belajar dan berbagi

Perkembangan Afektif

A. Perkembangan Emosi
Kehidupan seseorang pada umumnya penuh dorongan dan minat untuk
mencapai atau memiliki sesuatu. Seperti telah diuraikan di depan, bahwa perilaku seseorang dan munculnya berbagai kebutuhan disebabkan berbagai dorongan dan minat. Seberapa banyak dorongan-dorongan dan minat-minat seseorang itu terpenuhi merupakan dasar dari pengalaman emosionalnya. Perjalanan kehidupan tiap-tiap orang tidak selalu sama Kehidupan mereka masing-masing berjalan menurut polanya sendiri-sendiri. Seseorang yang pola
kehidupannya berlangsung mulus, dimana dorongan-dorongan dan keinginan-keinginan atau minatnya dapat terpenuhi atau dapat berhasil dicapai, ia (mereka) cenderung memiliki perkembangan emosi yang stabil dan dengan demikian dapat menikmati hidupnya. Tetapi sebaliknya jika dorongan dan keinginannya tidak berhasil terpenuhi, baik hal itu disebabkan kurangnya kemampuan untuk memenuhinya atau karena kondisi lingkungan yang kurang menunjang, sangat dimungkinkan perkembangan emosionalnya mengalami gangguan.
Seorang individu dalam merespon sesuatu lebih banyak diarahkan oleh penalaran dan pertimbangan-pertimbangan objektif. Akan tetapi pada saat-saat tertentu di dalam kehidupannya, dorongan emosional banyak campur tangan dan mempengaruhi pemikiran-pemikiran dan tingkah lakunya. Oleh karena itu untuk memahami remaja, memang perlu mengetahui apa yang ia lakukan dan pikirkan. Di samping itu hal yang lebih penting untuk diketahui adalah apa yang mereka rasakan. Makin banyak kita dapat memahami dunia remaja seperti apa yang mereka alami, makin perlu kita melihat ke dalam kehidupan emosionalnya dan memahami perasaan-perasaannya, baik perasaan tentang dirinya sendiri maupun tentang orang lain. Gejala-gejala emosional seperti marah, takut, bangga dan rasa malu; cinta dan benci, harapan-harapan dan rasa putus asa perlu dicermati dan difahami dengan baik.
Selanjutnya marilah kita tinjau secara lebih rinci pengertian emosi
1. Pengertian Emosi
Perbuatan atau perilaku kita sehari-hari pada umumnya disertai oleh perasaan-perasaan tertentu, seperti perasaan senang atau tidak senang. Perasaan senang atau tidak senang yang terlalu menyertai perbuatan-perbuatan kita sehari-hari disebut warna efektif. Warna efektif kadang-kadang kuat, kadang-kadang lemah atau kadang-kadang tidak jelas (samar-samar). Dalam hal warna afektif tersebut kuat, maka perasaan-perasaan menjadi lebih mendalam, lebih luas, dan lebih terarah. Perasaan-perasaan seperti ini disebut emosi (Sarlito, 1982: 59). Di samping perasaan senang atau tidak senang, beberapa contoh macam emosi yang lain adalah gembira, cinta, marah, takut, cemas, dan benci.
Emosi dan perasaan adalah dua hal yang berbeda. Tetapi perbedaan keduanya tidak dapat dinyatakan dengan tegas. Emosi dan perasaan akan suatu gejala emosional yang secara kualitatif berkelanjutan, tetapi tidak jelas batasnya. Pada suatu saat suatu warna afektif dapat dikatakan sebagai perasaan, tetapi juga dapat dikatakan sebagai emosi; contohnya marah yang ditunjukkan dalam bentuk diam. Jadi sukar sekali kita mendefinisikan emosi. Menurut Crow & Crow (1958) pengertian itu adalah sebagai berikut:
"An emotion, in an affective experience that accompanies generalized inner adjustment and 'menial 'and physiological stirred-up states in the individual, and that shows itself in his overt behavior ".

Jadi emosi adalah pengalaman afektif yang disertai penyesuaian dari dalam diri individu tentang keadaan mental dan fisik dan berwujud suatu tingkah laku yang tampak.
Emosi adalah warna afektif yang kuat dan ditandai oleh perubahan-perubahan fisik. Pada saat terjadi emosi seringkali terjadi perubahan-pembahan pada fisik, antara lain berupa:
1) Reaksi elektris pada kulit: meningkat bila terpesona
2) Peredaran darah: bertambah cepat bila marah
3) Denyut jantung: bertambah cepat bila terkejut
4) Pernapasan: bernafas panjang kalau kecewa
5) Pupil mata: membesar bila marah
6) Liur: mengering kalau takut atau tegang
7) Bulu roma: berdiri kalau takut
8) Pencernaan: mencret-mencret kalau tegang
9) Otot: ketegangan dan ketakutan menyebabkan otot menegang atau bergetar (tremor)
10) Komposisi darah: komposisi darah akan ikut berubah dalam emosional karena kelenjar-kelenjar lebih aktif.


2. Karakteristik perkembangan emosi
Secara tradisional masa remaja dianggap sebagai periode "badai dan tekanan", suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Meningginya emosi terutama karena anak (laki-laki ataupun perempuan) berada di bawah tekanan sosial dan mereka menghadapi kondisi baru, sedangkan selama masa kanak-kanak ia kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan-keadaan itu. semua remaja mengalami masa badai dan tekanan, namun benar juga sebagian besar remaja mengalami ketidakstabilan dari waktu ke waktu sebagai konsekuensi usaha penyesuaian diri terhadap pola perilaku baru dan harapan sosial baru.
Pola emosi masa remaja adalah sama dengan pola emosi masa kanak-kanak. Jenis emosi yang secara normal dialami adalah. cinta/kasih sayang gembira, amarah, takut dan cemas, cemburu, sedih dan lain-lain Perbedaannya terletak pada macam dan derajat rangsangan yang membangkitkan emosinya, dan khususnya pola pengendalian yang dilakukan individu terhadap ungkapan emosi mereka.
Remaja sendiri menyadari bahwa aspek-aspek emosional dalam kehidupan adalah penting (Jersild, 1957: 133). Untuk selanjutnya berikut ini dibahas beberapa kondisi emosional seperti: cinta/kasih sayang, gembira, kemarahan dan permusuhan, ketakutan dan kecemasan.
a. Cinta/kasih sayang
Faktor penting dalam kehidupan remaja adalah kapasitasnya untuk mencintai orang lain dan kebutuhannya untuk mendapatkan cinta dari orang lain. Kemampuan untuk menerima cinta sama pentingnya dengan kemampuan untuk memberinya.
Walaupun remaja bergerak ke dunia pergaulan yang lebih luas, dalam dirinya masih terdapat sifat kanak-kanaknya. Remaja membutuhkan kasih sayang di rumah yang sama banyaknya dengan apa yang mereka alami pada tahun-tahun sebelumnya. Karena alasan inilah maka sikap menentang mereka, menyalahkan mereka secara langsung, mengolok-olok mereka pada waktu pertama kali ia mencukur kumisnya, adanya perhatian terhadap lawan jenisnya, merupakan tmdakan yang kurang bijaksana. Tampaknya tidak ada manusia, termasuk remaja, yang dapat hidup bahagia dan sehat tanpa mendapatkan cinta dari orang lain. Kebutuhan untuk memberi dan menerima cinta menjadi sangat penting, walaupun kebutuhan-kebutuhan akan perasaan itu disembunyikan secara rapi para remaja yang berontak secara terang-terangan, nakal dan mempunyai sikap permusuhan besar kemungkinannya disebabkan oleh kurangnya rasa cinta dan dicintai yang tidak disadari.

b. Gembira
Pada umumnya individu dapat mengingat kembali pengalaman--pengalaman yang menyenangkan yang dialami selama remaja. Jika kita menghitung hal-hal yang menyenangkan tersebut kita agaknya mempunyai panjang dan lengkap tentang apa yang terjadi dalam perkembangan emosional remaja.
Perasaan gembira dari remaja belum banyak diteliti. Perasaan gembira sedikit mendapat perhatian dari petugas peneliti daripada perasaan marah atau takut atau tingkah laku dan problema lain yang memantulkan kesedihan. Rasa gembira akan dialami apabila segala sesuatunya berlangsung dengan baik dan para remaja akan mengalami kegembiraan jika ia diterima sebagai seorang sahabat atau bila ia jatuh cinta dan cintanya itu mendapat sambutan (diterima) oleh yang dicintai.

c. Kemarahan dan permusuhan
Sejak masa kanak-kanak, rasa marah telah dikaitkan dengan usalia remaja untuk mencapai dan memiliki kebebasan sebagai seorang pribadi yang mandiri. Rasa marah merupakan gejala yang penting di antara emosi-ernosi yang memainkan peranan yang menonjol dalam perkembangan kepribadian. Pertama, di antara emosi-emosi ini adalah cinta, di mana kita ketahui bahwa dicintai dan mencintai adalah gejala emosi bagi per¬kembangan pribadi yang sehat. Rasa marah juga penting dalam kehidupan, karena melalui rasa marahnya seseorang mempertajam tuntutannya sendiri dan pemilikan minat-minatnya sendiri.
Mendekati saat mencapai remaja, dia telah melalui banyak fase dalam perkembangan emosional, antara lain dalam kaitannya dengan perbuatan marah dan cara menyatakan kemarahan itu. Kondisi-kondisi dasar yang menyebabkan timbulnya rasa marah kurang lebih sama, tetapi ada beberapa perubahan sehubungan dengan pertambahan umurnya dan kondisi-kondisi tertentu yang menimbulkan rasa marah atau meningkatnya penguasaan kendali emosional. Banyaknya hambatan yang menyebabkan anak kehilangan kendali terhadap rasa marah, sedikit berpengaruh pada kehidupan emosional remaja. Tetapi
rasa marah tersebut terus akan berlanjut pemunculannya apabila minat-minatnya, rencana-rencananya, tindakan-tindakannya dirintangi.
Dalam upaya memahami remaja, ada 4 (empat) faktor yang sangat penting sehubungan dengan rasa marah.
1) Adanya kenyataan bahwa perasaan marah berhubungan dengan usaha manusia untuk memiliki dirinya dan menjadi dirinya sendiri. Meskipun marah seringkali tampak tolol dan tidak terkendali, namun rasa marah akan terus berlanjut sepanjang ada kehidupan, dan sangat berfungsi sebagai usaha individu untuk menjadi seorang pribadi sesuai dengan haknya. Selama masa remaja fungsi marah terutama untuk melindungi haknya untuk menjadi bebas/independen, dan menjamin hubungan antara dirinya dan pihak lain yang berkuasa.
2) Pertimbangan penting lainnya ialah ketika individu mencapai masa
remaja dia tidak hanya merupakan subjek kemarahan yang berkembang dan kemudian menjadi sulit, tetapi juga mempunyai sikap-sikap dimana ada sisa kemarahan dalam bentuk permusuhan yang meliputi sisa kemarahan masa lalu. Sikap-sikap pemusuhan mungkin berbentuk dendam, kesedihan, prasangka, atau kecenderungan untuk merasa tersiksa. Sikap-sikap permusuhan dapat juga tampak dalam suatu kecenderungan untuk menjadi curiga dan keengganan atau menganggal bahwa orang lain tidak bersahabat dan mempunyai motif yang jelek. Sikap-sikap permusuhan mungkin tampak dalam cara-cara yang bersifat
pura-pura: remaja bukannya menampakkan-kemarahan langsung tetapi, remaja lebih menunjukkan keinginan yang sangat besar. Misalnya dalam kampanye politik, seorang remaja mungkin menyanyikan. kebanggaan dari seorang calon, padahal sebenarnya ia bersifat ermusuhan terhadap calon tersebut tetapi sifatnya itu ditekan.
3) Seringkali perasaan marah sengaja disembunyikan dan seringkali; tampak dalam bentuk yang samar-samar. Bahkan seni dari cinta mungkin dipakai sebagai alat kemarahan Contohnya. Jika seorang anak laki-laki yang mempunyai latar belakang kecemburuan dan, sikap-sikap permusuhan yang tidak terselesaikan terhadap saudara perempuannva dan terhadap gadis-gadis pada umumnya. akhirnya dia mempunyai kebiasaan untuk menarik gadis-gadis hanya untuk menunjukkan penolakannya terhadap gadis-gadis yang jatuh hati padanya.
4) Kemarahan mungkin berbalik pada dirinya sendiri. Dalam beberapa hal, aspek ini merupakan aspek yang sangat penting dan juga paling sulit dipahami.


d. Ketakutan dan Kecemasan
Menjelang anak mencapai masa remaja, dia telah mengalami serangkaian perkembangan yang panjang yang mempengaruhi pasang surut berkenaan dengan rasa ketakutannya. Beberapa rasa takut yang terdahulu telah teratasi tetapi banyak yang masih tetap ada. Banyak ketakutan-ketakutan baru muncul karena adanya kecemasan-kecemasan dan rasa berani yang bersamaan dengan perkembangan remaja itu sendiri.
Semua remaja sedikit banyak takut terhadap waktu. Beberapa di antara mereka merasa takut hanya pada kejadian-kejadian bila mereka dalam bahaya. Beberapa orang mengalami rasa takut secara berulang-ulang dengan kejadian dalam kehidupan sehari-hari, atau karena mimpi-mimpi, atau karena pikiran-pikiran mereka sendiri. Beberapa orang dapat mengalami rasa takut sampai berhari-hari atau bahkan berminggu-minggu.
Remaja seperti halnya anak-anak dan orang dewasa, sering kali berusaha untuk mengatasi ketakutan-ketakutan yang timbul dari persoalan-persoalan kehidupan. Tidak ada seorang pun yang menerjunkan dirinya dalam' kehidupan dapat hidup tanpa rasa takut. Satu-satunya cara untuk menghindarkan diri dari rasa-takut adalah manyerah tcrhadap rasa takut. seperti terjadi bila seseorang begitu takut sehingga ia tidak berani mencapai apa yang ada sekarang atau masa depan yang tidak menentu.
Biehler (1972) membagi ciri-ciri emosional remaja menjadi dua rentang usia, yaitu usia 12-15 tahun dan usia 15 – 18 tahun.
Ciri-ciri emosional remaja berusia 12 – 15 tahun
1) Pada usia ini seorang siswa/anak cenderung banyak murung dan tidak dapat diterka. Sebagian kemurungan sebagai akibat dari perubahan-perubahan biologis dalam hubungannya dengan kematangan seksual dan sebagian karena kebingungannya dalam menghadapi apakah ia niasih sebagai anak-anak atau sebagai seorang dewasa.
2) Siswa mungkin bertingkah laku kasar untuk menutupi kekurangan dalam hal rasa percaya diri.
3) Ledakan-ledakan kemarahan mungkin biasa terjadi. Hal ini seringkali terjadi sebagai akibat" dari kombinasi ketegangan psikologis, ketidakseimbangan biologis, dan kelelahan karena bekerja tcrlalu keras atau pola makan yang tidak tepat atau tidur yang tidak cukup.
4) Seorang remaja cenderung tidak toleran terhadap orang lain dan membenarkan pendapatnya sendiri yang disebabkan kurangnya rasa percaya diri. Mereka mempunyai pendapat bahwaa dan jawaban-jawaban absolut dan bahwa mereka mengetahuinya.
5) Siswa-siswa di SMP mulai mengamati orang tua dan guru-guru mereka secara lebih objektif dan mungkin menjadi marah apabila mereka ditipu dengan gaya guru yang bersikap serba tahu (mahatahu).
Ciri-ciri emosional remaja usia 15 - 18 tahun
1) "Pemberontakan" remaja merupakan pernyataan/ekspresi dari perubahan yang universal dari masa kanak-kanak ke dewasa.
2) Karena bertambahnya kebebasan mereka, banyak remaja yang mengalami konflik dengan orang tua mereka. Mereka mungkin mengharapkan simpati dan nasihat orang tua atau guru.
3) Siswa pada usia ini seringkali melamun, memikirkan masa depan
mereka Banyak diantara mereka terlalu tinggi menafsir kemampuan mereka sendiri dan merasa berpeluang besar untuk memasuki pekerjaan dan memegang jabatan tertentu.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi
Sejumlah penelitian tentang emosi anak menunjukkan bahwa
perkembangan emosi mereka bergantung pada faktor kematangan dan
faktor belajar (Hurlock, 1960: 266). Reaksi emosional yang tidak muncul
pada awal kehidupan tidak berarti tidak ada, reaksi tersebut mungkin akan
muncul dikemudian hari, dengan berfungsinya-siste-mindokrin. Kematangan dan belajar terjalin erat satu sama lain dalam mempengaruhi perkembangan emosi.
Perkembangan intelektual menghasilkan kemampuan untuk memahami makna yang sebelumnya tidak dimengerti, memperhatikan satu rangsangan dalam jangka waktu yang lebih lama, dan menimbulkan emosi terarah pada satu objek. Demikian pula kemampuan mengingat mempengaruhi reaksi emosional. Dengan demikian anak-anak menjadi reaktif terhadap rangsangan yang tadinya tidak mempenganruhi mereka pada usia yang lebih muda.
Perkembangan kelenjar endokrin penting untuk mematangkan perilaku emosional. Bayi secara relatif kekurangan produksi endokrin yang diperlukan untuk menopang reaksi fisiologis terhadap stress. Kelenjar adrenalin yang memainkan peran utama pada emosi mengecil secara tajam segera setelah bayi lahir. Tidak lama kemudian kelenjar itu mulai membesai lagi, dan membesar dengan pesat sampai anak usia 5 tahun, pembesarannya mclambat pada usia 5 sampai 11 tahun, dan membesar lebih pesat lagi sampai anak usia 16 tahun Pada usia 16 tahun kelenjar tersebut mencapai kembali ukuran semula seperti saat anak lahir. Hanya sedikit adrenalin yang diproduksi dan dikeluarkan sampai saat kelenjar itu membesar. Kegiatan belajar untuk menunjang perkembangan emosi. Metode belajar yang menunjang perkembangan emosi, antara lain adalah :
1) Belajar dengan coba-coba
Anak belajar secara coba-coba untuk mengekspresikan emosi dalam bentuk perilaku yang memberikan pemuasan terbesar kepadanya dan menolak perilaku yang memberikan pemuasan sedikit atau sama sekali tidak memberikan kepuasan. Cara belajar ini lebih umum digunakan pada masa kanak-kanak awal dibandingkan dengan sesudahnya, tetapi sepanjang perkembangannya tidak pernah ditinggalkan sama sekali.

2) Belajar dengan cara meniru
Dengan cara mengamati hal-hal yang membangkitkan emosi tertentu orang lain, anak-anak bereaksi dengan emosi dan metode ekspresi yang sama dengan orang-orang yang diamati. Contoh, anak yang peribut mungkin menjadi marah terhadap teguran guru. Jika ia seorang anak yang populer di kalangan teman sebayanya mereka juga akan ikut marah kepada guru tersebut.

3) Belajar dengan cara mempersamakan diri (learning hy identification). Anak menirukan reaksi emosional orang lain yang tergugah oleh rangsangan yang sama dengan rangsangan yang telah membangkitkan emosi orang yang ditiru. Di sini anak hanya menirukan orang yang dikagumi dan mempunyai ikatan emosional yang kuat dengannya.

4) Belajar melalui pengkondisian
Dengan metode ini objek situasi yang pada mulanya gagal memancing reaksi emosional, kemudian dapat berhasil dengan cara asosiasi. Pengkondisian terjadi dengan mudah dan cepat pada tahun-tahun awal kehidupan karena anak kecil kurang mampu menalar, kurang pengalaman untuk menilai situasi secara kritis, dan kurang mengenal bctapa tidak rasionalnya reaksi mereka. Setelah melewati masa kanak-kanak, penggunaan metode pengkondisian semakin terbatas pada perkembangan rasa suka dan tidak suka.


5) Pelatihan atau belajar di bawah bimbingan dan pengawasan, terbatas pada aspek reaksi. Kepada anak diajarkan cara bereaksi yang dapat diterima jika sesuatu emosi-terangsang. Dengan pelatihan, anak-anak dirangsang untuk bereaksi terhadap rangsangan yang biasanya membangkitkan emosi yang menyenangkan dan dicegah agar tidak bereaksi secara emosional terhadap rangsangan yang membangkitkan emosi yang tidak menyenangkan
Anak memperhalus ekspresi-ekspresi kemarahannya atau emosi lain ketika ia beranjak dari masa kanak-kanak ke masa remaja. Peralihan pernyataan emosi yang bersifat umum ke emosinya sendiri yang bersifat individual ini dan memperhalus perasaan merupakan bukti/petunjuk adanya pengaruh yang bertahap dan latihan serta pengendalian terhadap perilaku emosional.
Mendekati berakhirnya usia remaja, seorang anak telah melewati banyak badai emosional, ia mulai mengalami keadaan emosional yang lebih tenang yang mewarnai pasang surut kehidupannya ia juga telah belajar dalam seni menyembunyikan perasaan-perasaannya. Hal ini berarti jika ingin memahami remaja, kita tidak hanya mengamati emosi-emosi yang secara terbuka yang ia tampakkan tetapi perlu berusaha mengerti emosi yang disembunyikan
Jadi emosi yang ditunjukkan mungkin merupakan selubung/tutup bagi yang disembunyikan, seperti contohnya seseorang yang merasa ketakutan tetapi menunjukkan kemarahan, dan seorang yang sebenarnya hatinya terluka tetapi ia malah tertawa sepertinya ia merasa senang.
Remaja diberi tahu secara berulang-ulang sejak kanak-kanak untuk tidak menunjukkan perasaan-perasaannya. Sebagai seorang anak ia tidak boleh menangis, sehingga waktu ia remaja, terutama remaja laki-laki. jarang menangis walaupun kondisinya sedemikian rupa yang sebenarnya ia ingin menangis andaikata ada keberanian untuk menunjukkan perasaan-perasaannya.
Sejak ia masih kanak-kanak para remaja sudah mengetahui apa yang ditakutkan tetapi mereka juga diberitahu/diajar untuk tidak penakut,
untuk tidak menunjukkan ketakutan-ketakutan mereka. Akhirnya seringkali mereka takut tetapi tidak berani menunjukkan perasaan tersebut secara terang-terangan. Adalah hal yang bertentangan bahwa dalam masa remaja, seperti halnya dalam kehidupan orang dewasa, seringkali membutuhkan dorongan yang kuat untuk menunjukkan rasa takut daripada
menyembunyikannya.
Semua remaja, sejak masa kanak-kanak telah mengetahui rasa marah, karena tidak ada seorang pun yang hidup tanpa pernah marah Tetapi mereka juga tahu bahwa ada bahasa untuk menunjukkan kemarahan secara terbuka, dan kepada remaja diajarkan bahwa tidak hanya sekedar menyembunyikan kemarahan mereka tetapi perlu takut terhadap rasa dan merasa bersalah apabila marah demikian juga, kebanyakan remaja telah mengalami bagaimana rasanya dicintai
Labels: Makalah

Thanks for reading Perkembangan Afektif. Please share...!

0 Komentar untuk "Perkembangan Afektif"

Yang sudah mampir wajib tinggalkan komentar

Back To Top