Belajar merupakan proses bagi manusia untuk menguasai berbagai kompetensi, keterampilan dan sikap. Proses belajar dimulai sejak ' manusia masih bayi sampai sepanjang hayatnya. Kapasitas manusia untuk belajar merupakan karakteristik penting yang membedakan manusia dari makhluk hidup lainnya. Kajian tentang kapasitas manusia untuk belajar, terutama tentang bagaimana proses belajar terjadi pada manusia mempunyai sejarah panjang dan telah menghasilkan beragam teori. Salah satu teori belajar yang terkerial adalah teori belajar behavioristik (seeing diterjemahkan secara bebas sebagai teori perilaku atau teori tingkah laku).
Dalam modul ini, kita akan bersama-sama rriengkaji teori belajar behavioristik dari segi sejarahnya, hakikatnya, pandangan teori belajar behavioristik terhadap unsur-unsur belajar, dan model-model pembelajaran yang dapat dirancang berdasarkan prinsip-prinsip yang terkandung dalam teori belajar behavioristik. Setelah Anda mempelajari modul ini Anda akan dapat menerapkan prinsip-prinsip teori belajar behavioristik dalam proses pembelajaran. Secara khusus, Anda akan dapat menjelaskan:
1. hakikat teori belajar behavioristik;
2. contoh pandangan teori belajar behavioristik terhadap unsur-unsur proses belajar;
3. cara merancang pembelajaran yang didasarkan pada teori belajar behavioristik.
Teori belajar behavioristik merupakan teori belajar yang paling awal dikenal dan masih terus berkembang sampai sekarang. Praktek pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan oleh tenaga pengajac di seluruh dunia saat ini masih banyak berlandaskari pada teori belajar behavioristik. Boleh jadi, Anda pun secara tidak sadar sudah merancang dan melaksanakan pembelajaran Anda berlandaskan pada teori belajar behavioristik.
Pemahaman yang baik tentang teori belajar behavioristik akan dapat membantu Anda untuk merancang dan melaksanakan pembelajaran Anda secara lebih sistematis dan ilmiah - berlandaskan kaidah ilmu, yaitu teori belajar behavioristik.
Hakikat Teori Belajar Behavioristik
Teori belajar behavioristik lahir sebagai upaya untuk menyempurnakan dua perspektif yang telah berlaku di awal abad 20, yaitu perspektif strukturalis dari Wundt dan psikologi fungsionalis dari Dewey.
Perspektif strukturalis percaya akan perlunya penelitian dasar yang mempelajari tentang otak manusia. Oleh karenanya, kaum strukturalis tidak percaya pada penelitian-penelitian aplikatif yang menggunakan binatang untuk dirampatkan kepada manusia, terutama tentang cara kerja otak manusia. Para strukturalis kemudian menggunakan alat "instrospeksi" laporan diri (self-report) tentang proses berpikir sebagai cara untuk mempelajari kerja otak manusia. Namun alat tersebut dikritik oleh banyak kalangan karena menghasilkan data dan informasi yang sama sekali tidak konsisten sehingga tidak dapat dipercaya.
Jika perspektif strukturalis cenderung berwawasan sangat sempit (mikro) maka psikologi fungsionalis sebaliknya berwawasan sangat luas (makro). Dalam keluasannya ini, para ahli psikologi fungsionalis menyatakan perlu adanya kajian tentang perilaku, selain kajian tentang fungsi proses mental, dan hubungan antara proses mental dan tubuh manusia. Namun demikian, justru dengan keluasannya ini, psikologi fungsionalis dirasakan menjadi kurang fokus dan tidak terorganisasi dengan baik.
Berangkat dari keterbatasan perspektif strukturalis dan psikologi fungsionalis, John B. Watson memulai upayanya untuk mengkaji perilaku, terlepas dari proses mental dan lain-lain. Watson percaya bahwa, semua makhluk hidup menyesuaikan diri terhadap lingkungannya melalui respons. Asumsi inilah yang menjadi landasan dasar dari teori belajar behaviorisme selanjutnya.
Sebenarnya, sebelum Watson, Ivan Pavlov (ahli psikologi dari Rusia) sudah memulai usaha untuk mengkaji perilaku, walaupun tidak secara eksplisit. Teori Pavlov dikenal dengan nama Classical Conditioning. Classical Conditioning kemudian digunakan oleh Watson dalam kajiannya terhadap perilaku bayi manusia. Tokoh lain yang juga memulai kajian perilaku sebelum Watson adalah Thorndike, dengan teoririya yang dikenal sebagai teori Coruiectionism.
Pavlov meneliti proses anjing yang menjadi berliur ketika diiming¬imingi daging. Dari hasil penelitiannya, Pavlov membuktikan bahwa perilaku atau respons dapat dimanipulasi melalui variasi stimulus atau rangsangan. Sementara itu, Thorndike meneliti perilaku "trial and error" atau coba-coba. Menurut Thorndike, respons akan diberikan berdasarkan asas coba-coba sebagai reaksi terhadap stimulus yang muncul. Oleh karena itu, Thorndike percaya adanya "reward and punishment" (penghargaan dan hukuman) serta "successes and failures" (keberhasilan dan kegagalan). Berdasarkan semua itu, Watson menyimpulkan bahwa teori perilaku memberikan mekanisme yang menjadi landasan dasar terjadinya berbagai dalam kehidupan. Pentingnya teori perilaku ini tidak hanya dinyatakan oleh Watson, tetapi juga dibuktikan oleh Skinner melalui teori Operant Conditioning, dan para ahli teori perilaku lainnya beberapa puluh tahun kemudian.
Aliran perilaku tentang belajar kemudian menjadi sangat populer di awal abad ke-20, karena dianggap sederhana dan terpercaya (selalu dapat diuji ulang). Melalui serangkaian penelitian, para ahli yang menganut aliran perilaku menghasilkan sejumlah teori belajar behavioristik. Setiap teori belajar behavioristik mempunyai kekhususan masing-masing, yang sesungguhnya saling melengkapi satu sama lain. Namun demikian, secara umum, semua teori-teori tersebut memiliki premis dasar yang sama. Teori belajar behavioristik mende6nisikan bahwa belajar merupakan perubahan perilaku, khususnya perubahan kapasitas siswa untuk berperilaku (yang baru) sebagai hasil belajar, bukan sebagai hasil proses pematangan (atau pendewasaan) semata. Menurut teori belajar behavioristik, perubahan perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh lingkungan yang akan memberikan beragam pengalaman kepada seseorang. Lingkungan merupakan stimulus yang dapat mempengaruhi dan atau mengubah kapasitas untuk merespons.
Jangan Lupa berikan komentar Anda tentang blog ini, ataupun tentang posting ini.
Dalam modul ini, kita akan bersama-sama rriengkaji teori belajar behavioristik dari segi sejarahnya, hakikatnya, pandangan teori belajar behavioristik terhadap unsur-unsur belajar, dan model-model pembelajaran yang dapat dirancang berdasarkan prinsip-prinsip yang terkandung dalam teori belajar behavioristik. Setelah Anda mempelajari modul ini Anda akan dapat menerapkan prinsip-prinsip teori belajar behavioristik dalam proses pembelajaran. Secara khusus, Anda akan dapat menjelaskan:
1. hakikat teori belajar behavioristik;
2. contoh pandangan teori belajar behavioristik terhadap unsur-unsur proses belajar;
3. cara merancang pembelajaran yang didasarkan pada teori belajar behavioristik.
Teori belajar behavioristik merupakan teori belajar yang paling awal dikenal dan masih terus berkembang sampai sekarang. Praktek pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan oleh tenaga pengajac di seluruh dunia saat ini masih banyak berlandaskari pada teori belajar behavioristik. Boleh jadi, Anda pun secara tidak sadar sudah merancang dan melaksanakan pembelajaran Anda berlandaskan pada teori belajar behavioristik.
Pemahaman yang baik tentang teori belajar behavioristik akan dapat membantu Anda untuk merancang dan melaksanakan pembelajaran Anda secara lebih sistematis dan ilmiah - berlandaskan kaidah ilmu, yaitu teori belajar behavioristik.
Hakikat Teori Belajar Behavioristik
Teori belajar behavioristik lahir sebagai upaya untuk menyempurnakan dua perspektif yang telah berlaku di awal abad 20, yaitu perspektif strukturalis dari Wundt dan psikologi fungsionalis dari Dewey.
Perspektif strukturalis percaya akan perlunya penelitian dasar yang mempelajari tentang otak manusia. Oleh karenanya, kaum strukturalis tidak percaya pada penelitian-penelitian aplikatif yang menggunakan binatang untuk dirampatkan kepada manusia, terutama tentang cara kerja otak manusia. Para strukturalis kemudian menggunakan alat "instrospeksi" laporan diri (self-report) tentang proses berpikir sebagai cara untuk mempelajari kerja otak manusia. Namun alat tersebut dikritik oleh banyak kalangan karena menghasilkan data dan informasi yang sama sekali tidak konsisten sehingga tidak dapat dipercaya.
Jika perspektif strukturalis cenderung berwawasan sangat sempit (mikro) maka psikologi fungsionalis sebaliknya berwawasan sangat luas (makro). Dalam keluasannya ini, para ahli psikologi fungsionalis menyatakan perlu adanya kajian tentang perilaku, selain kajian tentang fungsi proses mental, dan hubungan antara proses mental dan tubuh manusia. Namun demikian, justru dengan keluasannya ini, psikologi fungsionalis dirasakan menjadi kurang fokus dan tidak terorganisasi dengan baik.
Berangkat dari keterbatasan perspektif strukturalis dan psikologi fungsionalis, John B. Watson memulai upayanya untuk mengkaji perilaku, terlepas dari proses mental dan lain-lain. Watson percaya bahwa, semua makhluk hidup menyesuaikan diri terhadap lingkungannya melalui respons. Asumsi inilah yang menjadi landasan dasar dari teori belajar behaviorisme selanjutnya.
Sebenarnya, sebelum Watson, Ivan Pavlov (ahli psikologi dari Rusia) sudah memulai usaha untuk mengkaji perilaku, walaupun tidak secara eksplisit. Teori Pavlov dikenal dengan nama Classical Conditioning. Classical Conditioning kemudian digunakan oleh Watson dalam kajiannya terhadap perilaku bayi manusia. Tokoh lain yang juga memulai kajian perilaku sebelum Watson adalah Thorndike, dengan teoririya yang dikenal sebagai teori Coruiectionism.
Pavlov meneliti proses anjing yang menjadi berliur ketika diiming¬imingi daging. Dari hasil penelitiannya, Pavlov membuktikan bahwa perilaku atau respons dapat dimanipulasi melalui variasi stimulus atau rangsangan. Sementara itu, Thorndike meneliti perilaku "trial and error" atau coba-coba. Menurut Thorndike, respons akan diberikan berdasarkan asas coba-coba sebagai reaksi terhadap stimulus yang muncul. Oleh karena itu, Thorndike percaya adanya "reward and punishment" (penghargaan dan hukuman) serta "successes and failures" (keberhasilan dan kegagalan). Berdasarkan semua itu, Watson menyimpulkan bahwa teori perilaku memberikan mekanisme yang menjadi landasan dasar terjadinya berbagai dalam kehidupan. Pentingnya teori perilaku ini tidak hanya dinyatakan oleh Watson, tetapi juga dibuktikan oleh Skinner melalui teori Operant Conditioning, dan para ahli teori perilaku lainnya beberapa puluh tahun kemudian.
Aliran perilaku tentang belajar kemudian menjadi sangat populer di awal abad ke-20, karena dianggap sederhana dan terpercaya (selalu dapat diuji ulang). Melalui serangkaian penelitian, para ahli yang menganut aliran perilaku menghasilkan sejumlah teori belajar behavioristik. Setiap teori belajar behavioristik mempunyai kekhususan masing-masing, yang sesungguhnya saling melengkapi satu sama lain. Namun demikian, secara umum, semua teori-teori tersebut memiliki premis dasar yang sama. Teori belajar behavioristik mende6nisikan bahwa belajar merupakan perubahan perilaku, khususnya perubahan kapasitas siswa untuk berperilaku (yang baru) sebagai hasil belajar, bukan sebagai hasil proses pematangan (atau pendewasaan) semata. Menurut teori belajar behavioristik, perubahan perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh lingkungan yang akan memberikan beragam pengalaman kepada seseorang. Lingkungan merupakan stimulus yang dapat mempengaruhi dan atau mengubah kapasitas untuk merespons.
Jangan Lupa berikan komentar Anda tentang blog ini, ataupun tentang posting ini.
Labels:
Makalah
Thanks for reading Teori Belajar Behavioristik. Please share...!
0 Komentar untuk "Teori Belajar Behavioristik"
Yang sudah mampir wajib tinggalkan komentar