A. Riwayat hidup Imam Sya1i'i
Kebanyakan alili sejarah meriwayatkan bahwa Imam Syafi'i lahir di Ghazzah, Falestina. Akan tetapi terdapat riwayat lain yang menyatakan bahwa tempat lahirnya di Asqalan lebih kurang 1 5 KM. dari Ghaz zah dan ada pula yang menyatakan di Yaman. Ketidaksepakatan mengenai tempat lahirnya ini berpangkal pada 3 riwayat yang dikatakan bersumber dari Imam Syafi'i sendiri.
Suatu riwayat mengemukakan bahwa Imam Syafi'i mengatakan bahwa ia dilahirkan di Ghazzah tahun 150 H. kemudian dibawa ibunya ke Mekkah ketika berusia 2 tahun. Pada riwayat lain, ia mengatakan bahwa ia lahir di Asqalan. Baik di Ghazzah maupun di Asqalan terletak dikawasan Palestina. Riwayat lain lagi, ia mengatakan bahwa ia lahir di Yaman kemudian ia di bawa ibunya ke Mekkah karena khawatir terlantar.1
Mayoritas ahli sejarah berpendapat bahwa Imam Syafi'i keturunan dari ayah suku Quraisy Muthalibi, yang di silsilahnya: Muhammad ibn ldris al-Abbas ibn Usman ibn Syafi'i ibn al-Sa'ib ibn Ubaid ibn Abd Yazid ibn Hasyim ibn Muthalib ibn Abdul Manaf yang juga adalah kakek Nabi Muhammad SAW. Abdul Manaf mempunyai empat orang anak, masing-masing:Al-mutlialib, Abd Syams (kakek dari 13ani Umaiyah), I-iasyim dan Naufal (kakek dari Jubair ibn Muth'im). AI¬Muthalib ini memelihara Abd al-Muthalib ibn Hasyim (kakek Nabi SAW) dimasa jahiliyah, turunan AI-Muthalib dan Hasyirn merupakam satu kelompok yang bertentangan dengan turunan Abd Syams.
Orang-orang Hanafiah dan Malikiah yang fanatik menyatakan bahwa Imani Syafi'i bukan Quraisy asli, ia Quraisy melalui jalan wala'. Menurut mereka, kakek Imani Syafi'i adalah Maula Abu Lahab2. Tuduhan ini mereka lemparkan, mungkin dengan maksud tnerendahkan Imam Syaii'i, karena sebagaimana dimaklumi suku Quraisy mempunyai kedudukan tinggi dan terhormat dalam kalangan bangsa Arab.
Ibunya bukan Quraisy, metainkan dari suku Azd. Silsilah turunannya dari pihak ibunya adalah : Fatimah binti Abdillah ibn al-Husain ibn Ali ibn Abi Thalib. Sebagian pengikut fanatik islam syaii'i menduga ibunya sebagai Quraisy yang tinggi, tetapi Fakhr al-razi menjelaskan bahwa riwayat yang menyatakan riwayat tentang ibu Imam Syafi'i itu Quraisyah, adalah riwayat yang aneh dan rnenyalahi ijmak.3
Menurut Muhammad Abu Zahrah, beberapa riwayat yang bersumber dari Imam Syafi'i menunjukkan bahvva ayahnya telah meninggal dunia ketika Imam Syafi'i masih kecil. Mengutip "Tarikh Baghdad" karya AI-khatib, Abu Zahrah mengemukakan bahwa Imam Syafi'i sendiri menceritakan tentang pada usia berapa tahun ia pindah ke Mekkah, dalam dua versi : pertama ia katakan pada usia dua tahun dan kedua ia katakan pada usia 10 tahun. Kedua versi itu mungkin benar dengan pengertian bahwa perpindahan pertama pada usia 2 tahun, kemudian kembali ke Palestina untuk menjumpai sahabatnya bangsa Yaman disana dan setelah berusia 10 tahun pindah lagi ke Mekkah4.
Imam Syafi'i belajar pada ulama-ulama Mekkah baik dari kalangan ulama fiqh maupun ulama al Hadist sehingga memperoleh kedudukan tinbgi dalam bidang ilmu fiqh. Mendengar berita bahwa di Madinah ada seorang ulama besar, Malik, yang tekenal namanya kemana-mana dan mempunyai kedudukan tinggi dalam bidang ilmu al Hadits, iamn tertarik untuk belajar pada Malik. Tetapi sebelum ia pergi ke Madinah ia telah meminjam kitab al-Muwatha’ karya Imam Malik dari seorang lelaki Mekkah. Ia berangkat ke Madinah dengan membawa surat pengantar dari Gubernur Mekkah. Di Madinah ia mulai meng,arahkan perhatiannya untuk mendalami fiqh di samping mempelajari al Muwatha’, Ia melakukan mudarasah dengan Imam Malik dalam nzasalah-masalah yang difatwakan Imam Malik. Ia telah mencapai tingkat dewasa ketika Imam Malik pada 179 H. meninggal dunia. Selama ia belajar di Madinah sering mengadakan penjalanan ke kota-kota islam untuk mempelajari keadaan masyarakat dan kehidupannya dan sering kembali ke Mekkah untuk mengunjungi ibunya dan meminta nasehatnya.
Setelah ia menginjak dewasa maka ia merasa perlu untuk memperoleh kehidupan yang layak. Kebetulan masa itu Gubernur Yaman berkunjung ke Mekkah dan dengan perantaraan beberapa orang Quraisy, Gubernur tersebut dapat menerimanya menjadi pegawai negeri di Yaman. Dalam melaksanakan tugas sebagai pejabat negara, terbukti kecerdasan dan ketinggian budinya sebagai layaknya turunan bangsawan Quraisy, sehingga ia terkenal di kalangan masyarakat.
Tetapi ketika Yaman dikuasai seorang Gubernur yang zalim, maka Imam Syafi’i sebagai pegawai yang jujur menentang kezaliman itu. Melihat sikap Imam Syafi'i demikian, maka Gubernur membuat fitnah terhadapnya dan melaporkannya kepada khalifah, sebagai pendukung Ali (Syi'ah). Khilafah Abbasiah sangat waspada terhadap kelompok Syi'ah sehingga Khalifah Harun A1 Rasyid yang berkuasa pada waktu itu memerintahkan supaya Imam Syafi'i di datangkan ke Baghdad bersama 9 orang lainnya. Tuduhan yang ditujukan kepada dirinya, dapat ditangkisnya berkat inayah dari Allah swt dan bantuan dari Miihammad ibn Hiasan yang menjadi Hakim Besar di Baghdad karena tertarik dengan kepribadian Imam Syafi'i. Kejadian ini terjadi pada tahun 184 H. dan kedataiibanya ke Baghdad kali ini merupakan kedatangan yang kedua dan iapUn meninggalkan pekerjaan di pemerintahan Abhasiah untuk berkonsentrasi mendalami iltnu pengetahuan.
Ia pelajari fiqti irak dan membaca buku Muhammad ibn Hasan. Dengan demikian, ia dapat mengumpulkan perbendaliaraan fiqh Hijaz dan fiqh lrak. Akhirnya ia kembali lagi ke Mekkah dengan membawa fiqh Irak yang banyak lalu mengadakan majelis ilmu di masjid al Haram, mengembangkan fiqh Madinah yang dicampur denf;an fiqh Lrak, Fiqh al Hadits dsn fiqh al Ra'yi, selama ia bermiikim di Mekkah 9 tahun.
Setelah ia melihat kedua macam fiqh yang berbeda dan mengadakan pembahasan untuk memecahkan berbagai masalah yang bertentangan pendapat ulama, iapun merasa perlu mengadakan patokan untuk mengetahui mana yang benar dan mama yang keliru. Karena itu, .....................
Masih kurang lengkap ya...????
Silahkan download dulu biar bisa mendapatkan artikel ini :
Pengembangan Fiqh Periode Imam Syafi’i
Jangan Lupa berikan komentar Anda tentang blog ini, ataupun tentang posting ini.
Kebanyakan alili sejarah meriwayatkan bahwa Imam Syafi'i lahir di Ghazzah, Falestina. Akan tetapi terdapat riwayat lain yang menyatakan bahwa tempat lahirnya di Asqalan lebih kurang 1 5 KM. dari Ghaz zah dan ada pula yang menyatakan di Yaman. Ketidaksepakatan mengenai tempat lahirnya ini berpangkal pada 3 riwayat yang dikatakan bersumber dari Imam Syafi'i sendiri.
Suatu riwayat mengemukakan bahwa Imam Syafi'i mengatakan bahwa ia dilahirkan di Ghazzah tahun 150 H. kemudian dibawa ibunya ke Mekkah ketika berusia 2 tahun. Pada riwayat lain, ia mengatakan bahwa ia lahir di Asqalan. Baik di Ghazzah maupun di Asqalan terletak dikawasan Palestina. Riwayat lain lagi, ia mengatakan bahwa ia lahir di Yaman kemudian ia di bawa ibunya ke Mekkah karena khawatir terlantar.1
Mayoritas ahli sejarah berpendapat bahwa Imam Syafi'i keturunan dari ayah suku Quraisy Muthalibi, yang di silsilahnya: Muhammad ibn ldris al-Abbas ibn Usman ibn Syafi'i ibn al-Sa'ib ibn Ubaid ibn Abd Yazid ibn Hasyim ibn Muthalib ibn Abdul Manaf yang juga adalah kakek Nabi Muhammad SAW. Abdul Manaf mempunyai empat orang anak, masing-masing:Al-mutlialib, Abd Syams (kakek dari 13ani Umaiyah), I-iasyim dan Naufal (kakek dari Jubair ibn Muth'im). AI¬Muthalib ini memelihara Abd al-Muthalib ibn Hasyim (kakek Nabi SAW) dimasa jahiliyah, turunan AI-Muthalib dan Hasyirn merupakam satu kelompok yang bertentangan dengan turunan Abd Syams.
Orang-orang Hanafiah dan Malikiah yang fanatik menyatakan bahwa Imani Syafi'i bukan Quraisy asli, ia Quraisy melalui jalan wala'. Menurut mereka, kakek Imani Syafi'i adalah Maula Abu Lahab2. Tuduhan ini mereka lemparkan, mungkin dengan maksud tnerendahkan Imam Syaii'i, karena sebagaimana dimaklumi suku Quraisy mempunyai kedudukan tinggi dan terhormat dalam kalangan bangsa Arab.
Ibunya bukan Quraisy, metainkan dari suku Azd. Silsilah turunannya dari pihak ibunya adalah : Fatimah binti Abdillah ibn al-Husain ibn Ali ibn Abi Thalib. Sebagian pengikut fanatik islam syaii'i menduga ibunya sebagai Quraisy yang tinggi, tetapi Fakhr al-razi menjelaskan bahwa riwayat yang menyatakan riwayat tentang ibu Imam Syafi'i itu Quraisyah, adalah riwayat yang aneh dan rnenyalahi ijmak.3
Menurut Muhammad Abu Zahrah, beberapa riwayat yang bersumber dari Imam Syafi'i menunjukkan bahvva ayahnya telah meninggal dunia ketika Imam Syafi'i masih kecil. Mengutip "Tarikh Baghdad" karya AI-khatib, Abu Zahrah mengemukakan bahwa Imam Syafi'i sendiri menceritakan tentang pada usia berapa tahun ia pindah ke Mekkah, dalam dua versi : pertama ia katakan pada usia dua tahun dan kedua ia katakan pada usia 10 tahun. Kedua versi itu mungkin benar dengan pengertian bahwa perpindahan pertama pada usia 2 tahun, kemudian kembali ke Palestina untuk menjumpai sahabatnya bangsa Yaman disana dan setelah berusia 10 tahun pindah lagi ke Mekkah4.
Imam Syafi'i belajar pada ulama-ulama Mekkah baik dari kalangan ulama fiqh maupun ulama al Hadist sehingga memperoleh kedudukan tinbgi dalam bidang ilmu fiqh. Mendengar berita bahwa di Madinah ada seorang ulama besar, Malik, yang tekenal namanya kemana-mana dan mempunyai kedudukan tinggi dalam bidang ilmu al Hadits, iamn tertarik untuk belajar pada Malik. Tetapi sebelum ia pergi ke Madinah ia telah meminjam kitab al-Muwatha’ karya Imam Malik dari seorang lelaki Mekkah. Ia berangkat ke Madinah dengan membawa surat pengantar dari Gubernur Mekkah. Di Madinah ia mulai meng,arahkan perhatiannya untuk mendalami fiqh di samping mempelajari al Muwatha’, Ia melakukan mudarasah dengan Imam Malik dalam nzasalah-masalah yang difatwakan Imam Malik. Ia telah mencapai tingkat dewasa ketika Imam Malik pada 179 H. meninggal dunia. Selama ia belajar di Madinah sering mengadakan penjalanan ke kota-kota islam untuk mempelajari keadaan masyarakat dan kehidupannya dan sering kembali ke Mekkah untuk mengunjungi ibunya dan meminta nasehatnya.
Setelah ia menginjak dewasa maka ia merasa perlu untuk memperoleh kehidupan yang layak. Kebetulan masa itu Gubernur Yaman berkunjung ke Mekkah dan dengan perantaraan beberapa orang Quraisy, Gubernur tersebut dapat menerimanya menjadi pegawai negeri di Yaman. Dalam melaksanakan tugas sebagai pejabat negara, terbukti kecerdasan dan ketinggian budinya sebagai layaknya turunan bangsawan Quraisy, sehingga ia terkenal di kalangan masyarakat.
Tetapi ketika Yaman dikuasai seorang Gubernur yang zalim, maka Imam Syafi’i sebagai pegawai yang jujur menentang kezaliman itu. Melihat sikap Imam Syafi'i demikian, maka Gubernur membuat fitnah terhadapnya dan melaporkannya kepada khalifah, sebagai pendukung Ali (Syi'ah). Khilafah Abbasiah sangat waspada terhadap kelompok Syi'ah sehingga Khalifah Harun A1 Rasyid yang berkuasa pada waktu itu memerintahkan supaya Imam Syafi'i di datangkan ke Baghdad bersama 9 orang lainnya. Tuduhan yang ditujukan kepada dirinya, dapat ditangkisnya berkat inayah dari Allah swt dan bantuan dari Miihammad ibn Hiasan yang menjadi Hakim Besar di Baghdad karena tertarik dengan kepribadian Imam Syafi'i. Kejadian ini terjadi pada tahun 184 H. dan kedataiibanya ke Baghdad kali ini merupakan kedatangan yang kedua dan iapUn meninggalkan pekerjaan di pemerintahan Abhasiah untuk berkonsentrasi mendalami iltnu pengetahuan.
Ia pelajari fiqti irak dan membaca buku Muhammad ibn Hasan. Dengan demikian, ia dapat mengumpulkan perbendaliaraan fiqh Hijaz dan fiqh lrak. Akhirnya ia kembali lagi ke Mekkah dengan membawa fiqh Irak yang banyak lalu mengadakan majelis ilmu di masjid al Haram, mengembangkan fiqh Madinah yang dicampur denf;an fiqh Lrak, Fiqh al Hadits dsn fiqh al Ra'yi, selama ia bermiikim di Mekkah 9 tahun.
Setelah ia melihat kedua macam fiqh yang berbeda dan mengadakan pembahasan untuk memecahkan berbagai masalah yang bertentangan pendapat ulama, iapun merasa perlu mengadakan patokan untuk mengetahui mana yang benar dan mama yang keliru. Karena itu, .....................
Masih kurang lengkap ya...????
Silahkan download dulu biar bisa mendapatkan artikel ini :
Pengembangan Fiqh Periode Imam Syafi’i
Jangan Lupa berikan komentar Anda tentang blog ini, ataupun tentang posting ini.
0 Komentar untuk "Pengembangan Fiqh Periode Imam Syafi’i"
Yang sudah mampir wajib tinggalkan komentar