BAB I
PENDAHULUAN
A. Permasalahan
Dalam sejarah khitan bukan hal yang baru. Khitan telah dikenal dan dilakukan oleh orang sejak dahulu dan berlanjut sampai Islam datang dan sampai sekarang. Dikalangan utusan, orang yang pertama kali melakukan khitan , menurut sejarah adalah Nabi Ibrahim as. Namun tidak diketahui dengan jelas motif yang membuat orang dahulu melakukan khitan.
Apakah berdasarkan pemikiran rasional dan naluriah fitriah untuk membuang bagian yang lebih yang tidak bermanfaat. Ataukah karena jika tidak dipotong akan mengakibatkan penyakit, ataukah memang motifnya karena petunjuk agama yang dibawa oleh Rasul terdahulu. Namun yang terpenting bagi kita adalah bagaimana keberadaan khitan menurut Islam.
B. Batasan Masalah
Mengenai tentang khitan, supaya sesuai dengan tugas yang diberikan oleh dosen. Maka perlu adanya batasan masalah untuk itu penulis hanya menjelaskan tentang khitan wanita.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Khitan
Khitan ialah yaitu memotong kulit dzakar (kulup) yang menutupi ujung dzakar (hasyafah). Adapun khitan perempuan, ialah memotong sedikit kulit yang terdapat dibagian atas faraj (vagina) yaitu pada ujung elitoris (kelentit) yang ada pada perempuan. Dinamakan khitan untuk memudahkan sebutannya saja. Kata Mawardi, khitan perempuan ialah memotong kulit yang terdapat disebelah atas faraj (vagina) yang seperti biji atau ronggah ayam. Dan yang wajib dipotong ialah kulitnya yang berlebih, tidak sampai kepangkalnya .
B. Hukum Khitan bagi Perempuan
Masalah ini diperselisihkan oleh para ulama bahkan oleh para dokter sendiri. Dan terjadi perdebatan panjang mengenai hal ini, di Mesir selama beberapa tahun.
Sebagain dokter ada yang menguatkan dan sebagian lagi menentangnya. Demikian pula dengan ulama ada yang menguatkan dan ada pula yang menentangnya. Barangkali pendapat yang paling moderat, paling adil, paling sahih dan paling dekat kepada kenyataan dalam masalah ini ialah khitan ringan sebagaimana disebut dalam beberapa hadits. Meskipun haditsnya tidak sampai kederajat shahih bahwa Nabi SAW, pernah menyuruh seseorang perempuan yang berprofesi mengkhitan wanita.
Sabdanya :
Sayatlah sedikit dan jangan kau sayat yang berlebihan, karena hal itu akan mencerahkan wajah dan menyenangkan suami.
Yang dimaksud dengan Isymam, ialah taqlil (menyedikitkan) dan yang dimaksud dengan la tantahiki ialah laa tasta’shili (jangan kau potong sampai pangkalnya). Cara pemotongan seperti yang dianjurkan itu akan menyenangkan suaminya dan mencerahkan wajahnya.
Mengenai masalah ini, keadaan dimasing-masing negara Islam tidak sama. Ada yang melaksanakan khitan perempuan dan ada pula yang tidak. Namun bagaimanapun, bagi orang yang memandang bahwa mengkhitan perempuan itu lebih baik bagi anak-anaknya, maka hendaklah ia melakukannya. Karena khitan itu tidak lebih dari sekedar memulyakan wanita, sebagaimana kata para ulama dalam beberapa atsar .
Kata Imam Syafi’i, khitan wajib bagi laki-laki dan perempuan. Kata Imam Hambali sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Quddamah di dalam Al-Mughni khitan wajib bagi laki-laki dan sunat bagi perempuan. Pendapat ini menjadi pendapat bagi kebanyakan ahli ilmu. Kata Imam Hanafi dan Imam Maliki, sunat bagi laki-laki dan perempuan. Dan khitan termasuk syiar Islam .
Di dalam kitab Fathul Mu’in jilid II (terjemahan) dijelaskan bahwa hukum khitan wajib bagi laki-laki dan perempuan manakalah keduanya dilahirkan dalam keadaan belum dikhitan. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT :
• ........
“Ikutilah agama Ibrahim...”(An-Nahal :123)
Diantara tuntutan agama Nabi Ibrahim as. Ialah berkhitan, beliau sendiri melakukan khitan ketika berusia depalan puluh tahun .
Penulis berpendapat yaitu sama dengan Imam Hambali, yaitu wajib bagi laki-laki dan sunat bagi perempuan. Dengan alasan mengatakan wajib bagi laki-laki yaitu ada nas yang memerintahkan khitan tersebut yaitu surat An-Nahal :123. Dalam ayat ini diperintahkan mengikuti agama Ibrahim, dan Ibrahim itu berkhitan dan Ibrahim itu sendiri adalah laki-laki.
Sedangkan bagi perempuan penulis belum menemukan nas yang mewajibkan, penulis hanya menemukan hadits yang hadits itu hanya menerangkan tentang tata caranya berkhitan perempuan. Seperti hadits yang penulis tulis di atas, dan hadits itupun belum jelas keshahihannya dan dalam hadits yang lain.
•
“Jangan terlalu dalam karena yang demikian itu mahkota perempuan dan sangat disukai oleh suami (HR. Abu Daud di dalam sunatnya)
Hadits inipun hanya menerangkan tentang tata caranya saja.
C. Hikmah Khitan Bagi Perempuan
Bagi perempuan bukanlah suatu keharusan untuk dikhitan, Hanafiah, hanabilah dan Malikiah berpendapat demikian. Sebab perempuan tidak seperti laki-laki, tidak ada alat kelamin perempuan yang perlu dibuang untuk kepentinan thaharah. Sebagaimana halnya kelamin laki-laki sebagian kulitnya menurut hemat penulis bahwa khitan perempuan diperlukan. Sebagaimana informasi dari para dokter, yaitu untuk meredam gejolak seks, khitan wanita akan dapat menghilangkan gejolak seks yang berlebihan dan hal ini diperlukan oleh kaum laki-laki. Dr. Ali Akbar menambahkan bahwa wanita yang tidak dikhitan dapat menimbulkan penyakit bagi suami bila bersetubuh karena elitorisnya dapat mengeluarkan smegma yang berbau busuk dan dapat menjadi perangsang timbulnya kanker pada dzakar laki-laki dan kanker pada leher rahim wanita yang didalamnya hidup hama, virus penyebab kanker tersebut. Tetapi kebenaran informasi ini tidak dijadikan kebenaran yang mutlak. Yang jelas khitan bagi wanita tidak ada faktor yang dapat dijadikan alasan untuk mewajibkan khitan bagi wanita baik dari segi agama, medis dan moral.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa
• Tentang khitan perempuan ulama, berbeda pendapat tentang hukumnya ada yang mengatakan wajib ada yang mengatakan sunat.
Jadi akan lebih baik jika kita melakukan khitan bagi perempuan tersebut.
• Khitan bagi perempuan itu dapat mencerahkan wajah dan menyenangkan bagi suaminya dan merupakan kemulyaan bagi perempuan.
• Salah satu manfaat bagi perempuan yang berkhitan, akan dapat mengurangi gejolak nafsunya yang berlebihan.
B. Saran-saran
Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari bahwa masih terdapat kesalahan dan kekurangan oleh sebab itu saran-saran dari dosen sangat penulis harapkan. Demi kesempurnaan makalah ini khususnya ilmu pengetahuan terutama tentang ilmu masailul fiqh.
DAFTAR PUSTAKA
- Al Pannani. Zainuddin Bin Abdul Aziz al Malibari, Terjemah Fathul Mu’in, Jilid II, cet. II, Sinar Baru Algensindo, Bandung : 2003.
- Dr. Qardawi Yusuf, Fatwa-Fatwa Kontemporer, Jilid I, Gema Insani Pers, Jakarta : 1996.
- Khumais Muhammad Athiyah, Fiqih Perempuan, Media Da’wah, Jakarta : 2002.
- Drs. Shidik Saifudin M.A, Hukum Islam Tentang Berbagai Kontemporer, Inti Media, Jakarta : 2004.
PENDAHULUAN
A. Permasalahan
Dalam sejarah khitan bukan hal yang baru. Khitan telah dikenal dan dilakukan oleh orang sejak dahulu dan berlanjut sampai Islam datang dan sampai sekarang. Dikalangan utusan, orang yang pertama kali melakukan khitan , menurut sejarah adalah Nabi Ibrahim as. Namun tidak diketahui dengan jelas motif yang membuat orang dahulu melakukan khitan.
Apakah berdasarkan pemikiran rasional dan naluriah fitriah untuk membuang bagian yang lebih yang tidak bermanfaat. Ataukah karena jika tidak dipotong akan mengakibatkan penyakit, ataukah memang motifnya karena petunjuk agama yang dibawa oleh Rasul terdahulu. Namun yang terpenting bagi kita adalah bagaimana keberadaan khitan menurut Islam.
B. Batasan Masalah
Mengenai tentang khitan, supaya sesuai dengan tugas yang diberikan oleh dosen. Maka perlu adanya batasan masalah untuk itu penulis hanya menjelaskan tentang khitan wanita.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Khitan
Khitan ialah yaitu memotong kulit dzakar (kulup) yang menutupi ujung dzakar (hasyafah). Adapun khitan perempuan, ialah memotong sedikit kulit yang terdapat dibagian atas faraj (vagina) yaitu pada ujung elitoris (kelentit) yang ada pada perempuan. Dinamakan khitan untuk memudahkan sebutannya saja. Kata Mawardi, khitan perempuan ialah memotong kulit yang terdapat disebelah atas faraj (vagina) yang seperti biji atau ronggah ayam. Dan yang wajib dipotong ialah kulitnya yang berlebih, tidak sampai kepangkalnya .
B. Hukum Khitan bagi Perempuan
Masalah ini diperselisihkan oleh para ulama bahkan oleh para dokter sendiri. Dan terjadi perdebatan panjang mengenai hal ini, di Mesir selama beberapa tahun.
Sebagain dokter ada yang menguatkan dan sebagian lagi menentangnya. Demikian pula dengan ulama ada yang menguatkan dan ada pula yang menentangnya. Barangkali pendapat yang paling moderat, paling adil, paling sahih dan paling dekat kepada kenyataan dalam masalah ini ialah khitan ringan sebagaimana disebut dalam beberapa hadits. Meskipun haditsnya tidak sampai kederajat shahih bahwa Nabi SAW, pernah menyuruh seseorang perempuan yang berprofesi mengkhitan wanita.
Sabdanya :
Sayatlah sedikit dan jangan kau sayat yang berlebihan, karena hal itu akan mencerahkan wajah dan menyenangkan suami.
Yang dimaksud dengan Isymam, ialah taqlil (menyedikitkan) dan yang dimaksud dengan la tantahiki ialah laa tasta’shili (jangan kau potong sampai pangkalnya). Cara pemotongan seperti yang dianjurkan itu akan menyenangkan suaminya dan mencerahkan wajahnya.
Mengenai masalah ini, keadaan dimasing-masing negara Islam tidak sama. Ada yang melaksanakan khitan perempuan dan ada pula yang tidak. Namun bagaimanapun, bagi orang yang memandang bahwa mengkhitan perempuan itu lebih baik bagi anak-anaknya, maka hendaklah ia melakukannya. Karena khitan itu tidak lebih dari sekedar memulyakan wanita, sebagaimana kata para ulama dalam beberapa atsar .
Kata Imam Syafi’i, khitan wajib bagi laki-laki dan perempuan. Kata Imam Hambali sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Quddamah di dalam Al-Mughni khitan wajib bagi laki-laki dan sunat bagi perempuan. Pendapat ini menjadi pendapat bagi kebanyakan ahli ilmu. Kata Imam Hanafi dan Imam Maliki, sunat bagi laki-laki dan perempuan. Dan khitan termasuk syiar Islam .
Di dalam kitab Fathul Mu’in jilid II (terjemahan) dijelaskan bahwa hukum khitan wajib bagi laki-laki dan perempuan manakalah keduanya dilahirkan dalam keadaan belum dikhitan. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT :
• ........
“Ikutilah agama Ibrahim...”(An-Nahal :123)
Diantara tuntutan agama Nabi Ibrahim as. Ialah berkhitan, beliau sendiri melakukan khitan ketika berusia depalan puluh tahun .
Penulis berpendapat yaitu sama dengan Imam Hambali, yaitu wajib bagi laki-laki dan sunat bagi perempuan. Dengan alasan mengatakan wajib bagi laki-laki yaitu ada nas yang memerintahkan khitan tersebut yaitu surat An-Nahal :123. Dalam ayat ini diperintahkan mengikuti agama Ibrahim, dan Ibrahim itu berkhitan dan Ibrahim itu sendiri adalah laki-laki.
Sedangkan bagi perempuan penulis belum menemukan nas yang mewajibkan, penulis hanya menemukan hadits yang hadits itu hanya menerangkan tentang tata caranya berkhitan perempuan. Seperti hadits yang penulis tulis di atas, dan hadits itupun belum jelas keshahihannya dan dalam hadits yang lain.
•
“Jangan terlalu dalam karena yang demikian itu mahkota perempuan dan sangat disukai oleh suami (HR. Abu Daud di dalam sunatnya)
Hadits inipun hanya menerangkan tentang tata caranya saja.
C. Hikmah Khitan Bagi Perempuan
Bagi perempuan bukanlah suatu keharusan untuk dikhitan, Hanafiah, hanabilah dan Malikiah berpendapat demikian. Sebab perempuan tidak seperti laki-laki, tidak ada alat kelamin perempuan yang perlu dibuang untuk kepentinan thaharah. Sebagaimana halnya kelamin laki-laki sebagian kulitnya menurut hemat penulis bahwa khitan perempuan diperlukan. Sebagaimana informasi dari para dokter, yaitu untuk meredam gejolak seks, khitan wanita akan dapat menghilangkan gejolak seks yang berlebihan dan hal ini diperlukan oleh kaum laki-laki. Dr. Ali Akbar menambahkan bahwa wanita yang tidak dikhitan dapat menimbulkan penyakit bagi suami bila bersetubuh karena elitorisnya dapat mengeluarkan smegma yang berbau busuk dan dapat menjadi perangsang timbulnya kanker pada dzakar laki-laki dan kanker pada leher rahim wanita yang didalamnya hidup hama, virus penyebab kanker tersebut. Tetapi kebenaran informasi ini tidak dijadikan kebenaran yang mutlak. Yang jelas khitan bagi wanita tidak ada faktor yang dapat dijadikan alasan untuk mewajibkan khitan bagi wanita baik dari segi agama, medis dan moral.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa
• Tentang khitan perempuan ulama, berbeda pendapat tentang hukumnya ada yang mengatakan wajib ada yang mengatakan sunat.
Jadi akan lebih baik jika kita melakukan khitan bagi perempuan tersebut.
• Khitan bagi perempuan itu dapat mencerahkan wajah dan menyenangkan bagi suaminya dan merupakan kemulyaan bagi perempuan.
• Salah satu manfaat bagi perempuan yang berkhitan, akan dapat mengurangi gejolak nafsunya yang berlebihan.
B. Saran-saran
Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari bahwa masih terdapat kesalahan dan kekurangan oleh sebab itu saran-saran dari dosen sangat penulis harapkan. Demi kesempurnaan makalah ini khususnya ilmu pengetahuan terutama tentang ilmu masailul fiqh.
DAFTAR PUSTAKA
- Al Pannani. Zainuddin Bin Abdul Aziz al Malibari, Terjemah Fathul Mu’in, Jilid II, cet. II, Sinar Baru Algensindo, Bandung : 2003.
- Dr. Qardawi Yusuf, Fatwa-Fatwa Kontemporer, Jilid I, Gema Insani Pers, Jakarta : 1996.
- Khumais Muhammad Athiyah, Fiqih Perempuan, Media Da’wah, Jakarta : 2002.
- Drs. Shidik Saifudin M.A, Hukum Islam Tentang Berbagai Kontemporer, Inti Media, Jakarta : 2004.
Labels:
Makalah
Thanks for reading MAKALAH KHITAN. Please share...!
0 Komentar untuk "MAKALAH KHITAN"
Yang sudah mampir wajib tinggalkan komentar