belajar dan berbagi

Contoh Makalah Pemikiran Filsafat

Contoh Makalah Pemikiran Filsafat

Contoh Makalah Pemikiran Filsafat
Ciri-Ciri Pemikiran Filsafat
Menurut Clarence I. Lewis seorang ahli logika mengatakan bahwa filsafat itu sesungguhnya suatu proses refleksi dari bekerjanya akal. Sedangkan sisi yang terkandung dalam proses refleksi adalah berbagai kegiatan/problem kehidupan manusia. Dalam kegiatan atau problem yang terdapat beberapa ciri yang dapat mencapai derajat pemikiran filsafat adalah sebagai berikut:

1. Sangat umum atau Universal
2. Tidak Faktual
3. Bersangkutan dengan nilai
4. Berkaitan dengan arti
5. Implikatif

 Ciri-ciri pemikiran Filsafat menurut Made Pramono, S.s., M.Hum
1. Bersifat radikal (sampai keakar-akarnya, sampai pada hakikat/esensi)
2. Sistematis (adanya hubungan fungsional antara unsur-unsur untuk mencapai tujuan tertentu.
3. Berfikir tentang hal 1 proses umum, universitas, ide-ide besar, bukan tentang peristiwa tunggal
4. Konsisten/runtut (tak terdapat pertentangan didalamnya) dan koheren (sesuai dengan kaidah-kaidah berfikir logis).
5. Secara bebas, tak cenderung, prasangka, emosi.
6. Kebebasan ini berdisiplin (berpegang pada prinsip-prinsip pemikiran logis serta tanggung jawab pada hati nurani ini sendiri)
7. Berusaha memperoleh pandangan komprehensi/menyeluruh
8. Secara konseptual hasil generalisir (perumaman).


Sifat Dasar Filsafat
Sifat dasar filsafat
1. Berfikir radikal
2. Berfikir rasional; tahu pada paham dengan akal budi
3. Mencari asas
4. Mencari kebenaran
5. Mencari kejelasan

Kegunaan Filsafat
Adapun kegunaan filsafat yaitu :
1. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa dengan belajar filsafat semakin menjadikan orang mampu untuk menagani berbagai pertanyaan mengajar manusia yang tidak terletak dalam wewenang metodis ilmu-ilmu khusus.
2. Menambah ilmu pengetahuan sehingga dapat membantu penyelesaian masalah dengan bijaksana, membuat manusia hidup lebih tanggap (peka) terhadap diri dan lingkungannya.
3. Kegunaan filsafat ialah untuk memperoleh pengertian (makna) dan untuk menjelaskan gejala atau peristiwa alam dan sosial.
4. Orang berfilsafat harus mampu menjelaskan hubungan antara sebab dan akibat, antara bentuk dan isi, antara gejala dan hakikat, ke hususan dan keumuman, kebutulan dan kehausan.

Cabang-cabang Filsafat
Telah kita ketahui bahwa filsafat adalah sebagai induk yang mencakup semua ilmu khusus.
Filsafat dapat dikelompokan menjadi empat bidang induk sebagai berikut:
1. Filsafat tentang pengetahuan, terdiri dari:
a. Epistemologi
b. Logika
c. Kritik ilmu-ilmu
2. Filsafat tentang keseluruhan kenyataan, terdiri dari:
a. Metafisika umum (ontonologi)
b. Metafisika khusus
3. Filsafat tentang tindakan, terdiri dari:
a. Etika
b. Estetika
4. Sejarah Filsafat
pembagian filsafat secara sistematis yang didasarkan pada sistematika yang berlaku didalam kurikulum akademis:
1. Metafisika (filsafat hal yang ada).
2. Epistomologi (teori pengetahuan).
3. Metodologi (teori tentang metode).
4. Logika (teori tentang penyimpulan).
5. Etika (filsafat tentang pertimbangan moral).
6. Sejarah filsafat.

Pembagian filsafat berdasar pada struktur pengetahuan filsafat yang berkembang sekarang ini. Terbagi menjadi tiga, yaitu:
1. Filsafat sistematis, terdiri:
a. Metafisika
b. Logika
c. Etika
2. Filsafat Khusus, terdiri:
a. Filsafat seni
b. Filsafat kebudayaan
c. Filsafat pendidikan
3. Filsafat Keilmuan, terdiri dari:
a. Filsafat matematika
b. Filsafat ilmu-ilmu fisika
c. Filsafat biologi

Dalam studi filsafat untuk memahaminya secara baik paling tidak kita harus mempelajari lima bidang pokok yaitu:
1. Metafisika
Metafisika merupakan cabang filsafat yang membuat suatu bagian dari persoalan filsafat yang:
a. Membicarakan tentang prinsip-prinsip yang paling universal
b. Membicarakan suatu yang bersifat keluarbiasaan
2. Epistemology
Epistemology lazimnya disebut teori pengetahuan yang secara umum membicarakan mengenai sumber-sumber, karakteristik dan kebenaran pengetahuan.
3. Logika
Logika adalah bidang pengetahuan yang mempelajari segenap asas, aturan, dan tatacara penalaran yang betul.
4. Etika
Etika atau filsafat perilaku sebagai satu cabang filsafat yang membicarakan “tindakan” manusia, terdapat dua hala permasalahan, yaitu yang menyangkut “tindakan” dan “baik-buruk”.
Dalam pemahaman “etika” sebagai pengetahuan mengenai norma baik-buruk dalam tindakan mempunyai persoalan yang luas.
5. Sejarah filsafat
Sejarah filsafat adalah laporan suatu peristiwa yang berkaitan dengan pemikiran filsafat. Didalam sejarah filsafat akan diketahui pemikiran-pemikiran yang genius hingga pemikir tersebut dapat mengubah dunia, yaitu dengan ide-ide 1 gagasan-gagasannya yang cemerlang.

DAFTAR PUSTAKA

Asmoro, Acmadi.2010. Filsafat Umum. Jakarta.
Ahmad Daudi.1984. Segi-Segi Pemikiran Filsafat Dalam Islam. Jakarta



Jangan Lupa berikan komentar Anda tentang blog ini, ataupun tentang posting ini.
Contoh Makalah Wudhu

Contoh Makalah Wudhu

Contoh Makalah Wudhu

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang mana berkat rahmatdan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ata kuliah Ilmu Fiqih yang berjudul "Contoh Makalah Wudhu".
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak pembimbing dalam pembuatan Contoh Makalah ini.


Saya juga minta maaf sebelumnya apabila dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan baik dari segi pembatasan materi maupun dari segi penyusunan katanya, untuk itu saya mengharapkan saran dan kritiknya yang bersifat membangun edemi untuk kesuksesan dimasa mendatang. Akhirnya saya selaku penulis mengucapkan ribuan terima kasih atas terbacanya makalah ini.

PEMBAHASAN
Pengertian

Wudhu adalah : mensucikan diri hadats kecil.

Syarat-syarat Wudhu
1. Islam
2. Tidak berhadas besar
3. Dengan Air yang Suci dan menyucikan
4. tidak ada yang menghalangi sampainya air kekulit. Seperti getah dan sebagainya yang melekat diatas kulit anggota Wudhu.


Fardu (Rukun Wudhu)
1. Niat, Hendaklah berniat (bersengaja) menghilangkan hadas atau menyengaja berwudhu
2. Membasuh muka, bagian muka yang wajib dibasuh ialah dari tempattumbuh rambut kepala sebelah atas sampai kedua tulang dagu sebelah bawah.
3. Membasuh kedua tangan sampai siku Maksudnya, sikujug wjib dibasuh
4. Menyapu sebagian kepala
5. Sebagian kecil, sebaiknya tidak kurang dari selebar ubun-ubun
6. Membasuh dua telapak kaki sampai kedua mata kaki
7. menertibkan rukun-rukun diatas selain dari maksud membasuh muka, keduanya wajib dilakukan bersama-sama dan dan didahulukan dari yang lain

Beberapa sunat wudhu
1. Membaca Bismillah Pada permulaan wudhu.
Pada permulaan setiap pekerjaan yang penting, baik ibadat ataujpun yang lainnya, disunnatkan membaca bismillah
2. Membasuh kedua telapak tangan sampai pada pergelangan, sebelum berkumur-kumur.
3. Berkumur-kumur
4. Membasuh Air kehidung
5. Menyapu seluruh kepala
6. Menyapu kedua telinga luar dan dalam
7. Menyilang-nyilangi jari kedua tangan
8. Mendahulukan anggota kanan dari kiri
9. Membasuh setiap Anggota tiga kali
10. Berturut-turut Antar a Anggota
11. Jangan meminta pertolongan orang lain kecuali jika terpaksa karena berhalangan, misalnya sakit
12. Menggosok anggota wudhu agar menjadi lebih bersih
13. Menjaga supaya percikan air itu jangan kembali kebadan
14. Jangan bercakap-cakap sewaktu berwudhu
15. Membaca dual kalimah syahadat dan menghadap kiblat ketika berwudhu
16. Berdoa setelah selesai berwudhu
17. Membaca dua kalimah syahadat setelah selesai wudhu

Yang membatalkan wudhu
Hal-hal yang membatalkan wudhu adalah sebagai berikut :
1. keluar sesuatu dari dua pintu atau dari salah satunya, baik berupa zat ataupun angin.
2. Hilang akal sehat, hilang akal karena mabuk/ Gila
3. Bersentuh kulit laki-laki dengan kulit perempuan yang bukan mukhrim


Jangan Lupa berikan komentar Anda tentang blog ini, ataupun tentang posting ini.
Contoh Daftar Isi

Contoh Daftar Isi

Mungkin Anda sedang mencari sebuah "contoh daftar isi", dari itu berikut ini saya berikan contoh daftar isi :
Contoh DAFTAR ISI

RESUME i
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL v
I . PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang Masalah 1

1.2 Rumusan Masalah 4
1.4 Tujuan Penelitian 5
1.5 Hipotesis 5
1.6 Asumsi Penelitian 5
1.7 Manfaat Penelitian 6
1.8 Manfaat Penelitian 6
II. TINJAUAN PUSTAKA 8
2.1 Helicoverpa Armigera Hubner 8
2.11 Klasifiikasi H. armigera 8
2.1.2 Biologi H. armigera 8
2.2 Zea Mays saccharata Sturt 11
2.2.1 Klasifikasi Jagung Manis 11
2.2.2 Morfologi Jagung Manis 12
2.2.3 Kandungan Gizi 14
2.2.4 Syarat Tumbuh Tanaman Jagung Manis 15
2.2.5 Stadia Pertumbuhan 16
2.3 Tanaman bulian (Eusuderosylom zwageri T. Et B) 18
2.3.1 Klasifikasi tanaman bulian 18
2.3.2 Biologi Tanaman Bulian (E. zwagery) 18
2.2.3 Daerah Penyebaran Tanaman Bulian (E. zwagery) 20
2.2.4 Kandungan Kimia E. zwagery 21
III. METODE PENELITIAN 24
3.1 Tempat dan Waktu 24
3.2 Bahan dan Alat 24
3.3 Rancangan Penelitian 24
3.3.1 Pada Petak Percobaan Terbuka 25
3.3.2 Pada petak percobaan dalam kurungan 25
3.4 Pelaksanaan Penelitian 26
3.4.1 Persiapan serangga uji 26
3.4.2 Pembuatan Ekstrak n-heksan 26
3.4.3 Formulasi insektisida hayati 27
3.4.4 Uji lapangan 27
3.6 Analisis Data Uji Lapangan 30
DAFTAR PUSTAKA 33

Posting contoh daftar isi di atas berantakan ya...??
Mau yang rapi silahkan download Contoh dafar isi pada link berikut :
Contoh Daftar isi Jangan Lupa berikan komentar Anda tentang blog ini, ataupun tentang posting ini.
Remote Desktop Control 2.8.0.31

Remote Desktop Control 2.8.0.31


Remote Desktop Control allows the user to remotely control any computer, running under the
Microsoft Windows system in a TCP/IP local area network or the Internet.
The user can see a remote desktop on his or her own screen and use the mouse and
keyboard to control the connected computer remotely.




Remote Desktop Control software shows the desktop of remote PC on your screen



Remote Desktop solution allows you to:




  • Display the remote computer screen on your screen in real-time.

  • Use own keyboard and mouse to control the remote PC.

  • Perform some operations remotely, such as: shutdown, reboot, etc.



Our software product has all the necessary features to work with the remote
computer without physical moving.



Remote Desktop Control 2.8.0.31

Contoh Makalah tentang Lompat Jauh

Contoh Makalah tentang Lompat Jauh

Berikut ini contoh makalah tentang Lompat Jauh.
A. Lompat Jauh Bagian dari Pendidikan dan Kebugaran Jasmani
a. Pendidikan Jasmani
Lompat jauh adalah cabang dari atletik dan sebagai bagian dari mata rantai pendidikan jasmani yang berarti merupakan bagian dari materi pendidikan jasmani secara keseluruhan, tapi bila dikelompokkan maka lompat jauh termasuk dalam cabang olahraga yang bercirikan perlombaan.
Menurut Abdul Gafur (1983:89) pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari pendidikan secara keseluruhan yang bertujuan untuk meningkatkan individu secara organik, noeromuskuler, intelektual, dan emosional melalui aktivitas fisik. Secara eksplisit istilah pendidikan jasmani di bedakan dengan olahraga. Dalam arti sempit olahraga dapat diartikan sebagai segala kegiatan atau usaha untuk mendorong, membangkitkan, mengembangkan, dan membina kekuatan-kekuatan jasmaniah maupun rohaniah pada setiap manusia.
Dapat disimpulkan bahwa pendidikan jasmani merupakan proses pendidikan yang bermanfaat aktifitas jasmani dan direncanakan siswa secara sistematik bertujuan untuk meningkatkan individu secara organik, neoromuskuler, perseptual, kognitif, sosial dan emosional.


b. Hakekat Lompat Jauh Gaya Jongkok
Atletik mempunyai peranan penting terhadap cabang-cabang olahraga karena gerakan-gerakannya merupakan gerakan dari seluruh gerakan olahraga. Dalam cabang olahraga atletik ada empat nomor lompat, yaitu nomor lompat jauh, lompat jangkit, lompat tinggi dan lompat galah.
Menurut Dep P dan K (1989:531) Lompat jauh yaitu melompat kedepan dengan bertolak pada satu kaki untuk mencapai suatu kejauhan yang dapat dijangkau. Sementara itu menurut Achmad (2008:01) Lompat jauh adalah sejenis acara olahraga di mana seseorang atlet mencoba mendarat sejauh yang boleh dari tempat yang dituju. Pendapat lain menyebutkan bahwa tujuan dari lompat jauh adalah mencapai jarak lompatan yang sejauh-jauhnya, Kusyanto (1996:104) berdasarkan hal tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa lompat jauh adalah suatu bentuk gerakan yang merupakan rangkaian urutan gerakan yang dilakukan untuk mencapai jarak sejauh-jauhnya yang merupakan hasil dari kecepatan horizontal yang dibuat sewaktu awalan, dengan daya vertikal yang dihasilkan oleh daya ledak.
Lompat yaitu bergerak dengan mengangkat kaki kedepan, kebawah atau keatas dan dengan cepat menurunkannya lagi keseberang (Dep P dan K 1989:531). Menurut Nugroho (1996:09) lompat jauh yang benar perlu memperhatikan unsur-unsur awalan, tolakan, sikap badan di udara dan sikap badan pada waktu mendarat. Keempat unsur ini merupakan suatu kesatuan yaitu urutan gerakan lompat yang tidak terputus-putus.

c. Nilai yang Terkandung dalam Lompat Jauh
Sebagaimana karakteristiknya lompat jauh mengandung unsur ketrampilan gerak yaitu berupa teknik-teknik lari (awalan), take obb (tolakan), melayang di udara, dan mendarat (landing).
Kecepatan adalah kemampuan seseorang untuk melakukan gerakan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Power adalah kekuatan fisik yang maksimal dalam melakukan gerakan, kelincahan adalah kemampuan seseorang untuk merubah arah dalam keadaan bergerak orang yang lincah suatu posisi berbeda dengan kecepatan tinggi dan koordinasi gerak yang baik. Ketepatan adalah kemampuan seseorang dalam melakukan gerakan tepat dan bisa menempatkan suatu sasaran yang ia inginkan. Daya ledak adalah kekuatan otot kaki pada saat melakukan lompatan, kekuatan otot kaki sangat berpengaruh terhadap hasil lompat jauh.

d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Lompat Jauh
Untuk mencapai hasil lompat jauh yang maksimal serta sempurna, menurut Harsono (1983:36) terdapat dua aspek yang harus di perhatikan dan dilatih oleh atlet itu yaitu:

e. Latihan Fisik (physical training)
Yang dimaksud dengan latihan fisik adalah latihan yang di tunjukkan untuk mengembangkan dan meningkatkan kondisi seseorang. Latihan ini mencakup semua komponen fisik, antara lain: kekuatan otot, daya tahan, kardioraskuler, daya tahan otot, kelincahan, kecepatan, power, stamina, dan kekuatan.

f. Latihan Teknik (techinacal training)
Latihan teknik adalah latihan yang dilakukan pada upaya penyempurnaan teknik-teknik dasar gerakan yang di perlukan dalam cabang olahraga tertentu yang diperlukan seorang atlet. Latihan teknik ini diperlukan untuk mengembangkan kebiasaan, motorik dan perkembangan. Neutromuskuler. Latihan ini sudah mengarah kepada kekhususan untuk memikirkan teknik gerakan cabang olahraga tertentu, contohnya latihan teknik dalam nomor lompat jauh seperti lari (awalan), take aff (tolakan), melayang di udara dan landing (mendarat).

B. Gerakan dalam Lompat Jauh
a. Tahap Lari (awalan)
Tahap lari merupakan tahap pertama dari serangkaian gerak dalam cabang lompat jauh yang bertujuan untuk meningkatkan kecepatan harizontal secara maksimal tanpa menimbulkan hambatan sewaktu take aff (tolakan).
Beberapa hal yang patut di perhatikan dalam latihan lari sebelum melompat pada cabang lompat jauh antara lain:
1. Jarak lari yang harus cukup panjang, sehingga memungkinkan peningkatan kecepatan sedemikian rupa sesuai dengan kebutuhan pada saat take off (tolakan).
2. Dalam keadaan lari, siswa harus tetap mampu mengontrol posisi tubuhnya sehingga dapat melakukan take off (tolakan) yang efektif.
3. Gerakan lari harus dilakukan secara konsisten dan uniform (serangan) sehingga siswa dapat mencapai titik take off dengan tepat.
4. Untuk seorang pemula, sebaiknya jarak lari cukup 20 – 30 meter saja, sedangkan untuk yang sudah perpengalaman maka jarak lari tersebut dapat di tingkatkan sehingga sejauh 30 – 45 meter tergantung pada kemampuan yang bersangkutan dalam menambah kecepatannya.



b. Tahap Mendarat (landing)
Tahap mendarat (landing) merupakan tahap terakhir dari serangkaian gerakan dalam cabang lompat jauh yang bertujuan untuk mendapatkan suatu posisi dengan kedua kaki menyentuh posisi sejauh mungkin di depan pusat gaya, berat tubuh pelompat, dan mencegah (jangan sampai) tubuh pelompat jauh ke belakang).
Beberapa hal yang harus di perhatikan dalam melakukan pendaratan (landing) pada cabang lompat jauh antara lain:
1. Posisi landing yang terbaik hendaknya merupakan lanjutan dari pola melayangkan pusat gaya berat tubuh, tentunya harus terletak sejauh mungkin, yaitu pada jarak horizontal terbesar antara tumit dan pusat gaya berat tubuh.
2. Tubuh bagian atas harus setegak mungkin dengan tungkai terjulur lurus kedepan.
3. Tangan yang terletak di belakang tubuh landing, harus segera di lempar ke muka begitu kaki menyentuh pasir.
4. Gerakan segera dari tangan akan membantu tubuh untuk bertumpu di atas kaki.
5. Posisi landing yang efisien tergantung pada teknik yang digunakan pada waktu melayang.

Gambar. 4. Tahap Mendarat (Landing)
Sumber: Jawer (2007)

C. Hakikat Latihan Beban
a. Pengertian Latihan Beban
Latihan beban adalah sebuah metode latihan yang diakui untuk mengembangkan otot dan kekuatan kaki, tetapi ini harus dilakukan dengan pengawas dan perencanaan khusus. Program latihan harus disusun secara ilmiah agar menghasilkan manfaat yang terbaik setiap pribadi.
Pelatihan yang cerdik akan merancang program latihannya secara bevariasi agar siswa tetap senang dalam berlatih dengan baik. Konsep ini dipegang teguh agar selama mengikuti latihan siswa merasa senang, sehingga dapat berkonsentrasi mengikuti latihan dengan baik.

b. Tujuan Latihan Beban
Tujuan latihan beban antara lain:
1. Melatih kekuatan otot tungkai
Untuk menciptakan lompatan yang lebih sempurna dan terarah maka perlu di latih kekuatan otot tungkai merupakan pondasi kekuatan dalam melakukan lompatan.
2. Agar tidak membosankan
Seorang guru dalam menyampaikan materi pelajaran di harapkan banyak melakukan bermacam-macam latihan yang bertujuan supaya setiap siswa yang menerima materi pelajaran yang diterima tidak merasa jenuh dan tidak membosankan sehingga siswa meningkatkan latihannya.

D. Latihan Loncat Kodok Menggunakan Beban Deker
1. Bentuk Latihan Lompat Kodok Menggunakan Beban Deker
Beban di buat di bentuk seperti pembalut luka akan tetapi diberi kantong yang berisikan pasir setelah itu di beri tali pengikat supaya posisi pemberat betul-betul aman dan tidak ada gangguan, beban yang di berikan yaitu kedua buah deker dengan bentuk yang sama.
2. Berat Beban
Berat beban deker dibagi dua yaitu betis kanan dan betis kiri, jadi betis kanan seberat 0.75 kg dan betis kiri seberat 0,75 kg.
3. Latihan Lompat Kodok
Dalam latihan melompat gerakan sama dan menyerupai seekor kodok melompat.
4. Kegunaannya
Latihan beban menggunakan beban deker juga berguna untuk melatih kekuatan otot kaki untuk menahan beban yang dilakukan sewaktu melakukan lompatan. Hal ini dilakukan dengan latihan yang rutin dan secara berulang-ulang supaya otot kaki betul-betul terlatih sewaktu melakukan lompatan

2.5 Hakekat Latihan Loncat Kodok Menggunakan Beban Deker
Loncat yaitu dengan kedua atau keempat kaki bersama-sama seperti kodok atau kelinci. Loncat kodok yaitu lompat dengan kedua kaki bersama-sama seperti kodok (Dep P dan K 1989:531). Menurut Syaifuddin (1992:101) untuk latihan gerakan lompat dapat dilakukan dengan menirukan gerakan melompat berbagai binatang seperti kodok, kanguru, kelinci.
Latihan loncat kodok menggunakan beban bertujuan untuk meningkatkan lompatan siswa, agar lompatan yang dihasilkan dapat dilakukan dengan maksimal atau lebih jauh dari biasanya. Loncat kodok (frog leaps) merupakan salah satu bentuk latihan pliometrik untuk power tungkai (KONI, 2000:28).
Dalam penelitian ini peneliti mengambil latihan loncat kodok menggunakan beban deker untuk melatih kekuatan tungkai. Latihan loncat kodok menggunakan beban deker bermanfaat untuk meningkatkan power otot tungkai siswa agar lompatan yang dihasilkan dapat dilakukan dengan sejauh-jauhnya.
Loncat kodok dapat dilakukan dengan mempersiapkan kedua kaki bersama-sama. Adapun uraiannya adalah sebagai berikut:
1. Sikap awal dapat dilakukan dengan berdiri rileks, kemudian jongkok menggunakan beban deker dengan dua kaki, lutut ditekuk dan kedua tangan kedepan lutut untuk keseimbangan pada saat meloncat.
2. Gerakan dari sikap awal, yaitu jongkok menggunakan beban kemudian kedua kaki meloncat kedepan secara bersama-sama, layaknya kodok yang sedang meloncat. Gerakan meloncat ke depan dilakukan secara berulang-ulang (repetisi) sesuai dengan yang diharapkan.
3. Pendaratan dari sikap meloncat ke depan daat pendaratan dilakukan dengan kedua kaki secara bersama-sama dengan posisi jongkok agar pada saat meloncat dan mendarat tidak terjatuh maka perlu menggunakan tangan sebagai keseimbangan.
4. Beban dalam latihan loncat kodok ini penambahan beban secara meningkat sesuai dengan program latihan. Pelaksanaannya memperhatikan repetisi, set dan interval diantara set. Irama gerakan loncatan adalah 1 detik. Untuk lebih jelasnya lihat gambar dibawah ini!

Gambar 1. Gerakan Meniru Kodok Melompat
Analisis gerak loncat kodok diatas perlu dianalisis guna mendukung hipotesis yang nantinya perlu diuji kebenarannya. Dari gerakan loncat kodok maka otot-otot yang terlatih adalah sebagai berikut:
Otot tungkai pada waktu menekuk fleksi dan pada saat menolak secara serentak atau meluruskan ekstensi. Bila kita analisis dari gerakan loncat kodok kita melihat adanya kerja otot dua tungkai dalam satu set.
Gerak “lompat” dan “loncat” sebenarnya mempunyai kesamaan arti yang sama. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (1989:531) Lompat yaitu bergerak dengan mengangkat kaki kedepan, kebawah atau keatas dan dengan cepat mengangkat kaki kedepan, kebawah atau keatas dan dengan cepat menurunkannya lagi keseberang, sedangkan loncat yaitu lompat dengan kedua atau keempat kaki bersama-sama (seperti kodok, kelinci).
Penggunaan kata “lompat” lebih cenderung bersifat secara umum atau menyeluruh, bisa digunakan untuk Manusia atau Binatang. Sedangkan kata “Loncat” lebih cenderung bersifat secara khusus (untuk binatang).
Jadi, loncat kodok yaitu lompat dengan kedua kaki bersama-sama seperti katak (Dep P dan K 1989:531).
Dengan latihan diharapkan pelompat setelah bertumpu akan menghasilkan lompatan yang maksimal sehingga diarahkan menghasilkan lompatan yang jauh.

Oh iya, kata pengantarnya lupa :-)
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT salawat serta salam tak lupa penulis panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari jaman kegelapan menuju zaman yang terang benderang yang kita rasakan sekarang ini.
Tak lupa penulis ucakan terima kasih kepada pihak yang telah membantu penyusunan contoh makalah yang berjudul “Contoh Makalah tentang Lompat Jauh” dan tak lupa penulis ucapkan kepada pembimbing yang telah membantu dalam menyelesaikan “contoh makalah” ini.
Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini terdapat kekurangan dan kesalahan dalam penulisan dan bahasa (maklum masih belajar bikin makalah, dan ini juga cuma sekedar contoh makalah buat yang sedang membutuhkan contoh makalah tentang Lompat Jauh, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Itulah sedikit contoh makalah yang membahas tentang Lompat Jauh, semoga
Contoh makalah tentang Lompat Jauh
ini dapat membantu.

Jangan Lupa berikan komentar Anda tentang blog ini, ataupun tentang posting ini.
Tasauf Irfani dan Tokoh-Tokohnya

Tasauf Irfani dan Tokoh-Tokohnya

PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Dewasa ini, kajian tentang tasauf semakin banyak di minati orang sebagai buktinya misalnya, semakin banyaknya buku yang membahas tasauf di sejumlah perpustakaan, ini dapat menjadi salah satu alasan bahwa betapa tingginya keterkaitan mereka terhadap tasauf. Hanya saja keterkaitan mereka tidak dapat di klaim sebagai sebuah penerimaan bulat-bulat terhadap tasauf.

B. Rumusan Masalah
1. Sebutkan ajaran tasauf yang dijelaskan tokoh sufi Rabi’ah Al-Adawiah?
2. Jelaskan biografi singkat oleh tokoh sufi Dzu An-Nun Al-Mishri (180-246)?

C. Tujuan Pembahasan
Dalam perkembangan mistisisme dalam islam, Rabi’ah al-adawiah tercatat sebagai peletak dasar tasauf berdasarkan cinta kepada Allah. Rabi’ah dulu yang pertama-tama mengajukan pengertian rasa tulus ikhlas dengan cinta yang berdasarkan permintaan ganti dari Allah.
Biografi singkat tokoh Dzu An-Nur Al-Mishri adalah nama julukan bagi seorang sufi yang tinggal disekitar pertengahan abad ke tiga Hijriah. Nama lengkapnya Abu Al-Faidh Tsauban bin Ibrahim. Ia dilahirkan di Ikhmim, dataran tinggi mesir. Pada tahun 180 H/ 796 M, dan meninggal pada tahun 246 H/856 M.

BAB II
PEMBAHASAN


A. Hakikat ‘Irfan
Secara etimologi, kata ‘irfan merupakan kata jadian (mashdar) dari kata ‘arafa’ (mengenal atau pengenalan). Adapun secara terminologis ‘irfan di identikan dengan ma’rifat sufistik. Orang yang ‘irfan atau makrifat kepada Allah adalah yang benar-benar mengenal Allah melalui dzauq dan kasyuf (ketersingkapan). Ahli ‘irfan adalah orang yang berminat kepada Allah. Arif adalah seseorang yang memperoleh penampakan tuhan sehingga pada dirinya tampak kondisi-kondisi hati tertentu (ahwal).
‘Irfan memiliki dua aspek, yakni aspek praktis dan aspek teoritis. Aspek praktisnya adalah bagian yang menjelaskan hubungan dan pertanggung jawaban manusia terhadap dirinya, dunia, dan tuhan. Bagian ini menyerupai etika.praktis juga dapat di sebut sayr wa suluk (perjalanan rohani).
‘Irfan teoritis memfokuskan perhatiannya pada masalah wujud (ontologi) , mendiskusikan manusia, tuhan serta alam semesta.
Bagian ini menyerupai teosafi (filsafah ilahi) yang juga memberikan penjelasan tentang wujud.
‘Irfan mendasarkan diri dari ketersibakan mistik yang kemudian di terjemahkan kedalam bahasa rasional untuk menjelaskannya.

B. Tokoh-Tokoh Tasauf ‘Irfani
1. Rabi’ah Al-adawiah ( 95-185 H )
a. Biografi Singkat
Nama lengkap rabi’ah adalah Rabi’ah binti Ismail Al-adawiah Al-bashriah Al-qaishiah ia diperkirakan lahir pada tahun 95 H/713 M. atau 99 H/717 M, di suatu perkampungan dekat kota Bashrah (Irak) dan wafat di kota itu pada tahun 185H/801M. ia dilahirkan sebagai putri ke empar dari keluarga yang sangat miskin. Kedua orang tuanya meninggal ketika ia masih kecil. Saat terjadinya bencana perang di Basyrah ia dilarikan penjahat dan dijual kepada keluarga Atik dari suku Qois Banu Adwah. Pada keluarga pula inilah ia bekerja keras, tetapi akhirnya dibebaskan lantaran tuannya melihat cahaya yang memancar di atas kepala Rabi’ah dan menerangi seluruh ruangan rumah pada saat ia dengan beribadah.

b. Ajaran Tasauf: Mahabah (Cinta)
Rabi’ah Al-Adawiah tercatat sebagai peletak dasar tasauf berdasarkan cinta kepada Allah. Sementara generasi sebelumnya merintis aliran Asketisme dalam Islam berdasarkan rasa takut dan pengharapan kepada Allah.
Rabi’ah pula yang pertama mengajukan pengertian rasa tulus ikhlas dengan cinta yang berdasarkan permintaan ganti dari Allah.
Untuk memperjelas pengertian Al-Hubb yang diajukan Rabi’ah yaitu Hubb Al-Hawa dan Hubb Anta Ahl Lahu, perlu di kutip tafsiran beberapa tokoh berikut: Abu Talib Al-Makiy dan Qut Al-Qulub bahwa makna Hubb Al-Hawa adalah rasa cinta yang timbul dari nikmat-nikmat dan kebaikan yang diberikan kepada Allah. Adapun Al-Hubb Anta Ahl Lahu adalah cinta yang tidak didorong kesenangan indrawi, tetapi di dorong zat yang dicinta.
Cinta yang kedua ini tidak mengharapkan balasan apa-apa. Kewajiban-kewajiban yang dijalankan Rabi’ah timbul karena perasaan cinta kepada zat yang dicintai.

2. Dzu An-Nun At-Mishri (180-246H)
a. Biografi Singkat
Dzu An-Nun Al-Mishri adalah nama julukan bagi seorang sufi yang tinggal di sekitar pertangahan abad ke tiga hijrah. Nama Abu Al-Faidh Tsauban bin Ibrahim. Ia di lahirkan di Ikhmim, dataran tinggi Mesir, pada tahun 180H/796M dan meninggal pada tahun 246H/856 M.
Asal mula Al-Mishri tidak banyak di ketahui, tetapi riwayatnya sebagai seorang sufi banyak diutarakan. Al Mishri dalam perjalanan hidupnya berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Ia pernah menjelajahi berbagai daerah di Mesir, mengunjungi Bait Al-Magdis, Maqdad, Mekah, Hijas, Syiria. Hal ini menyebabkan ia memperoleh pengalaman yang banyak dan mendalam.

b. Ajaran-Ajaran Tasauf
1) Makrifat
Al-Mishri adalah pelopor faham makrifat. Makrifat sebenarnya adalah musyahadah qalbiah (penyaksian hati), sebab makrifat merupakan fitrah dalam hati manusia sejak azali.
Pandangan-pandangan Al-Mishri tentang Ma’rifat pada mulanya sulit diterima kalangan teolog sehingga ia dianggap sebagai seorang Zindiq.
a) Sesungguhnya makrifat yang hakiki bukanlah ilmu tentang keesaan tuhan dan bukanlah ilmu nazar milik para hakim, tetapi makrifat terhadap keesaan tuhan yang khusus dimiliki para wali. Sebab mereka adalah orang yang menyaksikan Allah dengan hatinya.
b) Makrifat yang sebenarnya adalah bahwa Allah menyinari hatimu dengan cahaya makrfat seperti matahari tak dapat dilihat, kecuali dengan cahaya.

Kedua pandangan Al-Mishri diatas menjelaskan bahwa makrifat kepada Allah tidak dapat di tempuh melalui pendekatan akal dan pembuktian tetapi dengan jalan makrifat batin, yakni Tuhan menyinari hati manusia dan menjaganya dari ketercemasan.
Adapun tanda-tanda seorang ‘arif, menurut Al-Mishri adalah sebagai berikut:
a) Cahaya makrifat tidak memadamkan cahaya kewaraannya
b) Ia tidak berkeyakinan bahwa ilmu batin merusak hukum lahir
c) Banyaknya nikmat tuhan tidak mendorongnya menghancurkan tirai-tirai larangan Tuhan

2) Maqamat dan Ahwal
Pandangan Al-Mishri tentang maqamat di kemukakan pada beberapa hal saja, yaitu At-Taubat, Ash-Shab, At-Tawakal, dan Ar-Ridho.
Lebih lanjut, Al-Mishri membagi tobat menjadi 3 tingkatan yaitu:
a) Orang yang bertobat dari dosa dan keburukannya
b) Orang yang bertobat dari kelalaian dan kealfaan mengingat Tuhan
c) Orang yang bertobat karena memandang kebaikan dan ketaatannya

3. Abu Yazid Al-Bustami (874 – 947 M)
a. Biografi Singkat
Nama lengkap adalah Abu Yazid Thaifur bin ‘Isa bin Surusyan Al-Bustami, lahir di daerah Bustam (Persia) tahun 874 dan wafat tahun 947 M. Nama kecilnya adlaah Taifur, perjalanan Abu Yazid untuk menjadi seorang Sufi membutuhkan waktu puluhan tahun. Sebelum membuktikan dirinya sebagai seorang sufi, ia terlebih dahulu telah menjadi seorang fakih dari mazhab hanafi.


b. Ajaran Tasauf
1) Fana’ dan Baqa’
Ajaran tasauf terpenting Abu Yazid adalah Fana’ dan Baqa’. Dari segi bahasa, Fana’ berasal dari bahasa Faniya yang berarti Musnah atau lenyap. Dalam istilah tasauf menurut Abu Bakar Al-Kalabiadzi Fana’ adalah: hilangnya semua keinginan hawa nafsu seseorang, sehingga ia kehilangan segalanya perasaannya dan dapat membedakan sesuatu secara sadar.
Adapun Baqa’ berasal dari kata Baqiyah dari segi bahasa adalah tetap. Sedangkan menurut istilah berarti mendirikan sifat-sifat terpuji kepada Allah.

2) Ittihad
Ittihad adalah tahapan selanjutnya yang dialami oleh seorang sufi setelah melalui tahap Fana’ dan Baqa’.
Dalam tahapan Ittihad seorang sufi bersatu dengan Allah, antara yang mencintai dan yang di cintai menyatu baik substansi maupun perbuatannya. Dalam paparan Harun Nasution, ittihad adalah satu tingkatan dimana seorang sufi telah merasa dirinya bersatu dengan Tuhan, satu tingkatan dimana yang mencintai dan dicintai telah menjadi satu. Sehingga salah satu dari mereka dapat memanggil yang satu lagi dengan kata-kata.

4. Abu Manshur Al-Hallaj (855-922 M)
a. Biografi Singkat
Nama lengkap Al-Hallaj adalah Abu Al-Mughist Al-Husain bin Mansur bin Muhammad Al-Bardhawi lahir di baida, sebuah kota kecil diwilayah Persia. Pada tahun 244H/855M ia tumbuh dewasa di kota Wasith, dekat Baqhdad pada usia 16 tahun ia belajar pada seorang sufi terkenal saat itu, yaitu Sahl bin ‘Abdullah At-Tusturi di Basrah dan berguru pada ‘Amr Al-Makki yang juga seorang sufi, dan pad atahun 878 M, ia masuk ke kota Bagdad dan belajar kepada Al-Junaid. Setelah itu, ia pergi mengembara dari satu neeri kenegeri lain menambah pengetahuan dan pengalaman dalam ilmu tasauf.
Dalam semua perjalanan dan pengembaraannya keberbagai pengawasan Islam seperti Khurasan, Ahwaz, India, Turkistan dan Makkah. Al-Hallaj telah banyak memperoleh pengikut, ia kemudian kembali kebaghdad pada tahun (296 H/909 M) di Baqhdad pengikutnya semakin bertambah banyak karena kecamannya terhadap kebobrokan-kebobrokan pemerintah yang berkuasa pada waktu itu.
Al-Haliaj selalu mendorong sahabatnya melakukan perbaikan dalam pemerintahan dan selalu melontarkan kritik terhadap penyelewenangan-penyelewengan yang terjadi.

b. Ajaran Tasauf : Hulul dan Wahdat asy-Syuhud
Diantara ajaran tasawuf al-hallaj yang paling terkenal adalah Al-Hulul dan Wahdat asy syuhlia yang kemudian melahirkan paham wihdat al-wujud (kesatuan wujud) kata al-hulul, berdasarkan pengertian bahasa, berarti menempati suatu tempat. Adapun menurut istilah al-hulul ini berarti paham yang mengatakan bahwa tuhan memilih tubuh-tubuh manusia tertentu untuk mengambil tempat didalamnya setelah sifat-sifat kemanusiaan yang ada dalam tubuh itu dilenyapkan.
Al-Halaj berpendapat bahwa dalam diri manusia sebenarnya ada sifat-sifat ketuhanan, ia manakwilkan.

Masih kurang lengkap..??? Silahkan download Tasawuf Irfani dan Tokoh-Tokohnya

Jangan Lupa berikan komentar Anda tentang blog ini, ataupun tentang posting ini.
New browser add-on turns back IE's clock to 2001 | IT News

New browser add-on turns back IE's clock to 2001 | IT News

A startup led by people who worked with and at Microsoft on Internet Explorer will soon release an add-on that lets customers run the aged IE6 within the newer IE8 browser.

The Unibrows add-on is aimed at companies that want to move off IE6 -- and the almost-as-old Windows XP -- to 2009's IE8 and a more modern operating system, such as Windows 7, said Matt Heller, the CEO of Washington-based Browsium.
"Companies need something simple that isn't virtualization based," said Heller. "Unibrows renders IE6 inside an IE8 tab without companies' having to change a single line of code in the sites or Web applications."

Even as Microsoft tries to put a stake in the heart of IE6, enterprises find it difficult, expensive and time consuming to dump the old program because IE8 often won't render sites designed specifically for the once-popular IE6, or won't work with IE6-era applications.

According to Gartner Research, IE6 compatibility problems will cause 1-in-5 organizations to take longer than expected or spend more than they budgeted for their Windows 7 migration projects. The problem: Approximately 40% of the Web applications used by companies still running IE6 won't work on IE8, the browser bundled with Windows 7.

Although one of Microsoft 's recommended workarounds for enterprises that need to keep running IE6 is to use MED-V, the company's desktop virtualization system, Unibrows does not insert a virtualized version of the old browser into IE8. Instead, Browsium has licensed several DLLs, or dynamic-link libraries from Microsoft, to make the add-on render a site or application just as does a stand-alone version of IE6.

"We run as a local process on the machine," said Matt Crowley, the chief technology officer of Browsium. "[Unibrows] is a child process of IE8 and is triggered based on the rules [administrators have set]." At that point, Unibrows swaps in the IE6 DLLs to render the page or app within the tab.

Crowley was formerly a program manager on Microsoft's IE team, while Heller worked as a consultant for Microsoft on IE issues for more than six years.

The IE6-inside-IE8 add-on supports all the functionality of the real thing, including ActiveX controls designed for IE6, and the old browser's JavaScript rendering.

Company IT administrators can set access to IE6-specific sites and applications via group policies within IE8, giving them complete control over when IE8 mutates into IE6. The add-on works on any version of Windows that supports IE8, including XP, Vista and Windows 7.
New browser add-on turns back IE's clock to 2001 | IT News
Pengertian, cakupan, nash yang bersangkutan, dan pengecualiannya

Pengertian, cakupan, nash yang bersangkutan, dan pengecualiannya

A. Pendahuluan
Qawaid fiqhiyyah merupakan sebuah produk dari gerakan pemahaman berdasarkan pertimbangan masa, bukan semata-mata produk kesimpulan pemikiran atau eksprimen para fuqaha yang muncul secara kebetulan pada masa-masa tertentu. Tapi qawa’id fiqhiyyah ini selalu berada dalam pertimbangan fuqaha mutaqaddimin dan mujtahidin sebelumnya. Bukanlah sebuah hasil yang dikerjakan sendiri dengan menghimpun hanya pada satu masa dan bukan pula disebutkan dalam satu bentuk atau satu kelompok saja. Sebagai indikasinya berupa penyelidikan dan pemeriksaan secara teliti untuk ukuran-ukuran berbeda yang dilewati fikih Islam, atau melalui permusyawaratan, penajaman dan perdebatan (tanya jawab) dalam konteknya al-Zarqa’.

Demikian, karena para fuqaha dan mujtahid dalam tiap-tiap masa perlu mengoreksi atau membenarkan persoalan-persoalan furu’ agar terlindungi dari percerai-beraian dan kehilangan, di sinilah lahir kaedah-kaedah fiqhiyyah seperti ringkasan yang ditetapkan kebanyakan ahli hukum. Semoga faktor yang memberanikan para fuqaha untuk mengistinbathkan kaedah-kaedah ini berdasarkan alasan-alasan hukum dan pembaruan perkara-perkara yang mereka lihat dari sebagian ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi, yang dikumpulkan dan diketahui dari banyaknya hukum-hukum dalam sebagian kalibat. Mereka dengan cara yang serius dan menghidupkan kembali Al-Qur’an dan sunnah, akhirnya mereka sampai kepada kesimpulan yang ditetapkan, bahwa membangun kaedah-kaedah (dasar, pedoman) merupakan perkara yang penting untuk melindungi persoalan-persoalan furu’ dari kebinasaan dan percerai-beraian.
Salah satu kaedah yang telah mereka bangun adalah kaedah al-umuru bi maqashidiha yang ditransformasikan oleh Abu Thahir al-Dabbas dari Mazhab Abu Hanifah yang mempunyai pengaruh besar dalam perbuatan mukallaf. Kalau demikian, apa sebenarnya maksud kaedah ini dan dari mana sumber pengambilan serta apa saja cakupannya.

B. Pengertian
Kaedah al-umuru bi maqashidiha, menurut Ali Hasballah berarti: perbuatan, dianggap baik atau buruk, halal atau haram di lihat dari aspek niat pelakunya, bukan dari aspek manfaat dan mudharatnya perbuatan. Sebagai contoh, si A bermaksud menyelamatkan seseorang, kemudian ia membidikkan anak panahnya kepada binatang buas yang akan memangsa orang itu, maka perbuatannya baik, apakah sasaran anak panahnya tepat atau salah, dan terkena orang yang akan dimangsa itu. Dan seseorang yang membidikkan sasarannya kepada manusia yang dipelihara jiwanya untuk dibunuh, kemudian salah sasarannya dan terkena binatang buas, maka perbuatannya adalah buruk dan berdosa walaupun akibatnya bermanfaat. Syeikh Abdullah bin Sa’id Muhammad ‘Ibbadi al-Lahji mengartikan sebagai keadaan-keadaan yang dikaitkan dengan niatnya. Sedangkan menurut Musthafa Muhammad al-Zarqa’ mengartikan, perbuatan-perbuatan pribadi dan realisasinya baik berupa ucapan dan perbuatan yang mempunyai akibat dan hukum yang berbeda menurut syara’. Syara’ mengatur perbuatan-perbuatan tersebut berdasarkan maksud pribadi perbuatan-perbuatan itu. Contohnya, membunuh, tidak diperkenankan syara. Jika sengaja maka perbuatannya ada hukum. Dan jika tidak, ada hukum yang lain. Seseorang berkata kepada orang lain: Ambillah uang ini. Jika niatnya untuk bersadakah, ia adalah pemberian dan jika untuk meminjami wajib dikembalikan.
Dengan demikian, dapat diambil sebuah pemahaman bahwa maksud dari kaedah al-umuru bi muqashidiha adalah perbuatan-perbuatan yang dinilai berpahala atau berdosa, sah atau tidak sah berdasarkan niat pelakunya.
Niat pada hakikatnya merupakan qashd al-syai’i muqtarinan bifi’lih (bermaksud mengerjakan seseuatu yang diiringi dengan perbuatan). Lantas kenapa dalam setiap perbuatan harus ada niat. Perbuatan manusia, ada yang merupakan perbuatan ibadah dan ada yang merupakan perbuatan dalam bentuk adat kebiasaan. Hukumnya, berhubungan dengan ukhrawi dan duniawi. Hukum ukhrawi menyangkut pahala dan dosa suatu perbuatan. Sedangkan hukum duniawi menyangkut sah dan tidaknya sebuah perbuatan.
Perbuatan Ibadah seperti shalat misalnya, puasa, haji, zakat dan lain sebagainya. Sedangkan perbuatan adat seperti makan, tidur, istirahat, dan lain-lain. Sekiranya tidak ada niat dalam setiap perbuatan, maka akan sulit untuk membedakan antara perbuatan yang termasuk ibadah dengan perbuatan adat, termasuk juga di dalamnya sulit untuk membedakan perbuatan ibadah yang satu dengan ibadah lainnya. Dengan adanya niat atau maqashid dalam ternamanya al-Syatibi, membedakan antara perbuatan adat dan ibadah. Dalam ibadah membedakan perbuatan wajib dan bukan wajib, sementara dalam adat, membedakan antara perbuatan wajib dan sunat, mubah, makruh, haram, sah, fasid dan hukum lainnya. Lebih lanjut ia mengatakan, perbuatan jika dikaitkan dengan niat, maka ia berkaitan dengan hukum-hukum taklifi, dan jika bebas dari niat tidak berkaitan sesuatupun. Seperti orang yang tidur, orang yang lupa dan orang gila. Menurut al-Suyuthi, sebagai representasi dari mazhab Syafi’i, niat diletakkan dalam hati pada setiap objek. Sebab Niat itu pada hakekatnya adalah bermaksud secara mutlak (al-qashd mutlaqan), dan dikatakan pada al-muqarin li al-fi’il. Jadi menurutnya niat adalah sebagai ibarat dari perbuatan hati. Niat tidak cukup hanya diucapkan secara lisan tanpa hati. Dan juga tidak disyaratkan mengucapkan niat bersamaan dengan niat hati. Jika berbeda lisan dengan hati, maka yang dipertimbangkan adlaah sesuatu yang didalam hati. Jika seseorang berniat dalam hatinya untuk shalat zuhur dan dilisannya shalat ashar, berniat melaksanakan haji sementara lisannya melaksanakan umrah, maka sah bagi orang tersebut melaksanakan ibadahnya sesuai dengan hatinya. Mengucapkan niat dalam setiap ibadah pada dasarnya adalah wajib. Menurut al-Qurthubi, sebagai yang disitir oleh Ibnu Hajar al-Asqalani, bahwa dalam segala perbuatan disyaratkan menentukan niat serta ikhlash, ini berdasarkan “innama likulli imriin ma nawa”. Selanjutnya, niat itu diucapkan pada awal ibadah dan sejenisnya serta ada juga yang diucapkan diawal waktu. Namun demikian, niat baru diterima jika memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: (1) yang mengucapkan adalah orang Islam, (2) tamyiz, maka tidak sah ibadah anak-anak ...............................
Agar lebih lengkap silahkan download :




Pengertian, cakupan, nash yang bersangkutan, dan pengecualiannya

Jangan Lupa berikan komentar Anda tentang blog ini, ataupun tentang posting ini.
Pengembangan Fiqh Periode Imam Syafi’i

Pengembangan Fiqh Periode Imam Syafi’i

A. Riwayat hidup Imam Sya1i'i
Kebanyakan alili sejarah meriwayatkan bahwa Imam Syafi'i lahir di Ghazzah, Falestina. Akan tetapi terdapat riwayat lain yang menyatakan bahwa tempat lahirnya di Asqalan lebih kurang 1 5 KM. dari Ghaz zah dan ada pula yang menyatakan di Yaman. Ketidaksepakatan mengenai tempat lahirnya ini berpangkal pada 3 riwayat yang dikatakan bersumber dari Imam Syafi'i sendiri.

Suatu riwayat mengemukakan bahwa Imam Syafi'i mengatakan bahwa ia dilahirkan di Ghazzah tahun 150 H. kemudian dibawa ibunya ke Mekkah ketika berusia 2 tahun. Pada riwayat lain, ia mengatakan bahwa ia lahir di Asqalan. Baik di Ghazzah maupun di Asqalan terletak dikawasan Palestina. Riwayat lain lagi, ia mengatakan bahwa ia lahir di Yaman kemudian ia di bawa ibunya ke Mekkah karena khawatir terlantar.1
Mayoritas ahli sejarah berpendapat bahwa Imam Syafi'i keturunan dari ayah suku Quraisy Muthalibi, yang di silsilahnya: Muhammad ibn ldris al-Abbas ibn Usman ibn Syafi'i ibn al-Sa'ib ibn Ubaid ibn Abd Yazid ibn Hasyim ibn Muthalib ibn Abdul Manaf yang juga adalah kakek Nabi Muhammad SAW. Abdul Manaf mempunyai empat orang anak, masing-masing:Al-mutlialib, Abd Syams (kakek dari 13ani Umaiyah), I-iasyim dan Naufal (kakek dari Jubair ibn Muth'im). AI¬Muthalib ini memelihara Abd al-Muthalib ibn Hasyim (kakek Nabi SAW) dimasa jahiliyah, turunan AI-Muthalib dan Hasyirn merupakam satu kelompok yang bertentangan dengan turunan Abd Syams.
Orang-orang Hanafiah dan Malikiah yang fanatik menyatakan bahwa Imani Syafi'i bukan Quraisy asli, ia Quraisy melalui jalan wala'. Menurut mereka, kakek Imani Syafi'i adalah Maula Abu Lahab2. Tuduhan ini mereka lemparkan, mungkin dengan maksud tnerendahkan Imam Syaii'i, karena sebagaimana dimaklumi suku Quraisy mempunyai kedudukan tinggi dan terhormat dalam kalangan bangsa Arab.
Ibunya bukan Quraisy, metainkan dari suku Azd. Silsilah turunannya dari pihak ibunya adalah : Fatimah binti Abdillah ibn al-Husain ibn Ali ibn Abi Thalib. Sebagian pengikut fanatik islam syaii'i menduga ibunya sebagai Quraisy yang tinggi, tetapi Fakhr al-razi menjelaskan bahwa riwayat yang menyatakan riwayat tentang ibu Imam Syafi'i itu Quraisyah, adalah riwayat yang aneh dan rnenyalahi ijmak.3
Menurut Muhammad Abu Zahrah, beberapa riwayat yang bersumber dari Imam Syafi'i menunjukkan bahvva ayahnya telah meninggal dunia ketika Imam Syafi'i masih kecil. Mengutip "Tarikh Baghdad" karya AI-khatib, Abu Zahrah mengemukakan bahwa Imam Syafi'i sendiri menceritakan tentang pada usia berapa tahun ia pindah ke Mekkah, dalam dua versi : pertama ia katakan pada usia dua tahun dan kedua ia katakan pada usia 10 tahun. Kedua versi itu mungkin benar dengan pengertian bahwa perpindahan pertama pada usia 2 tahun, kemudian kembali ke Palestina untuk menjumpai sahabatnya bangsa Yaman disana dan setelah berusia 10 tahun pindah lagi ke Mekkah4.
Imam Syafi'i belajar pada ulama-ulama Mekkah baik dari kalangan ulama fiqh maupun ulama al Hadist sehingga memperoleh kedudukan tinbgi dalam bidang ilmu fiqh. Mendengar berita bahwa di Madinah ada seorang ulama besar, Malik, yang tekenal namanya kemana-mana dan mempunyai kedudukan tinggi dalam bidang ilmu al Hadits, iamn tertarik untuk belajar pada Malik. Tetapi sebelum ia pergi ke Madinah ia telah meminjam kitab al-Muwatha’ karya Imam Malik dari seorang lelaki Mekkah. Ia berangkat ke Madinah dengan membawa surat pengantar dari Gubernur Mekkah. Di Madinah ia mulai meng,arahkan perhatiannya untuk mendalami fiqh di samping mempelajari al Muwatha’, Ia melakukan mudarasah dengan Imam Malik dalam nzasalah-masalah yang difatwakan Imam Malik. Ia telah mencapai tingkat dewasa ketika Imam Malik pada 179 H. meninggal dunia. Selama ia belajar di Madinah sering mengadakan penjalanan ke kota-kota islam untuk mempelajari keadaan masyarakat dan kehidupannya dan sering kembali ke Mekkah untuk mengunjungi ibunya dan meminta nasehatnya.
Setelah ia menginjak dewasa maka ia merasa perlu untuk memperoleh kehidupan yang layak. Kebetulan masa itu Gubernur Yaman berkunjung ke Mekkah dan dengan perantaraan beberapa orang Quraisy, Gubernur tersebut dapat menerimanya menjadi pegawai negeri di Yaman. Dalam melaksanakan tugas sebagai pejabat negara, terbukti kecerdasan dan ketinggian budinya sebagai layaknya turunan bangsawan Quraisy, sehingga ia terkenal di kalangan masyarakat.
Tetapi ketika Yaman dikuasai seorang Gubernur yang zalim, maka Imam Syafi’i sebagai pegawai yang jujur menentang kezaliman itu. Melihat sikap Imam Syafi'i demikian, maka Gubernur membuat fitnah terhadapnya dan melaporkannya kepada khalifah, sebagai pendukung Ali (Syi'ah). Khilafah Abbasiah sangat waspada terhadap kelompok Syi'ah sehingga Khalifah Harun A1 Rasyid yang berkuasa pada waktu itu memerintahkan supaya Imam Syafi'i di datangkan ke Baghdad bersama 9 orang lainnya. Tuduhan yang ditujukan kepada dirinya, dapat ditangkisnya berkat inayah dari Allah swt dan bantuan dari Miihammad ibn Hiasan yang menjadi Hakim Besar di Baghdad karena tertarik dengan kepribadian Imam Syafi'i. Kejadian ini terjadi pada tahun 184 H. dan kedataiibanya ke Baghdad kali ini merupakan kedatangan yang kedua dan iapUn meninggalkan pekerjaan di pemerintahan Abhasiah untuk berkonsentrasi mendalami iltnu pengetahuan.
Ia pelajari fiqti irak dan membaca buku Muhammad ibn Hasan. Dengan demikian, ia dapat mengumpulkan perbendaliaraan fiqh Hijaz dan fiqh lrak. Akhirnya ia kembali lagi ke Mekkah dengan membawa fiqh Irak yang banyak lalu mengadakan majelis ilmu di masjid al Haram, mengembangkan fiqh Madinah yang dicampur denf;an fiqh Lrak, Fiqh al Hadits dsn fiqh al Ra'yi, selama ia bermiikim di Mekkah 9 tahun.
Setelah ia melihat kedua macam fiqh yang berbeda dan mengadakan pembahasan untuk memecahkan berbagai masalah yang bertentangan pendapat ulama, iapun merasa perlu mengadakan patokan untuk mengetahui mana yang benar dan mama yang keliru. Karena itu, .....................
Masih kurang lengkap ya...????
Silahkan download dulu biar bisa mendapatkan artikel ini :







Pengembangan Fiqh Periode Imam Syafi’i




Jangan Lupa berikan komentar Anda tentang blog ini, ataupun tentang posting ini.
Kitab Al-Risalah Kelahiran Ushul Fiqh

Kitab Al-Risalah Kelahiran Ushul Fiqh

A. PENDAHULUAN
Imam .AI-Syafi'i adalah nuuid kesayangan Imam Malik yang sangat disayangi, sebelum pergi ke Madinah, Al-Syafi'i diasuh dan dibimbing oleh Muslim bin Khalid al-Zayi. Selelah memalrami metode istinbath Imam Malik, ia pergi ke Iraq (Baghdad) belajar kepada Muhammad bin Hasan Al Syaibani yang bermazhab Fianafi.1 Sesudah ia mengusai dan memahami kedua kedua pola pikir kedua tokoh mazhab di Madinah dan Iraq itu, kemudian beliau mendiskusikannya.

Ketika itulah beliau menemukan kekurangan-kekurangannya dan kelemahan yang tcrdapal pada dasar-dssar kedua mazhab itu, kenmdian beliau menetapkan dasar-dasar pemikiran sendiri dalam mengistinbathkan hukum1. Pokok-pokok pikiran Imam Al-Syafi'i terbentuk setelah beliau kembali ke Makkah, kemudian dikembangkannya di Iraq dan Mesir. Berbeda dengan Imam Hanafi dan Imam Malik, Imam Syafi'i mensistematisasikan dasar pikirannya dalam Kitab Al-Risalah, yang dikenal sebagai kitab ushul fiqh yang pertama.2
Dalam makalah ini kita mencoba membahas tentang ushul fiqh sebelum kitab Al-Risalah, Gambaran singkal terhadap kitab ini, kritik terhadapnya serta bandingan dengan ushul fiqh terkemudian.

A. USHUL FIQH SEBELUM KITAB AL-RISALAH
Sebelum mencuatnya Imam Syafi'i yang dikenal sebagai pelopor atau perintis ilmu ushul fiqh, sebenamya telah ada teori-teori ushul fiqh pada mazhab-mazhab awal meskipun belum dinamakan dengan ushul tiqh dan tidak sesistimatis sebagaimana yang disusun oleh Imam Syafi'i. gagasan-gagasan teori mereka tersebut merupakan tradisi yang berkembang pada masing-masing yang mewakili masing-masing mazhab tersebut.Mazhab-mazhab tersebut yang terbanyak kita ketahui adalah mazhab yang berasal dari Kuffah dan Basrah di Iraq dan mazhab yang berkembang di Madinah dan hlakkah di Hijaz, serla mazhab yang berasal dari Syria.3
Mazhab-mazhab awal telah mensitematisasikan hukum, masing-masing dalam millieu khusus daerahnya sendiri dan tentu saja diantara mereka terdapat perbedaan-perbedaan, tetapi perbedaan-perbedaan tersebut menyangkut hal-hal yang pokok, melainkan sekedar detil-detil dalam persoalan hukum.4
Al-Razi mengatakan bahwa sebelum Imam Al-Syafi’i telah ada yang membahas tentang ushul fiqh, mereka berargumentasi dan mempertimbangkan, namun mereka tidak mempunyai aturan-aturan yang sepurna  dan mereka hanya mengetahui serta mentarjihkannya. Maka Al-Syafi’i mengistimbathkan ilmu ushul fiqh dan meletakkan aturan-aturan yang lengkap sebagai rujukan dalam mengetahui aturan-aturan syara’. Maka ditetapkanlah Al-Syafi’i itu dinisbahkan kepada ilmu syara’ sebagaimana Aristoteles dinisbahkan kepada ilmu rosionalitas.5
Pada masa Al-syafi’i, yaitu akhis abad ke-2 H teori-teori hukum mulai berkembang, dimana Al-syafi’i membawa wacana baru dalam perkembangan teori hukum. Beliau mempelajari Al-Qur’an dan mengklarifikasikan ayat-ayatnya, ada yang bersifat ‘Am, Khas. Zahir dan ada yang menunjukkan kedalaman makna sebagaimana ditungkan dalam kitabnya Al-Risalah. Disinilah perbedaannya dengan pendahulu-pendahulunya.
Ahmad Hasan melukiskan perbedaan Al-Syafi’i dengan pendahulu-pendahulunya adalah bersifat fundamental dan karenanya ia tidak dapat disejajarkan dengan mazhab awal. Alasannya adalah dengan pengkajian hukum yang dilakukannya secara luas dan perbedaannya dengan para ahli hukum diberbagai daerah, ia lalu merumuskan prinsip-prinsip hukum tertentu yang baru dan dengan teguh mengikutinya. Dokrin-dokrin para pendahulunya yang bertolak belakang dengan teori-teori yang dirumuskanya ditolaknya. 6

B. PENGENALAN TERHADAP AL-RISALAH
Al-Risalah ditulis dua kali, pertama ditulis atas permintaan Abd al-Rahman al mahdiy, salah satu tokoh ahli hadits kenamaan di Hajaz, lahir tahun 135 H, wafat tahun 198 H.7 Ibn Mahdiy yang sebelumnya pernah mendengar Al-Risalah (sebelum dikitabkan) memohon kepada Al-Syafi’i supaya menulis untuknya satu kitab yang berisikan uraian tentang makna-makna Al-Qur’an, hadits-hadits shahih, penjelasan nasikh dan mansukh dalam Al-Qur’an dan Sunnah nabi. Permintaan Ibn mahdiy ini dikabulkan Al-Syafi’i.8
Dalam hal perselisihan tentang kebenaran sejarah Al-Risalah ini, Ahmad Muhammad Syakir Pentahkik yang menjadikan rujukan dalam makalah ini, cenderung berpendpat bahwa Al-Syafi’i ketika itu berada di makkah dan Ibn Mahdiy di Baghdad. Namun terdapat riwayat lain yang menyebutkan bahwa ketika Al-Risalah dikirimkan Al-Syafi’i berada di Baghdag, sementara Ibn al-mahdiy di makkah9. Penulis manaqib Al-Syafi’i mengatakan bahwa Al-Syafi’i menuls kitab Al-Risalah di baghdad ketika ia hijrah ke Mesir ia tulis ulang kitabnya tersebut. Masing-masing kitab ini (yang ditulis di baghdad dan yang di Mesir mengandung ilmu yang banyak10
Para ulama merasa sangat sulit untuk mentarjih pendapat yang bertentangan itu. Akan tetapi bagaimanapun riwayat-riwayat itu berbeda, yang jelas Al-Risalah yang ditulis di baghdad sudah tidakditemukan lagi. Al-Risalah yang ada sekarang adalah Al-Risalah yang baru yang ditulis di Mesir.11
Untuk selanjutnya dalam pemaparan Al-Risalah ini penulis mengambil kitab yang ditahkik oleh Ahmad Muhammad Syakir. Kitab Al-Risalah yang ada sekarang adalah Al-Risalah riwayat Rabi’Ibn Sulaiman, Rabi’ menulis kitab berdasarkan pendekatan oleh Al-Syafi’i sendiri. Apa yang dibacakan Al-Syafi’i untuk dituliskan rabi’ bukan merupakan pembacaan kitab Al-Risalah yang dituliskan sebelumnya, tetapi hasil hafalannya. Ini tercermin dari ucapan Al-Syafi’i sendiri yang mengatakan bahwa telah hilang sebagaian kitab-kitabnya dan apa yang ada yang ia dektekan merupakan hafalan dari kitab-kitab itu. Lalu ia ringkaskan uraian-uraian yang panjang namun tidak menghilangkan isinya.12
Al-Risalah merupakan suatu pembahsan yang berkadar ilmiah tentang ilmu ushul fiqh. Sebagai telah disinggung di atas, Al-Risalah merupakan perintis dalam ilmu ushul fiqh, sekurang-kurangnya, menurut data tertulis yang sampai ke zaman kita. Al-Syafi’i dalam uraiannya berusaha menjelaskan bagaimana seluk-beluk serta kedudukan Al-Qur’an dan As-Sunnah itu, untuk mengetahui beliau merumuskan teori-teori kedua sumber syara’ itu dalam upaya membentuk suatu kerangka landasan berfikir yang sistematis dalam bidang fiqh, serta beberapa rumusan tentang beberapa masalah lain seperti ijma’, istilah dan lain-lain, berikut akan dipaparkan gambaran umum yang termuat dalam kitab Al-Risalah.
1. Al Bayan
Al-Syafi’i memulai pembahsannya dengan al bayan, menurut Al-Syafi’i adalah suatu nama yang merangkum seperangkat makna dan makna-makna itu mempunyai muara yang sama. 13 suatu berita mempunyai seperangkat makna, berita yang sudah diketahui makna-maknanya dipandang berita yang jelas. Secara garis besar kejelasan informasi dari Tuhan itu dapat dilihat dalam beberapa bentuk.
a. terdiri dari ketentuan-ketentuan hukum yang khusus (dapat dicapai hanya dengan melihat nash), misalnya tentang wajibnya shalat puasa, zakat dan haji, dan haramnya zina, minuman keras, daging babi, bangkai dan semua yang haram lainnya.14
b. Meliputi kewajiban-kewajiban tertentu yang perinciannya diterangkan oleh Hadits Rasul, misanya, banyaknya shalat, waktunya dan semua yang berhubungan dengan shalat, kejelasannya diterangkan melalui hadits rasulullah.15
c. Ketentuan-ketentuan hukum yang ditetapkan oleh Rasulullah dan tidak diberikan oleh teks-teks Al-Qur’an. Apa yang ditetapkan rasulullah pada hakikatnya sama dengan yang ditetapkan Allah, karena Allah telah mewajibkan hambanya mengikuti Rasul.16
d. Ketentuan-ketentuan yang diperoleh dari Ijtihad. Tuhan telah mewajibkan hamba_Nya untuk berijtihad 17

2. ‘Am dan khas Dalam Al-Qur’an
Al-Syafi’i mengkaji Al Qur an dan mengklarifikasi pernyataan-pernyataan Al-Qur’an yang ‘Am (umum) dan khas (khusus). Menurut Al-Syafi’i isi Al-Qur’an bila dilihat dari segi’ Am dan khas dapat terjadi beberapa kemungkinan.
a. Ayat-ayat yang umum dimaksudkan umum. 18 diantaranya ayat yang dikemukakan Al-Syafi’i sebagai contoh, firman Allah:

Selengkapnya silahkan download : Kitab Al-Risalah Kelahiran Ushul Fiqh




Jangan Lupa berikan komentar Anda tentang blog ini, ataupun tentang posting ini.
Sejarah  Peradaban Islam “Perkembangan Pemikiran Islam di Indonesia”

Sejarah Peradaban Islam “Perkembangan Pemikiran Islam di Indonesia”

PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Sejak zaman prasejarah, penduduk kepulauan Indonesia dikenal sebagai pelayar-pelayar yang sanggup mengarungi lautan lepas. Sejak awal abad Masehi sudah ada rute-rute pelayaran dan perdagangan antara kepulauan Indonesia dengan berbagai daerah di daratan Asia Tenggara. Wilayah Barat Nusantara dan sekitar Malaka sejak masa kuno merupakan wilayah yang menjadi titik perhatian, terutama karena hasil bumi yang dijual disana menarik bagi para pedagang dan menjadi daerah lintasan penting Cina dan India.

Nah lewat perdagangan tersebut Indonseia dimasuki oleh agama Islam. Masuknya Islam ke daerah-daerah di Indonesia tidak dalam waktu yang bersamaan. Disamping itu, keadaan poltik dan sosial budaya daerah-daerah ketika di datangi Islam juga berlainan.

BAB II
PEMBAHASAN


Pedagangan-pedagangan Muslim asal Arab, Persia dan India juga ada yang sampai kepulauan Indonesia untuk berdagang sejak abad ke-7 M (abad 1 H), ketika Islam pertama kali berkembang di Timur Tengah. Malaka, jauh sebelum ditaklukkan Protugis merupakan pusat utama lalu lintas perdagangan dan pelayaran.
Melalui Malaka, hasil hutan dan rempah-rempah dari seluruh pelosok Nusantara dibawa ke Cina dan India, terutama Gujarat yang melakukan hubungan dagang langsung dengan Malaka pada waktu itu. Dengan demikian, Malaka menjadi mata rantai pelayaran yang penting.
Ada indikator bahwa kapal-kapal Cina pun mengikuti jalan tersebut sesudah abad ke- 9 M, tetapi tidak lama kemudian kapal-kapal tersebut hanya sampai di pantai Barat India. Karena barang-barang yang diperlukan sudah dapat dibeli disini. Kapal-kapal Indonesia juga mengambil bagian dalam perjalanan niaga tersebut. Pada zaman Sriwijaya, pedagang-pedagang Nusantara mengunjungi pelabuhan-pelabuhan Cina dan Pantai Timur Afrika.
Baru pada zaman-zaman berikutnya, penduduk kepulauan ini masuk Islam, bermula dari penduduk pribumi di koloni-koloni pedagang muslin itu. Menjalang abad ke- 13 M, masyarakat muslim sudah ada di Samudra Pasai, Perlak dan Palembang di Sumatra. Di Jawa, makam Fatimah binti Maimun di Leran (Gersik) yang berangka tahun 475 H (1082 M) dan amakam-makam Islam.

A. Kondisi dan Situasi Politik Kerajaan-Kerajaan di Indonesia
Cikal bakal kekuasaan Islam telah dirintis pada periode abad 1-5 H/7-8 M, tetapi semuanya tenggelam dalam Hegemoni Maritim Sriwijaya yang berpusat di Palembang dan kerajaan Hindu-Jawa seperti Singasari dan Majapahit di Jawa Timur. Pada periode ini para pedagang dan mubaliq muslim membentuk komunitas-komunitas Islam.
Mereka memperkenalkan Islam yang mengajarkan toleransi dan persamaan derajat diantara sesama, sementara ajaran Hindu-Jawa menekankan perbedaan derajat manusia. Ajaran Islam ini sangat menarik perhatian penduduk setempat. Karena itu, Islam terbesar di kepulauan Indonesia terhitung cepat, meski dengan damai.
Penyebaran Islam di dunia Melayu (Indonesia) memperhatikan sebuah proses amat menarik yang dpaat dilacak dari apa yang oleh Dr. Taufik Abdullah disebut sebagai Soual Memory (ingatan sosial). Ingatan sosial masyarakat muslin di Ujung Padang mengatakan bahwa mereka di Islamkan oleh tiga datuk dari Minang Kabau. Ingatan sosial masyarakat muslim di Sumbawa (Nusa Tenggara Barat) mengatakan bahwa mereka di Islamkan oleh orang-orang Ujung Padang.
Masuk Islam ke daerah-daerah di Indonesia tidak dalam waktu yang bersamaan. Disamping itu, keadaan poliyik dan sosial budaya daerah-daerah ketika di datangi Islam juga berlainan. Pada abad ke-7 smapai ke-10 M, kerajaan Sriwijaya meluaskan kekuasaannya ke daerah Semenanjung Malaka sampai Kedah. Hal itu erat hubungannya dengan usaha penguasaan Selat Malaka yang merupakan kunci bagi pelayaran dan perdagangan internasional.
Datangnya orang-orang muslim ke daerah sama sekali belum memperlihatkan dampak-dampak politik, karena mereka datang memang hanya untuk pelayaran dan perdagangan. Keterlibatan orang-orang Islam dalam bidang politik bari terlihat pada abad ke-9 M. Ketika mereka terlibat dalam pemberontakan. Petani-petani Cina terhadap kekuasaan T’ang pada masa pemerintahan Kaisar Hi-Tsung (878 – 889 M). Akibat pemberontakan tersebut banyak kaum mulim yang dibunuh.
Kemajuan politik dan ekonomi Sriwijaya berlangsung sampai abad ke- 12 M. Pada akhir abad ke- 12 M, kerajaan ini mulai memasuki masa kemundurannya. Untuk mempertahankan posisi ekonominya, kerajaan Sriwijaya membuat peraturan cukai yang lebih berat bagi kapal-kapal dagang yang singgah ke pelabuhan-pelabuhannya. Akan tetapi, usaha itu tidak mendatangkan keuntungan bagi kerajaan, bahkan justru sebaliknya karena kapal-kapal dagang asing seringkali menyingkir.
Kelemahan Sriwijaya dimanfaatkan pula oleh pedagang-pedagang muslim untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan politik dan pedagangan. Mereka mendukung daerah-daerah yang muncul dan daerah yang menyatakan diri sebagai kerajaan bercorak Islam yaitu kerajaan Samudra Pasai di Pesisir Timur Laut Aceh.

B. Munculnya Pemukiman-Pemukiman Muslim Dikota-Kota Pesisir
Persentuhan antara penduduk pribumi dengan pedagang muslim dari Arab, Persia, dan India memang pertama kali terjadi di daerah Aceh. Kerajaan Samudra Pasai yang didirikan pada pertengahan abat ke- 13 M setelah kerajaan Islam ini berdiri, perkembangan masyarakat muslim di Malaka makin lama makin meluas dan pada awal abad ke -15 M di dini lahir kerajaan Islam kedua di Asia Tenggara.
Berdasarkan berita Tome Plers (1512-1515) dalam suma orientalnya, dapat dikatakan hampir seluruh Pesisir Sumatra adalah Kerajaan Islam, tetapi ada sebagian yang tidak termasuk (menurut berita) yaitu daerah Pelaman Aceh, Sumatra Barat.
Sementara di Jawa proses terjadi pada abad ke- 11 walaupun belum luas tetapi ada terdapat tanda di temukan makam Fatimah binti Maimun dan pada abad ke-13 Islam mengalami kemajuan disebabkan kerajaan Majapahit mencapai puncak kebesarannya.
Pengaruh Islam masuk ke Indonesia bagian Timur, khususnya Maluku, Islam datang sejak abad ke-14, Raja Ternate ke- 12, Molmatea bersahabat karib dengan orang Arab, ini membuktikan sebelum Raja masuk Islam, Islam sudah ada.
Kalimantan Timur di Islamkan sejak tahun 1575, oleh Datuk Ri Badang dan Tunggang Parang, prosesnya setelah Mubaliq (ke 2 Datuk) itu datang ke Kutai setelah orang Makasar masuk Islam.
Sulawesi terutama bagi Selatan, sejak abad ke-15 M, itu masih beragama berhala, sejak abad ke-16, agamanya berubah menjadi Islam, ini disebabkan para pedagang muslim datang dari Malaka, Jawa dan Sumatera. Pada tanggal 22 September 1605 M, Raja Tallo masuk Islam secara resmi.
Proses Islamisasi tidak berhenti dari kerajaan Islam, tetapi terus berlangsung intensif berbagai cara dan saluran.

C. Saluran dan Cara-Cara Islamisasi di Indonesia
a. Saluran Perdagangan
Pada taraf permulaan, saluran islamisasi adalah perdagangan. Kesibukan lalu lintas perdagangan pada abad ke-17 hingga ke-16 M. Membuat pedagang-pedagang muslim (Arab, Persia, India) turut ambil bagian dalam perdagangan dari negeri bagian barat tenggara dan timur benua asia. Saluran islamisasi bangsawan turut serta dalam kegiatan perdagangan. Bahkan mereka menjadi pemilik kapal dan saham.

b. Saluran Perkawinan
Dari sudut ekonomi, para pedagang muslim memiliki status sosial yang lebih baik daripada kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi, terutama putri-putri bangsawan, tertarik untuk menjadi istri saudagar-saudagar itu. Sebelum kawin, mereka di Islamkan lebih dahulu. Setelah mempunyai keturunan lingkungan mereka makin luas. Akhirnya, timbul kampung-kampung, daerah-daerah dan kerajaan-kerajaan muslim.


c. Saluran Tasawuf
Pengajar tasawuf atau sufi, mengajarkan teosofi yang bercampur dengan ajaran yang sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Mereka mahir dalam magis dan diantara sufi ada yang menikah dengan putri-putri bangsawan setempat.

d. Saluran Pendidikan
Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan, baik pesantren maupun pondok yang diselenggarakan oleh guru-guru agama, kiai-kiai dan ulama-ulama. Di pesantren calon ulama, guru agama dan kiai mendapat pendidikan agama. Setelah keluar ia berdakwah ketempat ternetu mengajarkan Islam.

e. Saluran Kesenian
Melalui kesenian yang paling terkenal adalah pertunjukan wayang. Dikatakan, Sunan Kalijaga adalah tokoh yang paling dalam mementaskan wayang. Dia tidak pernah meminta upah pertunjukan, tetapi ia meminta para penonton mengucapkan kalimat syahadat.

f. Saluran Politik
Di Maluku dan Sulawesi Selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam setelah rajanya memeluk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di daerah ini. Di samping itu, baik Sumatra dan Jawa maupun Indonesia bagian Timur, demi kepentingan politik, kerajaan-kerajaan Islam memerangi kerajaan-kerajaan non-Islam.

D. Pembaharuan di Indonesia
Pembaharuan yang dilakukan oleh wahabiyah, Jamaluddin dan Muhammad Abdu serta tokoh-tokoh lainnya bertambah luas dan sampai ke Indonesia, yang pada waktu itu semangat nasionalisme bangsa Indonesia baru tumbuh.
Pengaruh pembaharuan itu diterima baik secara langsung seperti belajar di Mekkah dan Mesir, maupun secara tidak langsung seperti melalui majalah al-urwatul wusqa dan buku-buku yang berisi pembaharuan.
Pertumbuhan dan perkembangan organisasi-organisasi Islam itu di dorong oleh ajaran Islam yang didasari dengan kesadaran umat Islam sendiri untuk membersihkan campur aduknya kehidupan agama dengan unsur-unsur lain, memperbaiki kualitas pendidikan, sosial dan ekonomi sebagai akibat dari penjajahan juga menghadapi aktivitas zending.
Pada tahun 1991 K.H. Ahmad Dahlan mendirikan sebuah sekolah agama yang diberi nama Muhammadiyah, perguruan ini tidak diadakan di surau atau mesjid, tetapi digedung yang menggunakan meja, kursi dan papan tulis, kemudian pad atanggal 19 November 1912 bertepatan dengan 8 Zulhijjah 1330 H. Organisasi Muhammadiyah di bentuk oleh K.H. Ahmad Dahlan.

BAB II
PENUTUP


A. Kesimpulan
• Islam datang melalui beberapa tahapan
a. Melalui perdagangan
b. Melalui pernikahan
c. Melalui politik
d. Melalui pendidikan
• Proses islamisasi tidak secara langsung diterima, tetapi proses islamisasi dilakukan/dianut raja terlebih dahulu, setelah raja menganut semua masyarakat ikut.
• Untuk mempertahankan Islam K.H. Ahmad Dahlan mendirikan pesantren dan suatu organisasi yaitu pesantren “Muhammadiyah dan Organisasi Muhammadiyah”

DAFTAR PUSTAKA


Yatim, Badri. “Sejarah Peradaban Islam”. Jakarta: PT. Raja Grafindo. 2001
Asmuni, Yusran. “Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam”. Jakarta: Grafindo. 2001
Harjono, Anwar. “Pemikiran Berwawasan Iman-Islam”. Jakarta: Gema Insani Press. 1995

Lebih lengkap silahkan download Sejarah Peradaban Islam “Perkembangan Pemikiran Islam di Indonesia”

Hadits Sebagai Sumber Ajaran Agama

Hadits Sebagai Sumber Ajaran Agama

PENDAHULUAN


Para pendahulu umat Islam telah sepakat untuk berpegang pada hadis dan menghormatinya. Berpijak pada prinsip inilah maka dalam berbagai persoalan, baik persoalan kecil maupun yang besar selalu dikembalikan kepada Hadis, jika tidak ditemui penjelasan di dalam Al-Qur’an. Di sini mereka tidak lagi membedakan apakah hadis tersebut diriwayatkan oleh banyak orang atau sedikit.

Tetapi di dalam perkembangan selanjutnya, muncul generasi yang mulai mempersoalkan kedudukan hadis. Ada sebagian umat yang menolak hadis secara keseluruhan, dengan alasan Al-Qur’an sudah cukup. Ada juga yang menolak sebagian, khususnya yang ahad, dengan alasan berita yang dikandungnya meragukan. Sebab hadis yang diriwayatkan oleh beberapa orang saja memungkinkan terjadinya kekeliruan. Ada lagi yang menolak hadis ahad, untuk menetapkan persoalan tertentu, seperti persoalan Aqidah. Dan ada juga yang menolak hadis tertentu dalam masalah tertentu, seperti menolak hadis mi’raj nabi saw.
Tulisan singkat ini hendak memaparkan posisi hadis ahad dalam kaitannya sebagai hujjah di dalam agama Islam. Pembahasan ini akan didasarkan kepada dalil-dalil Al-Qur’an dan sunnah, serta pendapat para ulama’. Dan selanjutnya akan dibahas pula implikasi yang ditimbulkan oleh sikap mengabaikan hadis ahad.
Secara bahasa, kata ahad adalah bentuk jama’ dari wahid, yang berarti satu. Berpijak pada makna bahasa maka hadis ahad adalah hadis yang diriwayatkan oleh seorang rawi dari seorang rawi.
Tetapi secara istilah, hadis ahad adalah hadis yang tidak memenuhi kriteria sebagai hadis mutawatir. Sementara itu suatu hadis dikatakan mutawatir apabila diriwayatkan oleh banyak orang sehingga tidak mungkin mereka bersepakat untuk melakukan kedustaan.
Sejauh ini soal batas mutawatir, terdapat perbedan pendapat di kalangan hali hadis. Ada di antaranya yang menyebutkan minimal 40 orang, ada juga yang menyebutkan minimal 10 orang, dan ada yang menyebutkan minimal 4 orang.
Menurut para ahli hadis, hadis ahad dianggap sebagai dhany al-wurud. Artinya secara umum keabsahan bahwa hadis ini berasal dari Rasulullah saw masih diragukan. Pandangan ini berbeda halnya dengan hadis mutawatir yang dianggap qath’iy al-wurud, atau keabsahan hadis dari Rasulullah saw tidak diragukan lagi.
Persoalan Dhanniy al-wurud memang telah menjadi pandangan yang umum di kalangan muhadditsin. Atas dasar pandangan itulah, maka para pakar hadis mengadakan penyelidikan terhadap hadis ahad. Berbagai formula dan kriteria dibuat oleh para ulama’ untuk menyaring sekian banyak hadis, sehingga mereka bisa menentukan dari sekian hadis yang diragukan itu manakah yang mendekati keyakinan. Kalaupun masih tetap dikatakan dhan, masuk ketegori ghalabatu dhan. Hasil dari penyelidikan yang panjang ini para pakar hadis membagi hadis ahad menjadi 3 tingkat, yaitu shahih, hasan dan dha’if.
Hadis ahad dikatakan shahih jika setiap rawi dinilai adil dan dlabith, sanadnya bersambung, tidak ada keganjilan dan tidak ada cacat. Jika kualitas rawi sedikit lebih rendah dari kualitas hadis sahih tetapi criteria yang lain sama, maka hadis itu dinamakan hasan. Tetapi jika tidak memenuhi criteria hadis shahih maupun hasan dinamakan dla’if.
Setelah hadis ditentukan kesashihannya, bila hadis tersebut memenuhi criteria shahih atau hasan maka ia bisa menjadi hujjah dalam masalah agama, baik dalam ushul maupun furu’. Jadi meskipun secara umum hadis ahad dipandang dhanny dari aspek wurudnya, namun jika secara ilmiah telah terbukti kesahihannya maka ia harus diamalkan.

BAB II
PEMBAHASAN


A. Kedudukan Hadis
Seluruh umat Islam, tanpa kecuali telah sepakat bahwa hadis merupakan salah satu sumber ajaran Islam. Ia menempati kedudukannya yang sangat penting setelah Al-Qur’an. Kewajiban mengikuti hadis bagi umat Islam sama wajibnya dengan mengikuti Al-Qur-an. Hal ini karena hadis merupakan mubayyin terhadap Al-Qur’an. Tanpa memahami dan menguasai hadis, siapa pun tidak akan bisa memahami Al-Qur’an. Sebaliknya, siapa pun tidak akan bisa memahami hadis tanpa memahami Al-Qur’an karena Al-Qur’an merupakan dasar hukum pertama, yang di dalamnya berisi garis besar syariat dan hadis merupakan dasar hukum kedua, yang di dalamnya berisi penjabaran dan penjelasan Al-Qur’an. Dengan demikian, antara hadis dan Al-Qur’an memiliki kaitan yang sangat erat, yang satu sama lain tidak bisa dipisah-pisahkan atau berjalan sendiri-sendiri.
Berdasarkan hal tersebut, kedudukan hadis dalam Islam tidak dapat diragukan karena terdapat penegasan yang banyak, baik di dalam Al-Quran maupun dalam hadis Nabi Muhammad SAW seperti diuraikan di bawah ini
1. Dalil Al-Qur’an
Dalam Al-Qur’an banyak terdapat ayat yang menegaskan tentang kewajiban mengikuti Allah yang digandengkan dengan ketaatan mengikuti Rasul-Nya, seperti firman Allah berikut ini:
       •     
Artinya :
Katakanlah, “Taatilah Allah dan Rasul-Nya jika kamu berpaling, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir.” (Q.S. Ali ‘Imran (3):32)

2. Dalil Hadis Rasulullah SAW
Di samping banyak ayat Al-Qur’an yang menjelaskan kewajiban mengikuti semua yang disampaikan Nabi SAW banyak juga hadis Nabi SAW yang menegaskan kewajiban mengikuti ajaran-ajaran yang dibawa oleh Nabi SAW seperti sabda Rasul SAW sebagai berikut:

Artinya:
Aku tinggalkan dua pusaka pada kalian. Jika kalian berpegang kepada keduanya, nicaya tidak akan tersesat, yaitu kitab Allah (Al-Qur’an) an sunnah Rasul-Nya. (H.R. Al-Hakim dari Abu Hurairah

Dalam hadis lain, Rasululah SAW bersabda:

Artinya:
Kalian wajib berpegang teguh dengan Sunahku dan Sunah khulafar-Rasidin yang mendapat petunjuk, berpegang teguhlah kamu sekalian dengannya ...... (H.R. Abu Dawud)

Hadis-hadis tersebut menunjukkan bahwa Nabi SAW diberi Al-Kitab dan Sunnah dan mewajibkan kita berpegang teguh pada keduanya, serta mengambil yang ada pada sunnah seperti mengambil pada AL-Kitab. Masih banyak hadis lainnya yang menegaskan tentang kewajiban mengikuti perinta dan tuntutan Nabi SAW.

3. Ijma’
Seluruh umat Islam telah sepakat untuk mengamalkan hadis. Bahkan, hal itu mereka anggap sejalan dengan memenuhi panggilan Allah SWT dan Rasul-Nya yang tepercaya. Kaum muslimin menerima hadis seperti menerima Al-Qur’an Al-Karim karena berdasarkan penegasan dari Allah SWT bahwa hadis merupakan salah satu sumber ajaran Islam. Allah juga memberikan kesaksian bagi Rasulullah SAW bahwa beliau hanya mengikuti apa yang diwahyukan. Allah SWT berfirman:
                 •              
Artinya:
Katakanlah, “Aku tidak mengatakan kepadamu bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang gaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti, kecuali apa yang diwahyukan kepadaku.
Katakanlah, “Apakah sama orang yang buta dengan orang yang melihat? Maka apakah kamu tidak memikirkan(nya)?” (Q.S. Al-An’am (6):50)

4. Dalil Kehujjahan Hadis Ahad
a. Al-Qur’an
1. Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti.” [Al Hujurat : 6]
Ayat ini memerintahkan untuk memeriksa berita yang berasal dari orang yang kepribadiannya diragukan. Dengan mafhum mukhalafah bisa difahami bahwa berita yang berasal dari orang yang memiliki kepribadian yang meyakinkan adalah sebuah keharusan.
2. Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul-Nya (Sunnahnya).” [An Nisa’ : 59]
Ibnul Qayyim berkata : “Ummat Islam sepakat bahwa mengembalikan kepada Rasulullah saw adalah ketika beliau masih hidup, dan kembali kepada sunnahnya setelah beliau wafat. Mereka pun telah sepakat pula bahwa kewajiban mengembalikan hal ini tidak akan pernah gugur dengan sebab meninggalnya Rasulullah saw. Bila hadits mutawatir dan ahad itu tidak memberikan ilmu dan kepastian (yakin), maka mengembalikan kepadanya itu tidak perlu.”

b. Hadits
1. Rasulullah saw mengutus delegasi kepada raja-raja d berbagai wilayah hanya beberapa orang, yang tidak mencapai angka yang dipersyaratkan untuk ketentuan mutawatir. Seruan kepada para raja adalah seruan untuk beriman. Dalam hal ini maka para utusan membawa berita yang berupa persoalan aqidah. Meski demikian, tidak ada alas an untuk menolak ajakan para utusan ini hanya karena menganggapnya sebagai berita tunggal (khabar ahad) yang tidak meyakinkan.
2. Imam Bukhari meriwayatkan dari Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhu, ia berkata: “Ketika manusia ada di Quba’ menjalankan shalat Shubuh ada orang yang datang kepada mereka, dia berkata sesungguhnya telah diturunkan kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam Al Qur’an pada waktu malam, dan beliau diperintah untuk mengahadap Ka’bah, maka mereka menghadap Ka’bah dan wajah mereka sebelumnya menghadap Syam, kemudian beralih ke Ka’bah.”

Setidaknya ada dua persoalan aqidah yang termuat di dalam hadis tersebut, pertama yaitu penetapan qiblat, dan kedua turunnya ayat al-Qur’an. Tetapi kaum muslimin yang shalat di Quba’ mendengar berita adanya perubahan arah kiblat dari seorang mukmin saja, tanpa memeriksa lebih lanjut mereka memutar shalat mereka menghadap ke Ka’bah. Hadis ini menunjukkan sikap para shahabat yang menerima berita dari seorang saja (hadis ahad).
Penolakan terhadap hadis ahad, meskipun terhadap persoalan tertentu berakibat pada penyingkiran terhadap banyak hadis. Sementara hadis-hadis yang sekian banyak itu memuat berbagai penjelasan dalam urusan agama.
Di antara hal yang terbatalkan karena penolakan terhadap hadis ahad adalah; Keistimewaan Nabi Muhammad saw melebihi semua Nabi as. Syafaatnya yang besar di akhirat. Syafaatnya terhadap umatnya yang melakukan dosa besar. Semua Mu’jizat selain Al Qur’an. Proses permulaan makhluk, sifat Malaikat dan Jin, sifat Neraka dan Surga yang tidak diterangkan dalam Al Qur’an. Pertanyaan Malaikat Munkar dan Nakir di alam kubur. Himpitan kubur terhadap mayit. Jembatan, telaga, dan timbangan amal. Keimanan bahwa Allah swt menetapkan kepada semua manusia akan keselamatannya, sengsaranya, rizkinya, dan matinya ketika masih dalam kandungan ibunya. Keistimewaan Nabi saw seperti Rasulullah saw masuk ke Surga ketika beliau masih hidup dan melihat penduduknya serta hal-hal yang disediakan untuk orang yang bertakwa. Berita kepastian bahwa sepuluh shahabat dijamin masuk Surga. Bagi orang yang melakukan dosa besar tidak kekal selama-lamanya dalam neraka. Tidak Percaya terhadap semua tanda kiamat, seperti keluarnya Imam Mahdi, keluarnya Dajjal, turunnya Nabi Isa as, keluarnya api, munculnya matahari dari barat, dan binatang-binatang, dan lain-lain.
Apakah menyebabkan kekafiran? Ini persoalan yang cukup krusial. Tetapi yang pasti kita tidak perlu menyatakan mereka kafir karena mengabaikan persoalan furu’ aqidah karena kerancuan berfikir mereka. Meskipun demikian, kita tidak ragu untuk mengatakan kelompok yang mengabaikan hadis ahad, sehingga tidak mempercayai furu’ aqidah ini sebagai kelompok yang menyimpang. Meskipun di antara mereka ada ulama’ yang cukup terkenal, toh dalam sejarah juga kita mengenal ulama’-ulama’ yang cukup ternama di dalam sebuah kelompok yang menyimpang, seperti syi’ah, mu’tazilah dan lain-lainnya.

B. Fungsi Hadis Terhadap Al-Qur’an
Sudah kita ketahui bahwa hadis mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam ajaran Islam. Ia menempati posisi kedua setelah Al-Qur’an. Al-Qur’an sebagai sumber ajaran pertama memuat ajaran-ajaran yang bersifat umum (global), yang perlu dijelaskan lebih lanjut dan terperinci. Di sinilah, hadis menduduki dan menmpati fungsinya sebagai sumber ajaran kedua. Ia menjadi penjelas (mubayyin) isi Al-Qur’an. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT
       ••      
Artinya:
Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. Dan kami turunkan kepadamu Al-Qur’an agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan. (Q.S. An-Nahl (16):44)

Dalam hubungan dengan Al-Qur’an, hadis berfungsi sebagai penafsir, pensyarah dan penjelas dari ayat-ayat Al-Qur’an tersebut. Apabila disimpulkan tentang fungsi hadis dalam hubungan dengan Al-Qur’an adalah sebagai berikut.
1. Bayan At-Tafsir
Yang dimaksud dengan bayan at-tafsir adalah menerangkan ayat-ayat yang sangat umum, mujmal, dan musytarak. Fungsi hadis dalam hal ini adalah memberikan perincian (tafsir) dan penafsiran terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang masih mujmal, memberikan taqyid ayat-ayat yang masih muthlaq, dan memberikan takhshish ayat-ayat yang masih umum.

2. Bayan At-Taqrir
Bayan at-taqrir atau sering juga disebut dengan bayan at-ta’kid dan bayan al-itsbat adalah hadis yang berfungsi untuk memperkokoh dan memperkuat pernyataan Al-Qur’an. Dalam hal ini, hadis hanya berfungsi untuk memperkokoh isi kandungan Al-Qur’an. Contoh bayan at-taqrir adalah hadis Nabi SAW yang memperkuat firman Allah Q.S. Al-Baqarah (2):185, yaitu:
....      .....
Artinya:
..... Karena itu, barang siapa yang mempersaksikan pada waktu itu bulan, hendaklah ia berpuasa ..... (Q.S. AL-Baqarah (2):185)

3. Bayan An-Nasakh
Secara bahasa, an-naskh bisa berarti al-ibthal (membatalkan), al-ijalah (menghilangkan), at-tahwil (memindahkan), atau at-tagyir (mengubah).
Para ulama, baik mutaqaddimin maupun muta’akhirin berbeda pendapat dalam mendefenisikan bayan an-naskh. Perbedaan ini terjadi karena perbedaan di antara mereka dalam mendefenisikan kata naskh dari segi kebahasaan.

BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan
Bahwa seluruh umat Islam itu tanpa kecuali telah sepakat atas adanya hadis dan sebagai salah satu sumber ajaran Islam. Karena ia menempati kedudukannya yang sangat penting setelah Al-Qur’an dan seluruh umat Islam wajib mengikutinya karena hadis ini merupakan Mubayyin terhadap Al-Qur’an.

MAU YANG LEBIH LENGKAP BESERTA ARABNYA Hadits Sebagai Sumber Ajaran Agama
Hadits Sebagai Sumber Ajaran AgamaJangan Lupa berikan komentar Anda tentang blog ini, ataupun tentang posting ini.
Qasam Dalam Al-Qur’an

Qasam Dalam Al-Qur’an

Qasam Dalam Al-Qur’an
A. Pendahuluan
Al-Qur’an merupakan kumpulan kalam Allah yang diwahyukan kepada nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril dan merupakan mu’jizat yang terbesar bagi nabi Muhammad SAW, karena Al-Qur’an berbeda dengan mukjizat para rasul-rasul lain. Al-Qur’an mempunyai keunggulan-keunggulan yang membuatnya istimewa dibandingkan dengan kitab suci lainnya, keindahan susunan dan gaya bahasanya yang tiada bandingannya, mustahil manusia dapat membuat susunan yang serupa dengan Al-Qur’an.

Di dalam Al-Qur’an ada kata yang mengandung arti sumpah yang disebut Qasam. Qasam (sumpah) dalam perkataan termasuk salah satu cara memperkuat ungkapan kalimat yang diiringi dengan bukti nyata, sehingga lawan dapat mengakui apa yang semula diingkarinya.
Qasam merupakan salah satu penguat perkataan yang masyhur untuk memantapkan dan memperkuat kebenaran sesuatu di dalam jiwa. Qasam digunakan dalam kalamullah untuk menghilangkan keraguan, melenyapkan kesalahpahaman, membangun argumentasi, menguatkan khabar dan menetapkan hukum dengan cara paling sempurna.


B. Pendahuluan
1. Qasam dalam Al-Qur’an
a. Defenisi dan Modal Qasam
Aqsam adalah bentuk jamak dari qasam yang berarti al-hilf dan al-yamin, yakni sumpah. Shighat asli qasam ialah fi’il atau kata kerja “aqsama” atau “ahlafa” yang di muta’addi (transitif) kan dengan “ba” menjadi muqsam bih (sesuatu yang digunakan untuk bersumpah) kemudian muqsam alaih, yang dinamakan dengan jawab Qasam. Misalnya firman Allah dalam:
                 ••   

“Mereka bersumpah dengan nama Allah, dengan sumpah yang sungguh-sungguh, bahwasanya Allah tidak akan membangkitkan orang yang mati” (Q.S. An-Nahl:38)
Dengan demikian, ad atiga unsur dalam shighat qasam (sumpah) fi’il yang ditransitifkan dengan “ba” muqsam bih dan muqsam alaih.
Oleh karena qasam itu sering dipergunakan dalam percakapan maka ia ringka, yaitu fi’il qasam dihilangkan dan dicukupkan dengan “ba” kemudian “ba” pun diganti dengan “wawu” pada isim zhahir, seperti:
   

“Demi malam, bila menutupi (cahaya siang),” (Q.S. Al-Lail:1)
Dan diganti dengan “ta” pada lafazh jalalah, misalnya:
 •      

“Demi Allah, sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhalamu,” (Q.S. Al-Anbiya’:57)
Namun qasam dengan “ta” ini jarang dipergunakan, sedang yang banyak digunakan ialah “wawu”.
Qasam dan yamin mempunyai makna yang sama. Qasam didefenisikan sebagai “mengikat jiwa (hati) agar tidak melakukan atau melakukan sesuatu, dengan suatu makna yang dipandang besar, agung, baik secara hakiki maupun secara I’tiqadi, oleh orang yang bersumpah itu, sumpah dinamakan juga dengan yamin (tangan kanan), karena orang Arab ketika sedang bersumpah memegang tangan kanan orang yang diajak bersumpah.

b. Faedah Qasam dalam Al-Qur’an
Bahasa Arab mempunyai keistimewaan tersendiri berupa kelembutan ungkapan dan beraneka ragam uslubnya sesuai dengan berbagai tujuannya.
Qasam merupakan salah satu penguat perkataan yang masyhur untuk memantapkan dan memperkuat kebenaran sesuatu di dalam jiwa. Al-Qur’an Al-Karim diturunkan untuk seluruh manusia dan manusia mempunyai sikap yang bermacam-macam terhadapnya. Diantaranya ada yang meragukan, ada yang mengingkari dan adapula yang amat memusuhi, karena itu dipakailah Qasam dalam kalamullah guna menghilangkan keraguan, melenyapkan kesalahpahaman, membangun argumentasi, menguatkan khabar dan menetapkan hukum dengan cara paling sempurna.

c. Jenis-Jenis Sumpah
Qasam ada yang nampak jelas, tegas dan adakalanya tidak jelas (tersirat)
1) Zhahir, ialah sumpah yang didalamnya disebutkan Fi’il qasam dan muqsam bih dan diantaranya ada yang dihilangkan fi’il qasamnya, sebagaimana pada umumnya, karena dicukupkan dengan huruf berupa “ba”, “wawu” dan “ta”.
Dan ada juga yang didahului “la nafy”, seperti:
       •  

“Tidak sekali-sekali, aku bersumpah dengan hari kiamat. Dan tidak sekali-kali aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri). (Q.S. Al-Qiyamah: 1-2)
Sebagian ulama mengatakan “la” di sua tempat ini adalah “la nafy” untuk menafikan sesuatu yang tidak disebutkan yang sesuai dengan konteks sumpah. Ada pula yang mengatakan bahwa “la” tersebut untuk menafikan qasam, seakan-akan ia mengatakan, “aku tidak bersumpah kepadamu dengan hari itu dan nafsu itu, tetapi ada juga yang berpendapat, bahwa “la” tersebut za’idah (tambahan).
2) Mudhmar, yaitu yang didalamnya tidak dijelaskan fi’il qasam dan tidak pula muqsam bih, tetapi ia ditunjukkan oleh “lam taukid” yang masuk kedalam jawab qasam, seperti firman Allah:




d. Qasam dan Syarat
Qasam dan syarat yang menjadi satu dalam suatu kalimat, maka yang menjadi jawab adalah yang lebih dahulu dari keduanya, baik qasam maupun syarat, jawab yang terletak kemudian tidak diperlukan.
Apabila qasam mendahului syarat, maka unsur yang menjadi jawab adalah qasam, dan jawab syarat tidak diperlukan lagi. Misalnya:
          •    

“Jika kamu tidak berhenti, pasti kamu akan dirajam,” (Q.S. Maryam:46)
Pada ayat ini bersatu qasam dan syarat, sebab taqdirnya ialah, “Demi Allah, jika kamu tidak berhenti....” “lam” yang masuk kedalam syarat itu bukanlah “lam” jawab qasam sebagaimana yang terdapat dalam firman Allah:
 •      

“Demi Allah, sungguh aku akan melakukan siasat, strategi terhadap berhala-berhalamu.” (Q.S. Al-Anbiya’: 57).
Tetapi ia adalah “lam” yang masuk ke dalam adatu asy-syarth yang berfungsi sebagai indikator bahwa pernyataan jawab yang sesudahnya adalah untuk sumpah yang sebelumnya, bukan untuk syarat “lam” seperti dinamakan lam mu’dzinah (indikator) dan juga dinamakan lam mauthi’ah (pengantar), karena ia mengatakan atau merintis jawaban bagi qasam.
Lam mauthi’ah ini pada umumnya masuk ke dalam “in syartiyah” tetapi terkadang pula masuk kedalam yang lain. Tidak dapat dikatakan kalimat “syarat” itu adalah jawab bagi qasam yang dikira-kirakan, karena “syarat” tidak bisa menjadi jawab. Sebab jawab haruslah berupa kalimay berita sedangkan “syarat” adalah insya’, bukan kalimat berita. Dengan demikian masuknya qasam “lam mautji’ah” ke dalam syarat tidaklah wajib. Sebab “lam” itu terkadang dihilangkan padahal qasam tetap diperkirakan sebelum syarat.

e. Beberapa Fi’il yang berfungsi sebagai qasam

Apabila qasam berfungsi memperkuat muqsam ‘alaih, maka beberapa fi’il dapat difungsikan sebagai qasam jika konteks kalimatnya menunjukkan makna qasam. Misalnya:
       • ••              

“Dan (ingatlah) ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab (yaitu): hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia ....” (Q.S. Ali Imran: 187)
“Lam” pada “Latubayyinunnahu li an-nasi” adalah “lam qasam” dan kalimat sesudahnya adalah jawab qasam, sebab “akhzu al-mitsaq” bermakna “istihlaf” (mengambil sumpah).



C. Kesimpulan
Bahasa Arab mempunyai keitimewaan tersendiri berupa kelembutan ungkapan dan beraneka ragam uslubnya sesuai dengan berbagai tujuannya. Qasam merupakan salah satu penguat perkataan yang masyhur untuk memantapkan dan memperkuat kebenaran sesuatu di dalam jiwa. Al-Qur’an Al-Karim diturunkan untuk seluruh manusia, dan manusia mempunyai sikap yang bermacam-macam terhadapnya. Diantaranya ada yang meragukan, ada yang mengingkari dan adapula yang amat memusuhi. Karena itu dipakailah Qasam dalam kalamullah guna menghilangkan keraguan, melenyapkan kesalah pahaman, membangun argumentasi, menguatkan khabar dan menetapkan hukum dengan cara paling sempurna.
Ada tiga unsur dalam shighat qasam (sumpah): fi’il yang ditransitifkan dengan “ba” muqsam bih dan muqsam alaih.
Qasam sering dipergunakan dalam percakapan maka ia ringkas, yaitu fi’il qasam dihilangkan dan dicukupkan dengan “ba” kemudian “ba: pun diganti dengan “wawu” pada isim zhahir.
Qasam dengan “ta” jarang dipergunakan, sedang yang banyak digunakan ialah “wawu”.
Qasam dan yamin mempunyai makna yang sama.

DAFTAR PUSTAKA

-----Al-Qur’an dan Terjemahannya, Al-Jumatul ‘Ali, Bandung, 2004.
Al-Qaththan, Manna, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, 2008.
Ash-Shiddieqy, Hasby, Tafsir Al Bajaan. PT. Al-Ma’rif, Bandung, Jilid 1 Th. 1966.

Download artikel ini lebih lengkap: Qasam Dalam Al-Qur’an
Jangan Lupa berikan komentar Anda tentang blog ini, ataupun tentang posting ini.
Back To Top