dalam pembutukan pengertian dua macam pengertian, yaitu pengcrtian empiris, yang pengertian yang diperoleh melalui pengalaman pengertian rasional, yaitu pengertian yang diperoleh metode ilmiah.
Dalam pembentukan pendapat, kita menyatakan pendapat bila kita menyatakan sesuatu tentang yang la Pendapat-pendapat tersebut bisa berbentuk pendapat posisi pendapat negative, dan pendapat model kebarangkalian (La Sulo, 1990:28). Sedangkan pembentuk kesimpulan atau keputusan adalah membentuk pendapat baru berdasar pada pendapat-pendapat yang ada. Ada tiga macam kesimpulan yang dibuat oleh individu yaitu kesimpulan induktif, deduktif, dan Kesimpulan induktif ialah keputusan yang diambil pendapat-pendapat khusus menuju ke suatu pendapat umum kesimpulan deduktif yaitu keputusan yang diambil dari yang umum ke hal yang khusus, dan kesimpulan anak ialah keputusan yang diambil dengan jalan membandingl pendapat-pendapat khusus yang telah ada (La SL 1990:28-29).
Ada dua jenis proses berpikir yang dapat dilakukan indidivu, yaitu jenis berpikir divergen dan konvergen. berpikir konvergen yaitu cara berpikir yang umum dilakukan oleh individu pada umumnya dan bersifat rutin, sedangkan jenis berpikir divergen yaitu jenis berpikir yang inovatif, kreatif, dan produktif yang selalu pemecahan masalah dari berbagai alternatif pemecahan masalah (La Sulo, 1990:29). Jenis berpikir divergen merupakan jenis berpikir yang kompleks yang dituntut pada individu di era globalisasi agar dapat tetap eksis dan solid dalam era kompetisi global.

4. Perasaan Peserta Didik
Perasaan ialah gejala psikis yang bersifat subjektif yang umumnya berhubungan dengan fungsi mengenal dan dialami dalam kualitas senang dan tidak senang dalam itu berbagai taraf. Perasaan ini terdiri dari berbagai jenis, yaitu perasaan jasmaniah (perasaan tingkat rendah) berupa perasaan indera dan perasaan vital. Perasaan indera seperti sedap, manis, dan sebagainya, dan perasaan vital, yaitu perasaan yang berhubungan dengan keadaan jasmani seperti segar, letih, dan sebagainya (La Sulo, 1990:30). Sedangkan perasaan rohaniah (perasaan tingkat tinggi), yaitu perasaan intelektual, misalnya merasa senang kalau lulus ujian, perasaan keindahan, perasaan sosial, perasaan kesusilaan, perasaan keagamaan, dan perasaan harga diri.
Faktor perasaan peserta didik perlu diperhatikan oleh guru di kelas. Dengan memahami perasaan peserta didik sebagai gejala mental siswa, seorang guru akan menghindari berbagai sikap dan perilaku dan ucapan atau tutur kata yang dapat membunuh aktivitas dan kreativitas peserta didik di kelas. Sebaliknya, peserta didik tidak boleh mengorbankan perasaan guru yang dapat membunuh kreativitas dan aktivitas guru dalam mengajar di kelas.

5. Sikap Belajar Feserta Didik
Sikap diartikan sebagai kecenderungan seseorang untuk bereaksi terhadap suatu objek atau rangsanga tertentu (Gerungan. 1987). Sikap juga dapat diartikan
sebagai kecenderungan individu untuk merasa senang dan tidak senang terhadap suatu objek. Dengan mengacu kepad pengertian tentang sikap secara umum, maka pengertia sikap belajar ialah kecenderungan peseria didik untuk bereaksi terhadap materi pelajaran di sekolah. Dengan kata lain, sikap belajar ialah kecenderungan peserta didik untuk merasa senang dan tidak senang dalam melakukan aktivitas belajar.
Reaksi positif atau senang dan reaksi negatif ata tidak senang yang ditunjukkan oleh peserta didik di kelakukan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap belajar peserta didik tersebut iala faktor kemampuan dan gaya mengajar guru di kelas. Selain itu, faktor metode, pendekatan, dan strategi pembelajara yang digunakan oleh guru, faktor media pembelajara sikap dan perilaku guru, suara guru, lingkungan kela manajemen kelas, dan berbagai faktor lainnya mempengaruhi sikap peserta didik.
Jika kesemua faktor-faktor tersebut pengaruh yang positif kepada peserta didik, yang terbentuk pada diri peserta didik ialah sikap belajar yang baik, yaitu peserta didik merasa senang dalam mengikuti proses pembelajaran yang dikelolah oleh guru kelas. Sebaliknya, jika kesemua faktor-faktor tersebut memberikan pengaruh yang negatif kepada peserta didi maka sikap yang terbentuk pada diri peserta didik sikap belajar yang tidak baik yaitu peserta didik merasa tidak senang dalam mengikuti proses pembelajaran yang dikelola oleh guru di kelas.
Adapun perwujudan perilaku yang diperlihatkan oleh serta didik yang bersikap negatif atau tidak senang terhadap proses pembelajaran yang dikelolah oleh guru di las ialah berupa peserta didik acuh tak acuh (apatis) dalam mengikuti proses pembelajaran di kelas, peserta didik tidak aktif dalam mengikuti proses pembelajaran di kelas, peserta didik mengganggu teman sekelasnya, peserta didik mengerjakan atau menyelesaikan tugas-tugas belajar yang diberikan oleh guru kelas, peserta didik keluar masuk kelas, dan berbagai bentuk perilaku belajar menyimpang intinya. Sedangkan perwujudan perilaku peserta didik yang sikap positif atau senang terhadap proses pembelajaran yang sedang berlangsung di kelas ialah peserta didik, aktif, dan ulet dalam mengikuti proses pembelajaran di Jelas, peserta didik menyelesaikan tugas-tugas belajar yang diberikan kepadanya, disiplin dalam belajar, tidak keluar ranmasuk kelas dan menghormati guru dan teman kelasnya, aktif bertanya dan menjawab pertanyaan guru, menunjukkan kerjasama yang baik dengan teman kelas dalam melakukan tugas-tugas belajar yang bersifat kelompok dan sebagainya.
Para guru dan calon guru yang akan mengajar dan mendidik di kelas, harus dapat menumbuhkembangkan sikap pelajar positif pada diri peserta didik. Hanya dengan sikap pelajar yang baik yang terbentuk pada diri peserta didik, roses interaksi belajar mengajar di kelas dapat berlangsung cara optimal dan maksimal. Oleh karena itu, para guru dan calon guru harus memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang sikap dan permasalahannya, yang mencakup pengertian sikap, metode menumbuhkembangkan sikap belajar positif kepada peserta didik, situasi dan ondisi belajar dan lingkungan belajar yang dapat meningkatkan sikap belajar siswa di kelas, metode untuk mengukur sikap belajar peserta didik. masalah lain yang terkait dengan sikap dan permasalahannya.
Sikap belajar peserta didik dapat diukur oleh dengan mengggunakan skala Likert. Untuk mengungl sikap belajar peserta didik dengan skala Likert seorang guru dapat menyusun pertanyaan-pertanyaan yang termuat dalam angket yang menunjukkan pilihan jawat sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju, dan san tidak setuju. Pengungkapan sikap belajar peserta didik oleh guru sangat penting dilakukan untuk mendapatkan timbale balik dari peserta tentang proses pembelajaran oleh guru, yaitu apakah telah menyenangkan bagi peserta didik atau tidak. Penelitian tentang sikap belajar pese didik oleh guru, juga menjadi umpan balik bagi sebagai bahan evaluasi bagi guru atas prestasinya dalam melakukan proses pembelajaran di kelas.

6. Ingatan Peserta Didik
Ingatan biasanya didefinisikan sebagai kecakal untuk menerima, menyimpan, dan memproduksi kesan-kesan. Ingatan yang baik memiliki beberapa ciri-ciri, yang cepat atau mudah mencamkan, setia, teguh, luas dau menyimpan, dan siap untuk memproduksi kesan-kesan dicamkan tanpa perubahan (La Sulo, 1990:25).
6. Proses dalam ingatan ialah mencakup proses mencamkan, proses menyimpan, dan reproduksi Mencamkan ialah upaya untuk mempelajari, mengetahui dan memahami sesuatu. Menurut terjadinya, pencaman terbagi atas pencaman sekehendak dan. tidak sekehendak terjadi jika kita dengan sengaja sadar mencamkan sesuatu, dan pencaman tidak sekehedak terjadi jika kita memperoleh pengetahuan dengan tidak sengaja. Menyimpan ialah upaya menyimpan sesuatu yang dipelajari ke dalam memori. Agar supaya materi pelajaran yang telah dipelajari oleh peserta didik dapat tersimpan dengan baik dalam memori, maka peserta didik harus elakukan cara-cara berikut: (1) mengulangi secara terus enerus mempelajari materi pelajaran, dan (2) cepat tidur setelah belajar mengurangi bercampurnya pesan baru ke alam materi pelajaran yang telah tersimpan dalam memori otak.
Jika proses menyimpan tersebut dapat berlangsung dengan baik dan tersimpan dalam memori dengan baik, kegiatan reproduksi terhadap apa yang telah dipelajari juga berlangsung dengan baik. Reproduksi ialah mengingat tau membawa ke alam kesadaran tentang hal-hal yang telah dicamkan melalui kegiatan belajar. Pada diri peserta didik, proses mencamkan itu berbeda-beda antara peserta didik yang satu dengan peserta didik yang lain. Peserta Adidik yang berinteligensi tinggi, berpengetahuan, dan berpengalaman dalam melakukan aktivitas belajar cenderung memiliki kemampuan reproduksi yang cepat. Selain itu, aktivitas reproduksi (mengingat kembali) juga dipenganihi oleh faktor kemampuan mencaman dan menyimpan pesan atau materi pelajaran yang telah dipelajari oleh peserta didik.

7. Fantasi Peserta Didik
Fantasi ialah kesanggupan manusia untuk membentuk anggapan-tanggapan baru dengan pertolongan tanggapan¬anggapan yang sudah ada dan tanggapan baru itu tidak arus sesuai dengan benda-benda yang ada (Manrihu, 989:24). Fantasi juga dapat diartikan sebagai kemampuan peserta didik dalam merenung dan menghayal secara pos untuk rnenemukan ide-ide baru yang inovatif dengan fantasi memungkinkan manusia menemukan sesuatu yang baru yang bermanfaat bagi kehidupan manusia handphone generasi ketiga yang memiliki lasilitas dan dapat dipakai untuk telekonferensi.
Mengingat manfaat produk atau kehidupan manusia sangat besar, maka peranan guru dalam menumbuhkembangkan fantasi peserta didik juga ditunda besar, agar melalui fantasi, peserta didik dapat menemuk suatu ide-ide cemerlang untuk melahirkan sesuatu yang inovatif Jika para peserta didik telah dapat melakuk fantasi secara positif, bukan tidak mungkin para pesert akan dapat menemukan suatu temuan-temuan baru yang bermanfaat bagi kehidupan peserta didik itu sendiri di keluarganya serta bermanfaat bagi kehidupan manusia masyarakat. Temuan-temuan baru lahir dari proses peserta didik merupakan perwujudan aktualisasi diri pada diri peserta didik.
Berfantasi secara positif bagi peserta didik diperlukan, sebab melakukan proses fantasi dalam aktivitas pembelajaran, peserta didik dapat diilhami oleh berbal, gagasan atau ide-ide baru yang bermanfaat bagi peserta didik itu sendiri dan masyarakat. Telah banyak pese didik yang juara dalam melakukan lomba karya ilmiah dan lomba karya inovatif produk karena hasil dari proses fantasi yang positif. Namun telah banyak pula peserta didik dan anggota masyarakat yang korban karena proses fantasi yang tidak positif. Di sinilah peranan guru, orangtua, dan masyarakat dalam membantu, membimbing melatih, dan mengarahkan serta menyalurkan proses fant anak ke arah yang positif agar bermanfaat bagi dirinnya Sekolahnya, keluarganya, dan masyarakatnya dan anak dapat menencapai taraf aktualisasi diri yang optimal dan maksimal.

8. Tanggapan Peserta Didik
Bigot (1950) mendefinisikan tanggapan sebagai tayangan yang tinggal dalam ingatan setelah kita melakukan pengamatan. Sedangkan Kohnstamm (1955) mengemukakan bahwa menanggapi tidak saja menghidupkan kembali apa yang telah kita amati, tetapi juga mengantisipasi yang akan datang dan mewakili yang sekarang.
Ada beberapa hal yang terkait dengan tanggapan atau persepsi, yaitu bayangan pengiring, yaitu bayangan yang tinggal setelah kita melihat sesuatu dan bayangan identik, yaitu bayangan yang sangat jelas dan hidup sehingga mempunyai pengamatan (La Sulo, 1990:23). aktor tanggapan ini memegang peranan penting dalam aktivitas pembelajaran. Oleh karena itu, para guru di sekolah harus berusaha mengembangkan tanggapan peserta didik agar proses pembelajaran dapat berlangsung secara optimal dan maksimal dan peserta didik mencapai hasil pelajar yang optimal pula.
Tanggapan atau persepsi peserta didik dipengaruhi oleh indera yang mendasari terjadinya tanggapan itu. arena itu, persepsi peserta. didik digolongkan ke dalam beberapa tipe tanggapan, yaitu tipe tanggapan yang visual, uditif, gustatoris, dan alfaktoris. Keempat tipe tanggapan ada diri peserta didik tersebut harus diperhatikan dan ikembangkan oleh para pendidikan secara individual. Jika elaksanaan proses pembelajaran di kelas dilaksanakan engan memperhatikan perbedaan individu-peserta didik dalam hal tipe persepsi yang dimiliki, maka anak berkembang dengan baik.


9. Minat Belajar Peserta Didik
Minat secara umum dapat diartikan sebagai tertarik yang ditunjukkan oleh individu kepada suatu objek baik objek berupa benda hidup maupun benda yang hidup. Sedangkan minat belajar dapat diartikan sebagai tertarik yang ditunjukkan oleh peserta didik dal melakukan aktivitas belajar, baik di rumah, di sekolah, di masyarakat.
Jika individu atau peserta didik merasa tertarik berminat dalam melakukan aktivitas belajar, maka peserta didik tersebut menunjukkan sikap dan perilaku belajar baik berupa peserta didik menunjukkan gairah yang dalam melakukan aktivitas belajar, tekun dan ulet dalam melakukan aktivitas belajar sekalipun dalam waktu yang lama, aktif, kreatif, dan produktif dalam melaksanakan aktivitas dan menyelesaikan tugas-tugas belajar, tidak mengenal lelah apalagi bosan dalam belajar, senang dan asyik dalam belajar, aktivitas belajar dianggap sebagai suatu hobi dan bagian dari hidup, dan sebagainya. Sebaliknya peserta didik yang tidak memiliki minat belajar menunjukkan sikap dan perilaku belajar yang tidak baik pula berupa acuh tak acuh dalam belajar, aktivitas dianggap sebagai suatu beban, cepat lelah dan bosan dalam belajar, dan sebagainya.
Jika dicermati secara mendalam, antara minat motivasi merupakan gejala aktivitas jiwa manusia yang susah dipisahkan satu sama lain. Ibarat dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Peserta didik yang menunjukkan minat belajar yang tinggi, juga pasti menunjukkan motivasi belajar yang tinggi, faktor pencetus munculnya motivasi belajar yang tinggi pada diri peserta didik ialah faktor sikap dan minat belajar yang tinggi pada diri peserta didik. Tidak mungkin peserta didik termotivasi belajar tinggi jika peserta didik tersebut memiliki sikap belajar dan minat belajar yang tidak tinggi pula.
Minat belajar peserta didik, juga dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya faktor objek belajar; metode, strategi, dan pendekatan pembelajaran yang digunakan oleh guru, sikap dan perilaku guru, media pembelajaran, fasilitas pembelajaran, lingkungan belajar, suara guru, dan lainnya. Faktor-faktor tersebut perlu diperhatikan dan dilaksanakan oleh guru dalam upaya untuk menumbuh kembangkan minat belajar peserta didik.
Para calon guru dan guru perlu memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang minat peserta didik sedangkan kepada para guru yang telah aktif mengajar
perlu melakukan penelitian tentang minat belajar peserta didik sebagai umpan balik bagi guru untuk mengetahui apakah peserta didik yang diajar berminat rendah, sedang, atau tinggi dalam mengikuti proses pembelajaran yang dikelolanya. Dari umpan balik tentang kondisi minat belajar peserta didik tersebut, guru dapat menyempurnakan atau memperbaiki dan meningkatkan kulitas proses pembelajarannya di kelas.
Seperti halnya sikap belajar, minat belajar peserta didik juga dapat diungkap dengan menggunakan skala Likert dalam angket atau inventori. Jika menggunakan angket, pernyataan-pernyataan dalam angket mencakup beberapa opsi jawaban berupa sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Sedangkan jika menggunakan inventori, opsi pilihan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dalam inventori mencakup opsi ya dam tidak.

10. Pengamatan Belajar Peserta Didik
Pengamatan sebagai bagian dari gejala aktivitas umum jiwa manusia memiliki kedudukan penting dalam proses pembelajaran di kelas. Sebagian besar pesan dan kesan belajar yang diperoleh oleh peserta didik di kelas adalah diproses melalui pengamatan terhadap apa yang dilihat oleh mata. Pengamatan ialah suatu aktivitas jiwa untuk mengenal diri kita sendiri dan lingkungan sekitar kita dengan melihat, mendengar, membau, dan mencecapnya, (Manrihu, 1989:20).
Faktor pengamatan belajar peserta didik merupakan faktor yang amat penting diperhatikan oleh para calon dan guru. Proses pengamatan pada dari peserta didik terjadi melalui proses penangkapan pesan dan kesan oleh pancaindera peserta didik. Oleh karena itu, agar proses pembelajaran di kelas dapat diketahui, dipahami, dikuasai oleh peserta didik melalui proses pengamatan, maka guru dalam mengelola proses pembelajaran sebaiknya menggunakan alat peraga yang dapat membantu pengamatan anak, baik yang bertipe visual, auditif: taktil, gustative, dan alfaktoris.
Agar proses pembelajaran di kelas dapat mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan oleh guru bersama peserta didik, maka guru harus memperhatikan perbedaan-perbedaan individu dari segi tipe visual, auditif, taktil, gustative, dan alfaktoris. Dengan mengacu kepada perbedaan-perbedaan tipe pengamatan peserta didik tersebut, maka guru harus memberikan tugas-tugas belajar kepada peserta didik dan melakukan proses pembelajaran di kelas dengan memperhatikan menerapkan asas perbedaan individu.
Gejala gangguan pengamatan pada diri peserta didik, juga perlu mendapat perhatian oleh para peserta didik. Tidak sedikit kasus kesulitan belajar yang dialami oleh peserta didik di kelas adalah disebabkan karena peserta didik mengalami gangguan pengamatan. Untuk mengetahui gangguan pengamatan anak didik, guru perlu melakukan kerjasama dengan dokter, psikolog, konselor, wali kelas, guru kelas, orangtua peserta didik, dan pihak terkait lainya. Hasil konsultasi dan kerjasama dengan berbagai pihak tersebut diharapkan dapat mengatasi gangguan pengamatan anak sehingga anak dapat belajar dengan baik.

11. Kepribadian Peserta Didik
Kata kepribadian berasal dari personality dalam Bahasa Inggris yang berarti tokoh dan kepribadian (Echols dan Shadily, 1990:426). Kepribadian didefinisikan sebagai keseluruhan kualitas dari perilaku individu yang nampak dalam karakteristik kebiasaan berekspresi, berpikir, minat, sikap, cara-cara breaksi, dan pandangan hidup individu (Woodworth dan Marquis, 1974:118).
Faktor kepribadian peserta didik perlu mendapat perhatian dari pihak guru, karena dengan mengetahui dan memahami kepribadian setiap peserta didik, maka guru dapat menyesuaikan proses pembelajarannya di kelas sesuai dengan karakteristik kepribadian yang dimiliki oleh masing-m¬asing peserta didik. Informasi tentang karakteristik kepribadian yang dimiliki oleh masing-masing peserta didik dapat menjadi dasar dan acuan bagi guru dalam menyusun program pembelajaran di kelas yang memperhatikan perbedaan individu-peserta didik.
Selain itu, para calon guru dan para guru harus mengetahui dan memahami tentang psikologi kepribadi dan pengetahuan tentang teori kepribadian sebagai basis dalam mengetahui dan memahami tentang kepribadi manusia umumnya dan lebih-lebih lagi kepribadian peserta didik secara khusus. Dalam psikologi kepribadian dan kepribadian akan dikaji tentang struktur, dinamika, dan perkembangan kepribadian. Misalnya teori Psikoanalisis dari Freud yang terkenal ini mengkaji tentang struktur, dinamika, dan perkembangan kepribadian.
Freud menyatakan bahwa struktur kepribadi manusia mencakup tiga aspek, yaitu ide sebagai aspek biologis dari kepribadian, ego sebagai aspek psikologis dari kepribadian, dan super ego sebagai aspek sosiologis dari kepribadian. Id sebagai aspek biologis dari kepribadian berisikan nafsu hidup, nafsu mati, dan tempat energi psikis. Ego sebagai aspek psikologis kepribadian berprinsip realistis, sehingga berfungsi mempersatukan kepribadian, superego yang berfungsi sesuai prinsip ideal yang mengontrol kerja id dan ego agar bekerja sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat. Jika Id dan ego bekerja melanggar nilai dan norma yang berlaku, maka akan mendapat hukuman dan jika tidak id dan ego mendapatkan pujian dari orang lain.
Dinamika kepribadian manusia ditentukan oleh cara id, ego, dan superego dalam menggunakan energi fisik dan psikis yang diperoleh dari makanan untuk kebutuhan psikologis dan fisiologis. Sebagai jembatan antara energi psikis dan fisik ialah id. Cara kerja id, ego, dan superego inilah yang mempengaruhi dinamika atau pergerakan, kepribadian pada diri manusia. Jika id yang bekerja dan menguasai aspek ego dan superego, maka manusia akan berperilaku seperti binatang, jika ego yang menguasai aspek id dan superego, maka manusia akan berperilaku egois atau menang sendiri, sedangkan jika superego yang menguasai aspek atau tugas kerja id dan ego, maka manusia akan berperilaku baik dan taat kepada nilai dan norma, baik norma hukum, sosial, dan agama. Disinilah peranan guru dalam mengajar dan mendidik peserta didik agar menjadi manusia yang baik agar superego anak berfungsi maksimal dan optimal.
Para calon guru dan para guru juga perlu mengetahui tentang perkembangan kepribadian manusia. Pengetahuan tentang perkembangan kepribadian manusia tersebut, harus menjadi dasar bagi guru dalam melaksanakan proses pendidikan di kelas agar proses pendidikan yang dilakukan oleh guru sesuai dengan perbedaan perkembangan kepribadian peserta didik. Proses pembelajaran yang disesuikan dengan perkembangan kepribadian peserta didik akan memungkinkan peserta didik dapat belajar maksimal dan optimal sesuai dengan perkembangan kognitif, afektif, dan psikomotorik peserta didik.

12. Inteligensi dan Bakat
Inteligensi dan bakat merupakan faktor psikologis yang turut mempengaruhi keberhasilan proses dan hasil pendidikan di sekolah. Inteligensi secara sederhana dapat diartikan sebagai "Kecerdasan". Namun, inteligensi pada hakekatnya adalah kemampuan manusia untuk berpikir. Kemampuan berpikir manusia itu sendiri berbeda-beda, yaitu ada yang kemampuan berpikirnya tinggi, sedang, dan rendah. Tingkat kemampuan berpikir manusia tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya: faktor tingkat inteligensi yang dimiliki (skor intelligence quotient) ialah berada di atas normal 110 ke atas, tingkat pengetahuan, dan pengalaman manusia. Manusia yang memiliki tingkat pengetahuan dan pengalaman yang tinggi cenderung kemampuan berpikirnya juga tinggi karena telah ditempa dan diterpa oleh berbagai pengetahuan dan pengalaman yang menuntut pemikiran.
Oleh karena itu, untuk mengembangkan dan meningkatkan inteligensi peserta didik, para guru di sekolah harus memberikan tugas-tugas belajar yang menantang peserta didik untuk berpikir kompleks dan keritis. Selain itu, para harus memberikan banyak pengalaman yang menantang peserta didik dengan harapan peserta didik terlatih dan terbiasa untuk berpikir dalam mencari jalan keluar suatu persoalan sehingga membuahkan suatu pengalaman yang berharga bagi peserta didik.
Selain faktor inteligensi yang perlu mendapat perhatian bagi para calon guru dan para guru dalam membelajarkan peserta didik di kelas, faktor bakat juga perlu diperhatikan. Para calon guru dan para guru harus memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang bakat peserta didik agar dapat membelajarkan peserta didik sesuai dengan, bakat yang dimiliki oleh masing-masing peserta didik, mereka dapat mencapai aktualisasi diri sesuai dengan bakat yang dimiliki.
Bakat didefinisikan sebagai potensi bawaan yang dibawa seseorang sejak ia dilahirkan dan perkembangannya dipengaruhi oleh lingkungan. Bakat yang dibawa seseorang sejak ia dilahirkan masih belum berkembang, sehingga perlu diaktualisasikan melalui bantuan proses pendidikan di sekolah. Para guru di sekolah perlu mengetahui secara dini tentang bakat yang dimiliki oleh masing-masing anak didiknya sebagai acuan untuk memberikan proses pendidikan yang menunjang perkembangan bakat anak.
Beberapa usaha yang dapat dilakukan untuk mengetahui bakat pada diri peserta didik ialah dengan melakukan tes bakat pada anak didik dan mengobservasi kemampuan dan keterampilan menonjol yang diperlihatkan anak melalui aktivitas dan perilaku di rumah, di sekolah, dan di masyarakat. Sebagai contoh jika guru di sekolah mengamati anak didiknya senang bermain dan belajar dengan angka-angka atau dengan hitungan, maka ini suatu pertanda bahwa anak didik tersebut memiliki bakat angka¬-angka (bakat) numerical, sehingga bakat tersebut perlu diaktualisasikan dengan merekomendasikan anak tersebut untuk giat belajar matematika, les privat matematika, dan memasuki jurusan matematika pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Selain bakat numerikal yang terdapat pada peserta didik, juga berbagai jenis bakat yang lain dapat dimiliki oleh peserta didik. Misalnya bakat seni, (seni suara, seni musik, seni tari, seni drama, dan lainnya); bakat olahraga, seperti sepak bola, tinju, sepak takraw, renang, bulu tangkis, dan lainnya; bakat intelektual seperti peserta didik yang memiliki potensi akademik yang tinggi dan kemampuan berpikir dan mencari pemecahan masalah kompleks secara intelek. Masih banyak lagi jenis-jenis bakat yang lain, seperti bakat klerikal atau bakat ketatausahaan, bakat mekanik, bakat teknik, dan sebagainya.
Kesemua jenis jenis bakat tersebut perlu diidentifikasi, dipahami, dan ditumbuh kembangkan oleh para guru di sekolah dengan kerjasama dengan pihak lain yang kompeten dan terkait, misalnya pihak petugas/konselor bimbingan dan konseling sekolah, ahli ilmu jiwa (psikolog), dan tenaga ahli lainnya yang tekait. Hasil identifikasi dan pengetahuan dan pemahaman tentang bakat peserta didik akan menjadi dasar bagi para guru dan semua pihak terkait lainnya dalam menumbuh kembangkan dan dalam mengaktualisasikan bakat peserta didik dalam kehidupan lingkungan keluarga, sekolah (proses pendidikan), masyarakat. Melalui aktualisasi bakat oleh para peserta didik yang berbakat diharapkan sumberdaya tersebut melahirkan aktivitas dan hasil karya yang kreatif, inovatif dan produktif demi untuk kesejahteraan masyarakat, bangsa dan negara.
AKTIVITAS UMUM JIWA MANUSIA YANG PERLU DIKETAHUI OLEH CALON GURU DAN GURU
Back To Top