MASA KEMAJUAN ISLAMI
(650-1000 M)
A. KHILAFAH RASYIDIN
Nabi Muhammad SAW. tidak meninggalkan wasiat tentang siapa yangakan menggantikan beliau sebagai pemimpin politik umat Islam setelah beliau wafat. Beliau tampaknya menyerahkan persoalan tersebut kepada kaum Muslimin sendiri untuk menentukannya. Karena itulah, tidak lama setelah beliau wafatl beliau lagi jenazahnya dimakamkan, sejumlah tokoh Muhajirin dan Anshar berkumpul dibalai kota Bani Sai’dah Madinah.
(650-1000 M)
A. KHILAFAH RASYIDIN
Nabi Muhammad SAW. tidak meninggalkan wasiat tentang siapa yangakan menggantikan beliau sebagai pemimpin politik umat Islam setelah beliau wafat. Beliau tampaknya menyerahkan persoalan tersebut kepada kaum Muslimin sendiri untuk menentukannya. Karena itulah, tidak lama setelah beliau wafatl beliau lagi jenazahnya dimakamkan, sejumlah tokoh Muhajirin dan Anshar berkumpul dibalai kota Bani Sai’dah Madinah.
Mereka musyawarah siapa yang akan dipilih menjadi pemimpin. Musyawarah itu berjalan cukup alot karena masing-masing pihak, baik Muhajirin maupun Anshar, sama-sama merasa berhak menjadi pemimpin umat Islam. Namun dengan semangat ukhuwah Islamiah yang tinggi, akhirnya Abu Bakar terpilih. Rupanya semangat keagamaan Abu Bakar mendapat penghargaan yang tinggi dari umat Islam, sehingga masing-masing pihak menerima dan membaiatnya.
Sebagai pemimpin umat Islam setelah rasul, Abu Bakar disebut Khalifah Rasulillah (pengganti Rasul) yang dalam perkembanga selanjutnya disebut khalifah saja. Khalifah adalah pemimpin yang diangkat sesudah nabi mawaf untuk menggantikan beliau melanjutkan tugas-tugas sebagai pemimpin agama dan kepala pemerintahan.
Abu Bakar menjadi khalifah hanya dua tahun. Pada tahun 634 M ia meninggal dunia. Masa sesingkat ituhabis untuk menyelesaikan persoalan dalam negeri terutama tantangan yang ditimbulkan oleh suku-suku bangsa Arab yang tidakmau tunduk lagi kepada Madinah. Mereka menganggap, bahwa perjanjian yang dibuat dengan Nabi Muhammad, dengan sendirinya batal setelah Nabi wafat. Karena itu, mereka menentang Abu Bakar. Karena sikap keras kepala dan penentangan mereka yang dapat membahayakan agama dan pemerintahan,, Abu Bakar dapat menyelesaikan persoalan ini dengan apa yang disebut Perang Riddah (perang melawan kemurtadan). Khalid ibn Al-Walid adalah jenderal yang banyak berjasa dalam Perang Riddah ini.
Tampaknya, kekuasaan yang dijalankan pada masa khalifah Abu Bakar, sebagaimana pada masa Rasulullah, bersifat sentral; kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif terpusat di tangan khalifah. Selain menjalankan roda pemerintahan,khalifah juga melaksanakan hokum. Meskipun demikian, seperti juga Nabi Muhammad SAW, Abu Bakar selalu mengajak sahabat-sahabat besarnya bermusyawarah.
Abu Bakar meninggal dunia, sementara barisan depan pasukan Islam sedang mengancam Palestina Irak, dan kerajaan Hirah. Ia diganti oleh “tangan kanannya”, Umar ibn Khathab. Ketika Abu Bakar sakit dan merasa ajalnya sudah dekat, ia bermusyawarah dengan para pemuka sahabat, kemudian mengangkat Umar sebagai penggantinya dengan maksud untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan dan perpecahan di kalangan umat Islam. Kebijaksanaan Abu Bakar tersebut ternyata diterima masyarakat yang segera secara beramai-ramai membaiat Umar. Umar menyebut dirinya Khalifah Khalifati Rasululllah (pengganti dari pengganti Rasullullah). Ia juga memperkenalkan istilah Amir al-Mu’minin (komandan orang-orang yang beriman).
Ketika itu wilayah kekuasaan Islam sangat luas. Ekspansi ke negeri-negeri yang sangat jauh dari pusat kekuasaannya dalam waktu tidak lebih dari setengah abad, merupakan kemenangan menakjubkan dari suatu bangsa yang sebelumnya tidak pernah mempunyai pengalaman politik yang memadai. Faktor-faktor yangmenyebabkan ekspansi itu demikian cepat antara lain adalah:
1. Islam, di samping merupakan ajaran yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, juga agama yang mementingkan soal pembentukan masyarakat.
2. Dalam dada para sahabat Nabi tertanam keyakinan tebal tentang kewajiban menyerukan ajaran-ajaran Islam(dakwah) ke seluruh penjuru dunia. Di samping itu, suku-suku bangsa Arab gemar berperang. Semangat dakwah dan kegemaran berperangtersebut membentuk satu kesatuan yang padu dalam diri umat Islam.
3. Bizantium dan Persia, dua kekuatan yang menguasai Timur Tengah pada waktu itu, mulai memasuki masa kemunduran dan kelemahan, baik karena sering terjadi peperangan antara keduanya maupun karena persoalan-persoalan dalam negeri masing-masing.
4. pertentangan aliran agama di wilayah Bizantium mengakibatkan hilangnya kemerdekaan beragama memaksakan aliran yang dianutnya. Mereka juga tidak senang karena pajak yang tinggi untuk biaya peperangan melawan Persia.
5. Islam dating ke daerah-daerah yang dimasukinya dengan sikap simpatik dan toleran tidak memaksa rakyat untuk mengubah agamanya dan masuk Islam.
6. Bangsa Sami di Syria dan Palestina dan bangsa Hami di Mesir memandang bangsa Arab lebih dekat kepada mereka daripada bangsa Eropa, Bizantium yang memerintah mereka.
7. Mesir, Syria dan Irak adalah daerah-daerah yang kaya. Kekayaan itu membantu penguasa Islam untuk membiayai ekspansi ke daerah yang lebih jauh.
B. Khalifah Bani Umayyah
Memasuki masa kekuasaan Muawiyah yang menjadi awal kekuasaan Bani Umayyah, pemerintahan yang bersifat demokratis berubah menjadi monarchiheridetis (kerajaan turun temurun). Kekhalifahan Muawiyah diperoleh melalui kekerasan, diplomasi, dan tipu daya, tidak dengan pemilihan atau suara terbanyak. Suksesi kepemimpinan secara turun temurun dimulai ketika Muawiyah mewajibkan seluruh rakyatnya utnuk menyatakan setia terhadap anaknya, Yazid. Muawiyah bermaksud mencontoh monarchi di Persia dan Bizantium. Dia memang tetap menggunakan istilah khalifah, namun dia memberikan interpretasi baru dari kata-kata itu mengagungkan jabatan tersebut. Dia menyebutnya “khalifah Allah” dalam pengertian “penguasa” yang diangkat oleh Allah.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan dinasti Bani Umayyah lemah dan membawanya kepada kehancuran. Faktor-faktor itu antara lain:
1. Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yangbaru bagi tradisi Arab yang lebih menegakkan aspek senioritas. Pengaturannya tidak jelas. Ketidakjelasan system pergantian khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat di kalangan anggota keluarga istana.
2. Latar belakang terbentuknya dinasti Bani Umayyah tidak bisa dipisahkan dari konflik-konflik politik yang terjadi di masa Ali. Sisa-sisa Syi’ah (para pengikut Ali) dan Khawarij terus mejadi gerakan oposisi, baik secara terbuka, seperti di masa awal dan akhir maupun secara tersembunyi seperti di masa pertengahan kekuasaan Bani Umayyah. Penumpasan terhadap gerakan-gerakan ini banyak menyedot kekuaatan pemerintah.
3. Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, pertentangan etnis antara suku Arabia Utara (Bani Qays) dan Arabia Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam, makin meruncing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa Bani Umayyah mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan. Di samping itu, sebagian besar golongan mawali (non-Arab), terutama di irak dan wilayah bagian Timur lainya merasa tidak puas karena status mawali itu menggambarkan suatu inferioritas ditambah dengan keangkuhan bangsa Arab yang diperlihatkan pada masa Bani Umayyah.
4. Lemahnya pemerintahan daulat Bani Umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup mewah di lingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan. Disamping itu, golongan agama banyak yang kecewa karena perhatian penguasa terhadap perkembangan agama sangat kurang.
5. Penyebab langsung tergulingnya kekuasaan dinasti Bani Umayyah adalah muncunya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan Al-Abbas ibn Al-Muthalib.gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan golongan Syi’ah dan kaum Mawali yang merasa dikelasduakan oleh pemerintahan Bani Umayyah.
C. Khilafah Bani Abbas
Kekuasaan dinasi Bani Abbas atau khilafah Abbasiyah, sebagaimana disebutkan, melanjutkan kekuasaan dinasti Bani Umayyah. Dinamakan khilafah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan Al-Abbas paman Nabi Muhammad SAW. Dinasi Abbasiyah didirikan oleh Abdullah Al-Saffah ibn Muhammad ibn Abdulllah ibn Al-Abbas. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H (750 M0 s.d. 656 H (1258 M). Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, social dan budaya. Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik itu, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbas menjadi lima periode:
1. Periode Pertama (132 H/750 M-232 H/847 M), disebut Periode Pengaruh Persia Pertama.
2. Periode Kedua (232 H/847 M-334 H/945 M0 disebut masa pengaruh Turki pertama.
3. Periode Ketiga (334 H/945 M-447 H/1055 M) masa kekuasaan dinasti Buwaih dalam pemerintahan khalifah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua.
4. Periode Keempat (447 H/1055 M-590 H/1194 M), masa kekuasaan dinasti Bani Seljuk dalam pemerintahan khalifah Abbasiyah, biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua.
5. Periode Kelima (590 H/1194 M-656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Bagdad.
BAB II
MASA KEMUNDURAN
(1250-1500 M)
A. Bangsa Mongol dan Dinasti Ilkhan
Jatuhnya kota Bagdad pada tahun 1258 M ke tangan bangsa Mongol bukan saja mengakhiri khilafah Abbasiyah di sana tetapi juga merupakan awal dari masa kemunduran politik dan peradaban Islam karena Bagdad sebagai pusat kebudayaan dan peradaban Islam yang sangat kaya dengan khazanah ilmu pengetahuan itu ikut pula lenyap dibumihanguskan oleh pasukan Mongol yang dipimpin Hulagu Khan.
Bangsa Mongol berasal dari daerah pegunungan Mongolia, yang membentang dari Asia Tengah sampai ke Siberia Utara,, Tibet Selatan, dan Manchuria Barat serta Turkistan Timur. Nenek moyang mereka bernama Alanja Khan, yang mempunyai dua putra kembar, Tatar dan Mongol. Kedua putra itu melahirkan dua suku bangsa besar, Mongol dan Tartar. Mongol mempunyai anak bernama Ilkhan yangmelahirkan keturunan pemimpin bangsa mongol di kemudian hari.
Kemajuan bangsa Mongol secara besar-besaran terjadi pada masa kepemimpinan Yasugi Bahadur Khan. Ia berhasil menyatukan 13 kelompok suku yang ada pada waktu itu. Setelah Yasugi meninggal, putranya Timujin yang masih berusia 13 tahun tampil sebagai pemimpin. Dalam waktu 30 tahun, ia berusaha memperkuat angkatan perangnya dengan menyatukan bangsa Mongol dengan suku bangsa lain, sehingga menjadi satu pasukan yang teratur dan tangguh. Pada tahun 1206 M, ia mendapat gelar Jengis Khan, Raja Yang Perkasa. Ia menetapkan suatu undang-undang yang disebutnya Alyasak atau Alyasah, untuk mengatur kehidupan rakyatnya. Wanita mempunyai kewajiban yang sama dengan laki-laki dalam kemiliteran. Pasukan perang dibagi dalam beberapa kelompok besar-kecil, seribu, dua ratus dan sepuluh orang. Tiap-tiap kelompok dipimpin oleh seorang komandan.
Pada saat kondisi fisiknya mulai lemah Jengis Khan membagi wilayah kekuasaannya menjadi empat bagian kepada empat orang putranya, yaitu Juchi, Chagatai, Ogotai, dan Tuli. Chagatai berusaha menguasai kembali daerah-daerah Islam yang pernah ditaklukan dan berhasil merebut Illi, Ferghana, Ray, Hamazan, dan Azerbaijan. Sulthan Khawarizm, Jalal Al-Din berusaha keras membendung serangan tentara Mongol namun Khawarizm tidak sekuat dulu. Sultan melarikan diri. Di sebuah daerah pegunungan ia dibunuh oleh seorang Kurdi. Dengan demikian, berakhirlah kerajaan Khawarizm. Kematian Sultan Khawarizmsyah itu membuka jalan bagi Chagatai untuk melebarkan sayap kekuasaannya dengan lebih leluasa.
B. Serangan-serangan Timur Lenk
Setelah lebih dari satu abad umat Islam menderita dan berusaha bangkit dari kehancuran akibat serangan bangsa Mongol di bawah Hulagu Khan, malapeteka yang tidak kurang dahsyatnya datang kembali yaitu serangan yang juga dari keturunan bangsa Mongol. Berbeda dari Hulagu Khan dan keturunannya pada dinasti Ilkhan, penyerang kali ini sudah masuk Islam tetapi sisa-sisa kebiadaban dan kekejaman masih melekat kuat. Serangan itu dipimpin oleh Timur Lenk yang berarti Timur si Pincang.
Sejak usia masih sangat muda, keberanian dan keperkasaannya yang luar biasa sudah terlihat. Ia sering diberi tugas untuk menjinakkan kuda-kuda liar . Sewaktu berumur 12 tahun, ia sudah terlibat dalam banyak peperangan dan menunjukkan kehebatan serta keberanian yang mengangkat dan menharumkan namanya di kalangan bangsanya. Akan tetapi, baru setelah ayahnya meninggal, sejarah keperkasaannya bermula. Setelah Jagatai wafat, masing-masing Amir melepaskan diri dari pemerintahan pusat. Timur Lenk mengabdikan diri pada Gubernur Transoxiana, Amir Qazaghan. Ketika Qazaghan meninggal dunia, datang serbuan dari Tughluq Temur Khan, pemimpin Moghulistan, yang menjarah dan menduduki Transoxiana. Timur Lenk bangkit memimpin perlawanan untuk membela nasib kaumnya yang tertindas. Tughlug Temur setelah melihat keberanian dan kehebatan Timur menawaran kepadanya jabatan Gubernur di negeri kelahirannya. Tawaran itu diterima. Akan tetapi setahun setelah Timur Lenk diangkat menjadi gubernur, tahun 1361 M Tughluq Temur mengangkat putranya, Ilyas Khoja menjadi gubernur Samarkand dan Timur Lenk menjadi wazirnya. Tentu saja Timur Lenk menjadi berang. Ia segera bergabung dengan cucu Qazaghan, Amir Husain mengangkat senjata memberontak terhadap Tughluq Temur.
Setelah Timur Lenk meninggal, dua orang anaknya, Muhammad Jehanekir dan Khalil berperang memperebutkan kekuasaan. Khalil (1404-1405 M0 keluar sebagai pemenang. Akan tetapi, ia hidup berfoya-foya menghabiskan kekayaan yang ditinggalkan ayahnya. Karena itu, saudaranya yang lain, Syah Rukh (1405-1447 M), merebut kekuasaan dari tangannya. Syah Rukh berusaha mengembalikan wibawa kerajaan. Ia seorang raja yang adil dan lemah lembut. Setelah wafat, ia diganti oleh anaknya Ulugh Bey (1447-1449 M), seorang raja yang alim dan sarjana ilmu pasti. Namun, masa kekuasaannya tidak lama. Dua tahun setelah berkuasa ia dibunuh oleh anaknya yang haus kekuasaan, Abd Al-Latif (1449-1450 M). Raja besar dinasti Timuriyah yang terakhir adalah Abu Sa’id (1452-1469 M0. Pada masa inilah kerajaan mulai terpecah belah. Wilayah kerajaan yang luas itu diperebutkan oleh dua suku Turki yang baru muncul ke permukaan, Kara Koyunlu(domba hitam) dan Ak Koyunlu (domba putih). Abu Sa’id sendiri terbunuh ketika bertempur melawan Uzun Hasan, penguasa Ak Koyunlu.
C. Dinasti Mamalik Di Mesir
Kalau ada negeri Islam yang selamat dari kehancuran akibat serangan-serangan bangsa Mongol baik serangan Hulagu Khan maupun Timur Lenk, maka negeri itu adalah Mesir yang ketika itu berada di bawah kekuasaan dinasti Mamalik. Karena, negeri ini terhindar dari kehancuran maka persambungan perkembangan peradaban dengan masa klasik relative terlihat dan beberapa di antara prestasi yang pernah dicapai pada masa klasik bertahan di Mesir. Walaupun demikian kemajuan yang dicapai oleh dinasti ini, masih dibawah prestasi yang pernah dicapai oleh umat Islam pada masa klasik. Hal itu mungkin karena metode berpikir tradisional sudah tertanam sangat kuat sejak bekembangnya aliran teolofi ‘Asy’ariyah, filsafat mendapat kecaman sejak pemikiran Al-Ghazali mewarnai pemikiran mayoritas umat Islam dan yang lebih penting lagi adalah karena Bagdad dengan fasilitas-fasilitas ilmiahnya yang banyak memberi inspirasi ke pusat-pusat peradaban Islam, hancur.
Ketika Al-Malik Al-Salih meninggan (1249 M) anaknya, Turansyah naik tahta sebagai Sultan. Golongan Mamalik merasa terancam karena Turansyah lebih dekat kepada tentara asal Kurdi daripada mereka. Pada tahun 1250 M, Mamalik di bawah pimpinan Aybak dan baybars berhasil membunuh Turansyah. Istri Al-Malik Al-Salih, Syajarah Al-Durr, seorang yang juga berasal dari kalangan Mamalik berusaha mengambil kendali pemerintah, sesuai dengan kesepakatan golongan Mamalik. Kepemimpinan Syajaruh Al-Durr berlangsung sekitar tiga bulan. Ia kemudian kawin dengan seorang tokoh Mamalik bernama Aybak dan menyerahkan tampuk kepemimpinan kepadanya sambil berharap dapat terus berkuasa di belakang tabir. Akan tetapi segera setelah itu Aybah membunuh Syajarah Al-Durr dan mengambil sepenuhnya kendali pemerintahan. Pada mulanya, Aybak mengangkat seorang keturunan penguasa Ayyubiyah bernama Musa sebagai Sultan “syar’i” (formal) di samping dirinya yang bertindak sebagai penguasa sebenarnya. Namun, Musa akhinrya dibunuh oleh Aybak. Ini merupakan akhir dari dinasti Ayyubiyah di Mesir dan awal dari kekuasaan dinasti Mamalik.
Dinasti Mamalik juga banyak mengalami kemajuan di bidang arsitektur. Banyak arsitek didatangan ke Mesir untuk membangun sekolah-sekolah dan masjid-masjid yang indah. Bangunan-banguan lain yang didirikan pada masa ini di antaranya adalah, rumah sakit, museum perpustakaan, vila-vila, kubah dan menara masjid.
Kemajuan-kemajuan itu tercapai berkat kepribadian dan wibawa Sultan yang tinggi, solidaritas sesama militer yang kuat dan stabilitas Negara yang aman dari gangguan. Akan tetapi, ketika faktor-faktor tersebut menghilang, dinasti Mamalik sedikit demi sedikit mengalami kemunduran. Semenjak masuknya budak-budak dari Sirkasia yang kemudian dikenal dengan nama Mamluk Burji, yang untuk pertama kalinya dibawa oleh Qalawun, solidaritas antarsesama militer menurun, terutama setelah Mamluk Burji berkuasa. Banyak penguasa Mamluk Burji yang bermoral rendah dan tidak menyukai ilmu pengetahuan. Kemewahan dan kebiasaan berfoya-foya di kalangan penguasa menyebabkan pajak dinaikkan. Akibatnya, semangat kerja rakyat menurun dan perekonomian negate tidak stabil. Di samping, ditemukannyaTanjung Harapan oleh Eropa melalui Mesir menurun fungsinya. Kondisi ini perparah oleh datangnya kemarau panjang dan berjangkintya wabah penyakit.
Di pihak lain, suatu kekuatan politik baru yang besar muncul sebagai tantangan bagi Mamalik yaitu kerajaan Usmani. Kerajaan inilah yang mengakhiri riwayat Mamalik di Mesir. Dinasti Mamalik kalah melawan pasukan Usmani dalam pertempuran menentukan di luar kota Kair tahun
1517 M. sejak itu wilayah Mesir berada di bawah kekuasaan kerajaan Usmani sebagai salah satu provinsinya.
Sebagai pemimpin umat Islam setelah rasul, Abu Bakar disebut Khalifah Rasulillah (pengganti Rasul) yang dalam perkembanga selanjutnya disebut khalifah saja. Khalifah adalah pemimpin yang diangkat sesudah nabi mawaf untuk menggantikan beliau melanjutkan tugas-tugas sebagai pemimpin agama dan kepala pemerintahan.
Abu Bakar menjadi khalifah hanya dua tahun. Pada tahun 634 M ia meninggal dunia. Masa sesingkat ituhabis untuk menyelesaikan persoalan dalam negeri terutama tantangan yang ditimbulkan oleh suku-suku bangsa Arab yang tidakmau tunduk lagi kepada Madinah. Mereka menganggap, bahwa perjanjian yang dibuat dengan Nabi Muhammad, dengan sendirinya batal setelah Nabi wafat. Karena itu, mereka menentang Abu Bakar. Karena sikap keras kepala dan penentangan mereka yang dapat membahayakan agama dan pemerintahan,, Abu Bakar dapat menyelesaikan persoalan ini dengan apa yang disebut Perang Riddah (perang melawan kemurtadan). Khalid ibn Al-Walid adalah jenderal yang banyak berjasa dalam Perang Riddah ini.
Tampaknya, kekuasaan yang dijalankan pada masa khalifah Abu Bakar, sebagaimana pada masa Rasulullah, bersifat sentral; kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif terpusat di tangan khalifah. Selain menjalankan roda pemerintahan,khalifah juga melaksanakan hokum. Meskipun demikian, seperti juga Nabi Muhammad SAW, Abu Bakar selalu mengajak sahabat-sahabat besarnya bermusyawarah.
Abu Bakar meninggal dunia, sementara barisan depan pasukan Islam sedang mengancam Palestina Irak, dan kerajaan Hirah. Ia diganti oleh “tangan kanannya”, Umar ibn Khathab. Ketika Abu Bakar sakit dan merasa ajalnya sudah dekat, ia bermusyawarah dengan para pemuka sahabat, kemudian mengangkat Umar sebagai penggantinya dengan maksud untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan dan perpecahan di kalangan umat Islam. Kebijaksanaan Abu Bakar tersebut ternyata diterima masyarakat yang segera secara beramai-ramai membaiat Umar. Umar menyebut dirinya Khalifah Khalifati Rasululllah (pengganti dari pengganti Rasullullah). Ia juga memperkenalkan istilah Amir al-Mu’minin (komandan orang-orang yang beriman).
Ketika itu wilayah kekuasaan Islam sangat luas. Ekspansi ke negeri-negeri yang sangat jauh dari pusat kekuasaannya dalam waktu tidak lebih dari setengah abad, merupakan kemenangan menakjubkan dari suatu bangsa yang sebelumnya tidak pernah mempunyai pengalaman politik yang memadai. Faktor-faktor yangmenyebabkan ekspansi itu demikian cepat antara lain adalah:
1. Islam, di samping merupakan ajaran yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, juga agama yang mementingkan soal pembentukan masyarakat.
2. Dalam dada para sahabat Nabi tertanam keyakinan tebal tentang kewajiban menyerukan ajaran-ajaran Islam(dakwah) ke seluruh penjuru dunia. Di samping itu, suku-suku bangsa Arab gemar berperang. Semangat dakwah dan kegemaran berperangtersebut membentuk satu kesatuan yang padu dalam diri umat Islam.
3. Bizantium dan Persia, dua kekuatan yang menguasai Timur Tengah pada waktu itu, mulai memasuki masa kemunduran dan kelemahan, baik karena sering terjadi peperangan antara keduanya maupun karena persoalan-persoalan dalam negeri masing-masing.
4. pertentangan aliran agama di wilayah Bizantium mengakibatkan hilangnya kemerdekaan beragama memaksakan aliran yang dianutnya. Mereka juga tidak senang karena pajak yang tinggi untuk biaya peperangan melawan Persia.
5. Islam dating ke daerah-daerah yang dimasukinya dengan sikap simpatik dan toleran tidak memaksa rakyat untuk mengubah agamanya dan masuk Islam.
6. Bangsa Sami di Syria dan Palestina dan bangsa Hami di Mesir memandang bangsa Arab lebih dekat kepada mereka daripada bangsa Eropa, Bizantium yang memerintah mereka.
7. Mesir, Syria dan Irak adalah daerah-daerah yang kaya. Kekayaan itu membantu penguasa Islam untuk membiayai ekspansi ke daerah yang lebih jauh.
B. Khalifah Bani Umayyah
Memasuki masa kekuasaan Muawiyah yang menjadi awal kekuasaan Bani Umayyah, pemerintahan yang bersifat demokratis berubah menjadi monarchiheridetis (kerajaan turun temurun). Kekhalifahan Muawiyah diperoleh melalui kekerasan, diplomasi, dan tipu daya, tidak dengan pemilihan atau suara terbanyak. Suksesi kepemimpinan secara turun temurun dimulai ketika Muawiyah mewajibkan seluruh rakyatnya utnuk menyatakan setia terhadap anaknya, Yazid. Muawiyah bermaksud mencontoh monarchi di Persia dan Bizantium. Dia memang tetap menggunakan istilah khalifah, namun dia memberikan interpretasi baru dari kata-kata itu mengagungkan jabatan tersebut. Dia menyebutnya “khalifah Allah” dalam pengertian “penguasa” yang diangkat oleh Allah.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan dinasti Bani Umayyah lemah dan membawanya kepada kehancuran. Faktor-faktor itu antara lain:
1. Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yangbaru bagi tradisi Arab yang lebih menegakkan aspek senioritas. Pengaturannya tidak jelas. Ketidakjelasan system pergantian khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat di kalangan anggota keluarga istana.
2. Latar belakang terbentuknya dinasti Bani Umayyah tidak bisa dipisahkan dari konflik-konflik politik yang terjadi di masa Ali. Sisa-sisa Syi’ah (para pengikut Ali) dan Khawarij terus mejadi gerakan oposisi, baik secara terbuka, seperti di masa awal dan akhir maupun secara tersembunyi seperti di masa pertengahan kekuasaan Bani Umayyah. Penumpasan terhadap gerakan-gerakan ini banyak menyedot kekuaatan pemerintah.
3. Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, pertentangan etnis antara suku Arabia Utara (Bani Qays) dan Arabia Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam, makin meruncing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa Bani Umayyah mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan. Di samping itu, sebagian besar golongan mawali (non-Arab), terutama di irak dan wilayah bagian Timur lainya merasa tidak puas karena status mawali itu menggambarkan suatu inferioritas ditambah dengan keangkuhan bangsa Arab yang diperlihatkan pada masa Bani Umayyah.
4. Lemahnya pemerintahan daulat Bani Umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup mewah di lingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan. Disamping itu, golongan agama banyak yang kecewa karena perhatian penguasa terhadap perkembangan agama sangat kurang.
5. Penyebab langsung tergulingnya kekuasaan dinasti Bani Umayyah adalah muncunya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan Al-Abbas ibn Al-Muthalib.gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan golongan Syi’ah dan kaum Mawali yang merasa dikelasduakan oleh pemerintahan Bani Umayyah.
C. Khilafah Bani Abbas
Kekuasaan dinasi Bani Abbas atau khilafah Abbasiyah, sebagaimana disebutkan, melanjutkan kekuasaan dinasti Bani Umayyah. Dinamakan khilafah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan Al-Abbas paman Nabi Muhammad SAW. Dinasi Abbasiyah didirikan oleh Abdullah Al-Saffah ibn Muhammad ibn Abdulllah ibn Al-Abbas. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H (750 M0 s.d. 656 H (1258 M). Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, social dan budaya. Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik itu, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbas menjadi lima periode:
1. Periode Pertama (132 H/750 M-232 H/847 M), disebut Periode Pengaruh Persia Pertama.
2. Periode Kedua (232 H/847 M-334 H/945 M0 disebut masa pengaruh Turki pertama.
3. Periode Ketiga (334 H/945 M-447 H/1055 M) masa kekuasaan dinasti Buwaih dalam pemerintahan khalifah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua.
4. Periode Keempat (447 H/1055 M-590 H/1194 M), masa kekuasaan dinasti Bani Seljuk dalam pemerintahan khalifah Abbasiyah, biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua.
5. Periode Kelima (590 H/1194 M-656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Bagdad.
BAB II
MASA KEMUNDURAN
(1250-1500 M)
A. Bangsa Mongol dan Dinasti Ilkhan
Jatuhnya kota Bagdad pada tahun 1258 M ke tangan bangsa Mongol bukan saja mengakhiri khilafah Abbasiyah di sana tetapi juga merupakan awal dari masa kemunduran politik dan peradaban Islam karena Bagdad sebagai pusat kebudayaan dan peradaban Islam yang sangat kaya dengan khazanah ilmu pengetahuan itu ikut pula lenyap dibumihanguskan oleh pasukan Mongol yang dipimpin Hulagu Khan.
Bangsa Mongol berasal dari daerah pegunungan Mongolia, yang membentang dari Asia Tengah sampai ke Siberia Utara,, Tibet Selatan, dan Manchuria Barat serta Turkistan Timur. Nenek moyang mereka bernama Alanja Khan, yang mempunyai dua putra kembar, Tatar dan Mongol. Kedua putra itu melahirkan dua suku bangsa besar, Mongol dan Tartar. Mongol mempunyai anak bernama Ilkhan yangmelahirkan keturunan pemimpin bangsa mongol di kemudian hari.
Kemajuan bangsa Mongol secara besar-besaran terjadi pada masa kepemimpinan Yasugi Bahadur Khan. Ia berhasil menyatukan 13 kelompok suku yang ada pada waktu itu. Setelah Yasugi meninggal, putranya Timujin yang masih berusia 13 tahun tampil sebagai pemimpin. Dalam waktu 30 tahun, ia berusaha memperkuat angkatan perangnya dengan menyatukan bangsa Mongol dengan suku bangsa lain, sehingga menjadi satu pasukan yang teratur dan tangguh. Pada tahun 1206 M, ia mendapat gelar Jengis Khan, Raja Yang Perkasa. Ia menetapkan suatu undang-undang yang disebutnya Alyasak atau Alyasah, untuk mengatur kehidupan rakyatnya. Wanita mempunyai kewajiban yang sama dengan laki-laki dalam kemiliteran. Pasukan perang dibagi dalam beberapa kelompok besar-kecil, seribu, dua ratus dan sepuluh orang. Tiap-tiap kelompok dipimpin oleh seorang komandan.
Pada saat kondisi fisiknya mulai lemah Jengis Khan membagi wilayah kekuasaannya menjadi empat bagian kepada empat orang putranya, yaitu Juchi, Chagatai, Ogotai, dan Tuli. Chagatai berusaha menguasai kembali daerah-daerah Islam yang pernah ditaklukan dan berhasil merebut Illi, Ferghana, Ray, Hamazan, dan Azerbaijan. Sulthan Khawarizm, Jalal Al-Din berusaha keras membendung serangan tentara Mongol namun Khawarizm tidak sekuat dulu. Sultan melarikan diri. Di sebuah daerah pegunungan ia dibunuh oleh seorang Kurdi. Dengan demikian, berakhirlah kerajaan Khawarizm. Kematian Sultan Khawarizmsyah itu membuka jalan bagi Chagatai untuk melebarkan sayap kekuasaannya dengan lebih leluasa.
B. Serangan-serangan Timur Lenk
Setelah lebih dari satu abad umat Islam menderita dan berusaha bangkit dari kehancuran akibat serangan bangsa Mongol di bawah Hulagu Khan, malapeteka yang tidak kurang dahsyatnya datang kembali yaitu serangan yang juga dari keturunan bangsa Mongol. Berbeda dari Hulagu Khan dan keturunannya pada dinasti Ilkhan, penyerang kali ini sudah masuk Islam tetapi sisa-sisa kebiadaban dan kekejaman masih melekat kuat. Serangan itu dipimpin oleh Timur Lenk yang berarti Timur si Pincang.
Sejak usia masih sangat muda, keberanian dan keperkasaannya yang luar biasa sudah terlihat. Ia sering diberi tugas untuk menjinakkan kuda-kuda liar . Sewaktu berumur 12 tahun, ia sudah terlibat dalam banyak peperangan dan menunjukkan kehebatan serta keberanian yang mengangkat dan menharumkan namanya di kalangan bangsanya. Akan tetapi, baru setelah ayahnya meninggal, sejarah keperkasaannya bermula. Setelah Jagatai wafat, masing-masing Amir melepaskan diri dari pemerintahan pusat. Timur Lenk mengabdikan diri pada Gubernur Transoxiana, Amir Qazaghan. Ketika Qazaghan meninggal dunia, datang serbuan dari Tughluq Temur Khan, pemimpin Moghulistan, yang menjarah dan menduduki Transoxiana. Timur Lenk bangkit memimpin perlawanan untuk membela nasib kaumnya yang tertindas. Tughlug Temur setelah melihat keberanian dan kehebatan Timur menawaran kepadanya jabatan Gubernur di negeri kelahirannya. Tawaran itu diterima. Akan tetapi setahun setelah Timur Lenk diangkat menjadi gubernur, tahun 1361 M Tughluq Temur mengangkat putranya, Ilyas Khoja menjadi gubernur Samarkand dan Timur Lenk menjadi wazirnya. Tentu saja Timur Lenk menjadi berang. Ia segera bergabung dengan cucu Qazaghan, Amir Husain mengangkat senjata memberontak terhadap Tughluq Temur.
Setelah Timur Lenk meninggal, dua orang anaknya, Muhammad Jehanekir dan Khalil berperang memperebutkan kekuasaan. Khalil (1404-1405 M0 keluar sebagai pemenang. Akan tetapi, ia hidup berfoya-foya menghabiskan kekayaan yang ditinggalkan ayahnya. Karena itu, saudaranya yang lain, Syah Rukh (1405-1447 M), merebut kekuasaan dari tangannya. Syah Rukh berusaha mengembalikan wibawa kerajaan. Ia seorang raja yang adil dan lemah lembut. Setelah wafat, ia diganti oleh anaknya Ulugh Bey (1447-1449 M), seorang raja yang alim dan sarjana ilmu pasti. Namun, masa kekuasaannya tidak lama. Dua tahun setelah berkuasa ia dibunuh oleh anaknya yang haus kekuasaan, Abd Al-Latif (1449-1450 M). Raja besar dinasti Timuriyah yang terakhir adalah Abu Sa’id (1452-1469 M0. Pada masa inilah kerajaan mulai terpecah belah. Wilayah kerajaan yang luas itu diperebutkan oleh dua suku Turki yang baru muncul ke permukaan, Kara Koyunlu(domba hitam) dan Ak Koyunlu (domba putih). Abu Sa’id sendiri terbunuh ketika bertempur melawan Uzun Hasan, penguasa Ak Koyunlu.
C. Dinasti Mamalik Di Mesir
Kalau ada negeri Islam yang selamat dari kehancuran akibat serangan-serangan bangsa Mongol baik serangan Hulagu Khan maupun Timur Lenk, maka negeri itu adalah Mesir yang ketika itu berada di bawah kekuasaan dinasti Mamalik. Karena, negeri ini terhindar dari kehancuran maka persambungan perkembangan peradaban dengan masa klasik relative terlihat dan beberapa di antara prestasi yang pernah dicapai pada masa klasik bertahan di Mesir. Walaupun demikian kemajuan yang dicapai oleh dinasti ini, masih dibawah prestasi yang pernah dicapai oleh umat Islam pada masa klasik. Hal itu mungkin karena metode berpikir tradisional sudah tertanam sangat kuat sejak bekembangnya aliran teolofi ‘Asy’ariyah, filsafat mendapat kecaman sejak pemikiran Al-Ghazali mewarnai pemikiran mayoritas umat Islam dan yang lebih penting lagi adalah karena Bagdad dengan fasilitas-fasilitas ilmiahnya yang banyak memberi inspirasi ke pusat-pusat peradaban Islam, hancur.
Ketika Al-Malik Al-Salih meninggan (1249 M) anaknya, Turansyah naik tahta sebagai Sultan. Golongan Mamalik merasa terancam karena Turansyah lebih dekat kepada tentara asal Kurdi daripada mereka. Pada tahun 1250 M, Mamalik di bawah pimpinan Aybak dan baybars berhasil membunuh Turansyah. Istri Al-Malik Al-Salih, Syajarah Al-Durr, seorang yang juga berasal dari kalangan Mamalik berusaha mengambil kendali pemerintah, sesuai dengan kesepakatan golongan Mamalik. Kepemimpinan Syajaruh Al-Durr berlangsung sekitar tiga bulan. Ia kemudian kawin dengan seorang tokoh Mamalik bernama Aybak dan menyerahkan tampuk kepemimpinan kepadanya sambil berharap dapat terus berkuasa di belakang tabir. Akan tetapi segera setelah itu Aybah membunuh Syajarah Al-Durr dan mengambil sepenuhnya kendali pemerintahan. Pada mulanya, Aybak mengangkat seorang keturunan penguasa Ayyubiyah bernama Musa sebagai Sultan “syar’i” (formal) di samping dirinya yang bertindak sebagai penguasa sebenarnya. Namun, Musa akhinrya dibunuh oleh Aybak. Ini merupakan akhir dari dinasti Ayyubiyah di Mesir dan awal dari kekuasaan dinasti Mamalik.
Dinasti Mamalik juga banyak mengalami kemajuan di bidang arsitektur. Banyak arsitek didatangan ke Mesir untuk membangun sekolah-sekolah dan masjid-masjid yang indah. Bangunan-banguan lain yang didirikan pada masa ini di antaranya adalah, rumah sakit, museum perpustakaan, vila-vila, kubah dan menara masjid.
Kemajuan-kemajuan itu tercapai berkat kepribadian dan wibawa Sultan yang tinggi, solidaritas sesama militer yang kuat dan stabilitas Negara yang aman dari gangguan. Akan tetapi, ketika faktor-faktor tersebut menghilang, dinasti Mamalik sedikit demi sedikit mengalami kemunduran. Semenjak masuknya budak-budak dari Sirkasia yang kemudian dikenal dengan nama Mamluk Burji, yang untuk pertama kalinya dibawa oleh Qalawun, solidaritas antarsesama militer menurun, terutama setelah Mamluk Burji berkuasa. Banyak penguasa Mamluk Burji yang bermoral rendah dan tidak menyukai ilmu pengetahuan. Kemewahan dan kebiasaan berfoya-foya di kalangan penguasa menyebabkan pajak dinaikkan. Akibatnya, semangat kerja rakyat menurun dan perekonomian negate tidak stabil. Di samping, ditemukannyaTanjung Harapan oleh Eropa melalui Mesir menurun fungsinya. Kondisi ini perparah oleh datangnya kemarau panjang dan berjangkintya wabah penyakit.
Di pihak lain, suatu kekuatan politik baru yang besar muncul sebagai tantangan bagi Mamalik yaitu kerajaan Usmani. Kerajaan inilah yang mengakhiri riwayat Mamalik di Mesir. Dinasti Mamalik kalah melawan pasukan Usmani dalam pertempuran menentukan di luar kota Kair tahun
1517 M. sejak itu wilayah Mesir berada di bawah kekuasaan kerajaan Usmani sebagai salah satu provinsinya.
Labels:
Makalah
Thanks for reading MASA KEMAJUAN ISLAMI. Please share...!
0 Komentar untuk "MASA KEMAJUAN ISLAMI"
Yang sudah mampir wajib tinggalkan komentar