A. PENDAHULUAN
Imam .AI-Syafi'i adalah nuuid kesayangan Imam Malik yang sangat disayangi, sebelum pergi ke Madinah, Al-Syafi'i diasuh dan dibimbing oleh Muslim bin Khalid al-Zayi. Selelah memalrami metode istinbath Imam Malik, ia pergi ke Iraq (Baghdad) belajar kepada Muhammad bin Hasan Al Syaibani yang bermazhab Fianafi.1 Sesudah ia mengusai dan memahami kedua kedua pola pikir kedua tokoh mazhab di Madinah dan Iraq itu, kemudian beliau mendiskusikannya.
Ketika itulah beliau menemukan kekurangan-kekurangannya dan kelemahan yang tcrdapal pada dasar-dssar kedua mazhab itu, kenmdian beliau menetapkan dasar-dasar pemikiran sendiri dalam mengistinbathkan hukum1. Pokok-pokok pikiran Imam Al-Syafi'i terbentuk setelah beliau kembali ke Makkah, kemudian dikembangkannya di Iraq dan Mesir. Berbeda dengan Imam Hanafi dan Imam Malik, Imam Syafi'i mensistematisasikan dasar pikirannya dalam Kitab Al-Risalah, yang dikenal sebagai kitab ushul fiqh yang pertama.2
Dalam makalah ini kita mencoba membahas tentang ushul fiqh sebelum kitab Al-Risalah, Gambaran singkal terhadap kitab ini, kritik terhadapnya serta bandingan dengan ushul fiqh terkemudian.
A. USHUL FIQH SEBELUM KITAB AL-RISALAH
Sebelum mencuatnya Imam Syafi'i yang dikenal sebagai pelopor atau perintis ilmu ushul fiqh, sebenamya telah ada teori-teori ushul fiqh pada mazhab-mazhab awal meskipun belum dinamakan dengan ushul tiqh dan tidak sesistimatis sebagaimana yang disusun oleh Imam Syafi'i. gagasan-gagasan teori mereka tersebut merupakan tradisi yang berkembang pada masing-masing yang mewakili masing-masing mazhab tersebut.Mazhab-mazhab tersebut yang terbanyak kita ketahui adalah mazhab yang berasal dari Kuffah dan Basrah di Iraq dan mazhab yang berkembang di Madinah dan hlakkah di Hijaz, serla mazhab yang berasal dari Syria.3
Mazhab-mazhab awal telah mensitematisasikan hukum, masing-masing dalam millieu khusus daerahnya sendiri dan tentu saja diantara mereka terdapat perbedaan-perbedaan, tetapi perbedaan-perbedaan tersebut menyangkut hal-hal yang pokok, melainkan sekedar detil-detil dalam persoalan hukum.4
Al-Razi mengatakan bahwa sebelum Imam Al-Syafi’i telah ada yang membahas tentang ushul fiqh, mereka berargumentasi dan mempertimbangkan, namun mereka tidak mempunyai aturan-aturan yang sepurna dan mereka hanya mengetahui serta mentarjihkannya. Maka Al-Syafi’i mengistimbathkan ilmu ushul fiqh dan meletakkan aturan-aturan yang lengkap sebagai rujukan dalam mengetahui aturan-aturan syara’. Maka ditetapkanlah Al-Syafi’i itu dinisbahkan kepada ilmu syara’ sebagaimana Aristoteles dinisbahkan kepada ilmu rosionalitas.5
Pada masa Al-syafi’i, yaitu akhis abad ke-2 H teori-teori hukum mulai berkembang, dimana Al-syafi’i membawa wacana baru dalam perkembangan teori hukum. Beliau mempelajari Al-Qur’an dan mengklarifikasikan ayat-ayatnya, ada yang bersifat ‘Am, Khas. Zahir dan ada yang menunjukkan kedalaman makna sebagaimana ditungkan dalam kitabnya Al-Risalah. Disinilah perbedaannya dengan pendahulu-pendahulunya.
Ahmad Hasan melukiskan perbedaan Al-Syafi’i dengan pendahulu-pendahulunya adalah bersifat fundamental dan karenanya ia tidak dapat disejajarkan dengan mazhab awal. Alasannya adalah dengan pengkajian hukum yang dilakukannya secara luas dan perbedaannya dengan para ahli hukum diberbagai daerah, ia lalu merumuskan prinsip-prinsip hukum tertentu yang baru dan dengan teguh mengikutinya. Dokrin-dokrin para pendahulunya yang bertolak belakang dengan teori-teori yang dirumuskanya ditolaknya. 6
B. PENGENALAN TERHADAP AL-RISALAH
Al-Risalah ditulis dua kali, pertama ditulis atas permintaan Abd al-Rahman al mahdiy, salah satu tokoh ahli hadits kenamaan di Hajaz, lahir tahun 135 H, wafat tahun 198 H.7 Ibn Mahdiy yang sebelumnya pernah mendengar Al-Risalah (sebelum dikitabkan) memohon kepada Al-Syafi’i supaya menulis untuknya satu kitab yang berisikan uraian tentang makna-makna Al-Qur’an, hadits-hadits shahih, penjelasan nasikh dan mansukh dalam Al-Qur’an dan Sunnah nabi. Permintaan Ibn mahdiy ini dikabulkan Al-Syafi’i.8
Dalam hal perselisihan tentang kebenaran sejarah Al-Risalah ini, Ahmad Muhammad Syakir Pentahkik yang menjadikan rujukan dalam makalah ini, cenderung berpendpat bahwa Al-Syafi’i ketika itu berada di makkah dan Ibn Mahdiy di Baghdad. Namun terdapat riwayat lain yang menyebutkan bahwa ketika Al-Risalah dikirimkan Al-Syafi’i berada di Baghdag, sementara Ibn al-mahdiy di makkah9. Penulis manaqib Al-Syafi’i mengatakan bahwa Al-Syafi’i menuls kitab Al-Risalah di baghdad ketika ia hijrah ke Mesir ia tulis ulang kitabnya tersebut. Masing-masing kitab ini (yang ditulis di baghdad dan yang di Mesir mengandung ilmu yang banyak10
Para ulama merasa sangat sulit untuk mentarjih pendapat yang bertentangan itu. Akan tetapi bagaimanapun riwayat-riwayat itu berbeda, yang jelas Al-Risalah yang ditulis di baghdad sudah tidakditemukan lagi. Al-Risalah yang ada sekarang adalah Al-Risalah yang baru yang ditulis di Mesir.11
Untuk selanjutnya dalam pemaparan Al-Risalah ini penulis mengambil kitab yang ditahkik oleh Ahmad Muhammad Syakir. Kitab Al-Risalah yang ada sekarang adalah Al-Risalah riwayat Rabi’Ibn Sulaiman, Rabi’ menulis kitab berdasarkan pendekatan oleh Al-Syafi’i sendiri. Apa yang dibacakan Al-Syafi’i untuk dituliskan rabi’ bukan merupakan pembacaan kitab Al-Risalah yang dituliskan sebelumnya, tetapi hasil hafalannya. Ini tercermin dari ucapan Al-Syafi’i sendiri yang mengatakan bahwa telah hilang sebagaian kitab-kitabnya dan apa yang ada yang ia dektekan merupakan hafalan dari kitab-kitab itu. Lalu ia ringkaskan uraian-uraian yang panjang namun tidak menghilangkan isinya.12
Al-Risalah merupakan suatu pembahsan yang berkadar ilmiah tentang ilmu ushul fiqh. Sebagai telah disinggung di atas, Al-Risalah merupakan perintis dalam ilmu ushul fiqh, sekurang-kurangnya, menurut data tertulis yang sampai ke zaman kita. Al-Syafi’i dalam uraiannya berusaha menjelaskan bagaimana seluk-beluk serta kedudukan Al-Qur’an dan As-Sunnah itu, untuk mengetahui beliau merumuskan teori-teori kedua sumber syara’ itu dalam upaya membentuk suatu kerangka landasan berfikir yang sistematis dalam bidang fiqh, serta beberapa rumusan tentang beberapa masalah lain seperti ijma’, istilah dan lain-lain, berikut akan dipaparkan gambaran umum yang termuat dalam kitab Al-Risalah.
1. Al Bayan
Al-Syafi’i memulai pembahsannya dengan al bayan, menurut Al-Syafi’i adalah suatu nama yang merangkum seperangkat makna dan makna-makna itu mempunyai muara yang sama. 13 suatu berita mempunyai seperangkat makna, berita yang sudah diketahui makna-maknanya dipandang berita yang jelas. Secara garis besar kejelasan informasi dari Tuhan itu dapat dilihat dalam beberapa bentuk.
a. terdiri dari ketentuan-ketentuan hukum yang khusus (dapat dicapai hanya dengan melihat nash), misalnya tentang wajibnya shalat puasa, zakat dan haji, dan haramnya zina, minuman keras, daging babi, bangkai dan semua yang haram lainnya.14
b. Meliputi kewajiban-kewajiban tertentu yang perinciannya diterangkan oleh Hadits Rasul, misanya, banyaknya shalat, waktunya dan semua yang berhubungan dengan shalat, kejelasannya diterangkan melalui hadits rasulullah.15
c. Ketentuan-ketentuan hukum yang ditetapkan oleh Rasulullah dan tidak diberikan oleh teks-teks Al-Qur’an. Apa yang ditetapkan rasulullah pada hakikatnya sama dengan yang ditetapkan Allah, karena Allah telah mewajibkan hambanya mengikuti Rasul.16
d. Ketentuan-ketentuan yang diperoleh dari Ijtihad. Tuhan telah mewajibkan hamba_Nya untuk berijtihad 17
2. ‘Am dan khas Dalam Al-Qur’an
Al-Syafi’i mengkaji Al Qur an dan mengklarifikasi pernyataan-pernyataan Al-Qur’an yang ‘Am (umum) dan khas (khusus). Menurut Al-Syafi’i isi Al-Qur’an bila dilihat dari segi’ Am dan khas dapat terjadi beberapa kemungkinan.
a. Ayat-ayat yang umum dimaksudkan umum. 18 diantaranya ayat yang dikemukakan Al-Syafi’i sebagai contoh, firman Allah:
Selengkapnya silahkan download : Kitab Al-Risalah Kelahiran Ushul Fiqh
Jangan Lupa berikan komentar Anda tentang blog ini, ataupun tentang posting ini.
Imam .AI-Syafi'i adalah nuuid kesayangan Imam Malik yang sangat disayangi, sebelum pergi ke Madinah, Al-Syafi'i diasuh dan dibimbing oleh Muslim bin Khalid al-Zayi. Selelah memalrami metode istinbath Imam Malik, ia pergi ke Iraq (Baghdad) belajar kepada Muhammad bin Hasan Al Syaibani yang bermazhab Fianafi.1 Sesudah ia mengusai dan memahami kedua kedua pola pikir kedua tokoh mazhab di Madinah dan Iraq itu, kemudian beliau mendiskusikannya.
Ketika itulah beliau menemukan kekurangan-kekurangannya dan kelemahan yang tcrdapal pada dasar-dssar kedua mazhab itu, kenmdian beliau menetapkan dasar-dasar pemikiran sendiri dalam mengistinbathkan hukum1. Pokok-pokok pikiran Imam Al-Syafi'i terbentuk setelah beliau kembali ke Makkah, kemudian dikembangkannya di Iraq dan Mesir. Berbeda dengan Imam Hanafi dan Imam Malik, Imam Syafi'i mensistematisasikan dasar pikirannya dalam Kitab Al-Risalah, yang dikenal sebagai kitab ushul fiqh yang pertama.2
Dalam makalah ini kita mencoba membahas tentang ushul fiqh sebelum kitab Al-Risalah, Gambaran singkal terhadap kitab ini, kritik terhadapnya serta bandingan dengan ushul fiqh terkemudian.
A. USHUL FIQH SEBELUM KITAB AL-RISALAH
Sebelum mencuatnya Imam Syafi'i yang dikenal sebagai pelopor atau perintis ilmu ushul fiqh, sebenamya telah ada teori-teori ushul fiqh pada mazhab-mazhab awal meskipun belum dinamakan dengan ushul tiqh dan tidak sesistimatis sebagaimana yang disusun oleh Imam Syafi'i. gagasan-gagasan teori mereka tersebut merupakan tradisi yang berkembang pada masing-masing yang mewakili masing-masing mazhab tersebut.Mazhab-mazhab tersebut yang terbanyak kita ketahui adalah mazhab yang berasal dari Kuffah dan Basrah di Iraq dan mazhab yang berkembang di Madinah dan hlakkah di Hijaz, serla mazhab yang berasal dari Syria.3
Mazhab-mazhab awal telah mensitematisasikan hukum, masing-masing dalam millieu khusus daerahnya sendiri dan tentu saja diantara mereka terdapat perbedaan-perbedaan, tetapi perbedaan-perbedaan tersebut menyangkut hal-hal yang pokok, melainkan sekedar detil-detil dalam persoalan hukum.4
Al-Razi mengatakan bahwa sebelum Imam Al-Syafi’i telah ada yang membahas tentang ushul fiqh, mereka berargumentasi dan mempertimbangkan, namun mereka tidak mempunyai aturan-aturan yang sepurna dan mereka hanya mengetahui serta mentarjihkannya. Maka Al-Syafi’i mengistimbathkan ilmu ushul fiqh dan meletakkan aturan-aturan yang lengkap sebagai rujukan dalam mengetahui aturan-aturan syara’. Maka ditetapkanlah Al-Syafi’i itu dinisbahkan kepada ilmu syara’ sebagaimana Aristoteles dinisbahkan kepada ilmu rosionalitas.5
Pada masa Al-syafi’i, yaitu akhis abad ke-2 H teori-teori hukum mulai berkembang, dimana Al-syafi’i membawa wacana baru dalam perkembangan teori hukum. Beliau mempelajari Al-Qur’an dan mengklarifikasikan ayat-ayatnya, ada yang bersifat ‘Am, Khas. Zahir dan ada yang menunjukkan kedalaman makna sebagaimana ditungkan dalam kitabnya Al-Risalah. Disinilah perbedaannya dengan pendahulu-pendahulunya.
Ahmad Hasan melukiskan perbedaan Al-Syafi’i dengan pendahulu-pendahulunya adalah bersifat fundamental dan karenanya ia tidak dapat disejajarkan dengan mazhab awal. Alasannya adalah dengan pengkajian hukum yang dilakukannya secara luas dan perbedaannya dengan para ahli hukum diberbagai daerah, ia lalu merumuskan prinsip-prinsip hukum tertentu yang baru dan dengan teguh mengikutinya. Dokrin-dokrin para pendahulunya yang bertolak belakang dengan teori-teori yang dirumuskanya ditolaknya. 6
B. PENGENALAN TERHADAP AL-RISALAH
Al-Risalah ditulis dua kali, pertama ditulis atas permintaan Abd al-Rahman al mahdiy, salah satu tokoh ahli hadits kenamaan di Hajaz, lahir tahun 135 H, wafat tahun 198 H.7 Ibn Mahdiy yang sebelumnya pernah mendengar Al-Risalah (sebelum dikitabkan) memohon kepada Al-Syafi’i supaya menulis untuknya satu kitab yang berisikan uraian tentang makna-makna Al-Qur’an, hadits-hadits shahih, penjelasan nasikh dan mansukh dalam Al-Qur’an dan Sunnah nabi. Permintaan Ibn mahdiy ini dikabulkan Al-Syafi’i.8
Dalam hal perselisihan tentang kebenaran sejarah Al-Risalah ini, Ahmad Muhammad Syakir Pentahkik yang menjadikan rujukan dalam makalah ini, cenderung berpendpat bahwa Al-Syafi’i ketika itu berada di makkah dan Ibn Mahdiy di Baghdad. Namun terdapat riwayat lain yang menyebutkan bahwa ketika Al-Risalah dikirimkan Al-Syafi’i berada di Baghdag, sementara Ibn al-mahdiy di makkah9. Penulis manaqib Al-Syafi’i mengatakan bahwa Al-Syafi’i menuls kitab Al-Risalah di baghdad ketika ia hijrah ke Mesir ia tulis ulang kitabnya tersebut. Masing-masing kitab ini (yang ditulis di baghdad dan yang di Mesir mengandung ilmu yang banyak10
Para ulama merasa sangat sulit untuk mentarjih pendapat yang bertentangan itu. Akan tetapi bagaimanapun riwayat-riwayat itu berbeda, yang jelas Al-Risalah yang ditulis di baghdad sudah tidakditemukan lagi. Al-Risalah yang ada sekarang adalah Al-Risalah yang baru yang ditulis di Mesir.11
Untuk selanjutnya dalam pemaparan Al-Risalah ini penulis mengambil kitab yang ditahkik oleh Ahmad Muhammad Syakir. Kitab Al-Risalah yang ada sekarang adalah Al-Risalah riwayat Rabi’Ibn Sulaiman, Rabi’ menulis kitab berdasarkan pendekatan oleh Al-Syafi’i sendiri. Apa yang dibacakan Al-Syafi’i untuk dituliskan rabi’ bukan merupakan pembacaan kitab Al-Risalah yang dituliskan sebelumnya, tetapi hasil hafalannya. Ini tercermin dari ucapan Al-Syafi’i sendiri yang mengatakan bahwa telah hilang sebagaian kitab-kitabnya dan apa yang ada yang ia dektekan merupakan hafalan dari kitab-kitab itu. Lalu ia ringkaskan uraian-uraian yang panjang namun tidak menghilangkan isinya.12
Al-Risalah merupakan suatu pembahsan yang berkadar ilmiah tentang ilmu ushul fiqh. Sebagai telah disinggung di atas, Al-Risalah merupakan perintis dalam ilmu ushul fiqh, sekurang-kurangnya, menurut data tertulis yang sampai ke zaman kita. Al-Syafi’i dalam uraiannya berusaha menjelaskan bagaimana seluk-beluk serta kedudukan Al-Qur’an dan As-Sunnah itu, untuk mengetahui beliau merumuskan teori-teori kedua sumber syara’ itu dalam upaya membentuk suatu kerangka landasan berfikir yang sistematis dalam bidang fiqh, serta beberapa rumusan tentang beberapa masalah lain seperti ijma’, istilah dan lain-lain, berikut akan dipaparkan gambaran umum yang termuat dalam kitab Al-Risalah.
1. Al Bayan
Al-Syafi’i memulai pembahsannya dengan al bayan, menurut Al-Syafi’i adalah suatu nama yang merangkum seperangkat makna dan makna-makna itu mempunyai muara yang sama. 13 suatu berita mempunyai seperangkat makna, berita yang sudah diketahui makna-maknanya dipandang berita yang jelas. Secara garis besar kejelasan informasi dari Tuhan itu dapat dilihat dalam beberapa bentuk.
a. terdiri dari ketentuan-ketentuan hukum yang khusus (dapat dicapai hanya dengan melihat nash), misalnya tentang wajibnya shalat puasa, zakat dan haji, dan haramnya zina, minuman keras, daging babi, bangkai dan semua yang haram lainnya.14
b. Meliputi kewajiban-kewajiban tertentu yang perinciannya diterangkan oleh Hadits Rasul, misanya, banyaknya shalat, waktunya dan semua yang berhubungan dengan shalat, kejelasannya diterangkan melalui hadits rasulullah.15
c. Ketentuan-ketentuan hukum yang ditetapkan oleh Rasulullah dan tidak diberikan oleh teks-teks Al-Qur’an. Apa yang ditetapkan rasulullah pada hakikatnya sama dengan yang ditetapkan Allah, karena Allah telah mewajibkan hambanya mengikuti Rasul.16
d. Ketentuan-ketentuan yang diperoleh dari Ijtihad. Tuhan telah mewajibkan hamba_Nya untuk berijtihad 17
2. ‘Am dan khas Dalam Al-Qur’an
Al-Syafi’i mengkaji Al Qur an dan mengklarifikasi pernyataan-pernyataan Al-Qur’an yang ‘Am (umum) dan khas (khusus). Menurut Al-Syafi’i isi Al-Qur’an bila dilihat dari segi’ Am dan khas dapat terjadi beberapa kemungkinan.
a. Ayat-ayat yang umum dimaksudkan umum. 18 diantaranya ayat yang dikemukakan Al-Syafi’i sebagai contoh, firman Allah:
Selengkapnya silahkan download : Kitab Al-Risalah Kelahiran Ushul Fiqh
Jangan Lupa berikan komentar Anda tentang blog ini, ataupun tentang posting ini.
Labels:
Makalah
Thanks for reading Kitab Al-Risalah Kelahiran Ushul Fiqh. Please share...!
0 Komentar untuk "Kitab Al-Risalah Kelahiran Ushul Fiqh"
Yang sudah mampir wajib tinggalkan komentar