Makalah Pendidikan
Proses balajar mengajar menurut Jekome S. Brun
Pendahuluan
Sebagai hasil konperensi itu lahirlah berbagai pelajaran yang sangat terkenal, yakni yang dihasilkan oleh PSSE (Physical Science Study Committe), S. M. S. B (School Mathematics Study Group) B. S. C. S (Biologi Science Curriculum Study) dan lain-lain.
Dengan tidak mengurangi pendidikan anak sebagai keseluruhan moral sosial, maupun emosional, konprensi ini mengutamakan aspek intelektual.
Ada empat pokok utama yang di bahas dalam konperensi,yakni:
1. Peranan “struktur” dalam cara dan untuk mengutamakannya dalam belajar struktur itu sendiri dari konsep-konsep pokok. Bila struktur itu dikuasai, maka hal-hal lain yang berhubungan dengan itu dapat dipahami maknanya.
2. Kesiapan untuk mempelajari sesuatu.
Kesiapan ini ternyata jauh lebih cepat dari pada di duga yang sebelumnya. Bahkan dianggap bahwa dasar-dasar suatu mata pelajaran dapat diajarkan kepada setiap anak pada setiap usia dalam suatu bentuk tertentu. Pada taraf permulaan pelajaran di berikan pada tingkat yang sederhana yang secara berangsur-angsur dapat ditingkatkan kepada yang lebih baik.
3. Hakekat instuisi dalam proses belajar
Instuisi adalah kemampuan mental untuk menentukan hipotesis pemecahan masalah tanpa melalui langkah-langkah analisis. Instuisi memegang peranan penting dalam berpikir produktif, bukan hanya dalam disiplin akademis, melainkan juga dalam menghadapi masalah-masalah kehidupan sehari-hari.
4. Dorongan atau motivasi belajar dan cara untuk membangkitkannya
Minat serupa ini jauh lebih baik dari pada dorongan yang timbul karena tinjauan tujuan yang ekstrinsik seperti mencapai angka yang baik, saingan dengan murid lain, dan sebagainya. Namun ada dua pendapat, yang manakah yang harus diutamakan, guru atau alat pelajaran. Bila guru diberi peranan utama jadi guru sebagai orang yang menentukan cara belajar, alat yang digunakan, maka guru perlu mendapat pendidikan yang mendalam tentang bahan ang diajarkannya serta metode belajar.
Pentingnya Struktur
Tujuan belajar yang utama ialah bahwa apa yang dipelajari itu kemudian berguna dimasa mendatang, yakni membantu kita untuk dapat belajar terus dengan cara yang lebih mudah. Hal ini di kenal sebagai transfer belajar. Transfer yang lain ialah yang tidak spesifik, yakni transet prinsip-prinsip dan sikap umum atau konsep umum yang merupakan dasar untuk mengenal masalah-masalah lain sebagai adalah khusus dalam rangka prinsip umum yang telah dikuasai.
Kesiapan untuk belajar
Pendirian yang terkenal yang dikemukakan oleh J. Broner ialah bahwa setiap mata pelajaran dapat diajarkan dengan efektif dalam bentuk yang jujur secara intelektual kepada anak yatim setiap tingkat perkembangannya.
Perkemabangan intelektual anak
Menurut
penelitian J. Piaget, perkembangan intelektual anak dapat dibagi dalam tiga taraf:
1. Fase pra-Operasional, sampai usia 5-6 tahun, maka para sekolah, jadi tidak berkenaan dengan anak sekolah. Pada taraf inilah belum dapat mengadakan perbedaan yang tegas antara perasaan dan motif pribadinya dengan realitas dunia luar.
2. Fase oprasi konkrit, dengan oprasi dimaksud usaha untuk memperoleh data tentang dunia realitas dan mengubahnya dalam pikiran kita sedemikian rupa sehingga dapat disusun atau di organisasi dan digunakan secara selectif dalam pemecahan-pemecahan masalah.
3. Fase oprasi formal, pada taraf ini anak itu telah sanggup beroprasi berdasarkan kemungkinan hipotesis dan tidak lagi dibatasi oleh apa yang berlangsung dihadapinya atau apa yang telah dialaminya sebelumnya.
Implikasi bagi pengajaran
Yang penting sekali untuk dipertimbangkan dalam pengajaran konsep-konsep pokok ialah membantu anak itu secara berangsur-angsur dari berpikir konkrit kearah berpikir secara konsepsional. Dengan metode yang sesuai dengan perkembangan intelektual anak, kepadanya dapat diajarkan konsep-konsep seperti “Set Theory” atau teori set falam matematika. “fungsi” prinsip bahwa keseluruhan.
Proses belajar
Menurut Bruner, dalam proses belajar dapat di bedakan tiga fase atau episode, yakni (1) Informasi, (2) transportasi, (3) evaluasi.
Informasi dalam tiap pelajaran kita peroleh sejumlah informasi, ada yang menambah pengetahuan yang telah kita miliki, ada yang memperluas dan memperdayakannya ada pula informasi yang bertentangan dengan apa yang telah kita ketahui sebelumnya. Transformasi, informasi itu harus dianalisis, di ubah atau di transformasi ke dalam bentuk yang lebih abstrak atau konseptual agar nilai hingga manakah pengetahuan yang kita peroleh dan transformasi itu dapat di manfaatkan untuk memahami gejala-gejala lain.
Kurikulum “Spiral”
Kurikulum dapat di pusatkan pada masalah-masalah penting, pada prinsip-prinsip, dan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat, yang harus dimiliki oleh setiap warga negara. Ide-ide pokok, prinsip-prinsip dasar dapat di berikan pada usia muda yang dapat di kembangkan dan diperdalam pada tingkat usia yang lebih tinggi. Kurikulum yang membicarakan pokok-pokok yang sama pada tingkat yang lebih tinggi dengan cara yang lebih matang dan abstrak, disebut kurikulum “Spiral” sesuai dengan taraf dan perkembangan akhlak.
Berfikir intuitif dan berfikir analitis
Di samping bahwa seorang berfikir intuitif, bila ia dengan cepat dapat mengemukakan tekanan-tekanan yang baik dan tepat. Menurut kamus Websterm instuisi berarti pemahaman yang segera. Benar tidaknya instuisi itu masih terus di selidiki dengan cara analisis
Pentingnya Struktur
- Apakah tidak mungkin berfikir intuitif atas pengaruh guru?
- Faktor guru. Apakah murid-murid akan turut berfikir intuitif, bila gurunya melakukan demikian?
- Penguasaan bahan. Orang yang menguasai bidang ilmu tertentu akan lebih sering berfikir intuitif bila di bandingkannya dengan orang yang tidak menguasainya.
- Struktur penguasaan. Memahami seluk-beluk atau struktur suatu bidang ilmu memberi kemungkinan yang lebih besar untuk berfikir intuitif.
- Prosedur heuristik, yaitu menemukan jawaban dengan cara yang tidak ketat.
- Menerka. Haruslah murid-murid dianjurkan untuk menerka? Memang ada situasi di mana tekanan tidak sesuai.
Kepercayaan akan diri sendiri
Suasana kultural tidak selalu mendukung aspek-aspek intelektual. Dalam masyarakat yang pragmatis, yang lebih mementingkan hasil-hasil teknologi studi akademis teoritis kurang mendapat penghargaan dan tidak memberi motivasi untuk mempelajarinya.
Alat-alat mengajar
Jermos Bruner membagi alat instruktional dalam 4 macam menurut fungsinya:
1. Alat untuk menyampaikan pengalaman “Vicarous”, yaitu menyajikan bahan-bahan kepada murid-murid yang sedianya tidak dapat mereka peroleh dengan pengalaman langsung yang lazim di sekolah.
2. Alat model yang dapat memberikan pengertian tentang struktur atau prinsip suatu gejala.
3. Alat dramatisasi, yakni yang mendramatisasikan sejarah suatu peristiwa atau tokoh, film tentang alam yang memperlihatkan perjuangan untuk hidup.
4. Alat autematisasi, seperti “Teaching machine” atau pelajaran berpromaguma, yang menyajikan suatu masalah dalam urutan yang teratur dan memberi balikan atau feed back tentang responds murid.
Namun alat pendidikan yang paling utama ialah guru itu sendiri. Apakah peranan guru itu?
1. Mengkomunikasikan pengetahuan. Guru harus memiliki pengetahuan yang mendalam tentang bahan yang diajarkannya.
2. Guru sebagai model. Jika guru sendiri tidak melihat keindahan dan manfaat pelajaran yang diajarkannya, jangan diharapkannya bahwa anak-anak akan menunjukkan antusiasme untuk mata pelajaran itu.
3. Selain itu juga guru menjadi model sebagai pribadi apakah ia berdisiplin, cermat berfikir, mencintai mata pelajarannya atau yang mematikan idealisme dan picik dalam pandangannya.
II. RESOUCE-BASED LEARNING
Dengan “Resource-Based Learning” dimaksud segala bentuk belajar yang langsung menghadapkan murid dengan suatu sejumlah sumber belajar secara individual atau kelompok dengan segala kegiatan belajar yang berkatian dengan itu, jadi bukan dengan cara yang konvensional di mana guru menyampaikan bahan pelajaran kepada murid.
Latar belakang
1. Perubahan dalam sifat dan pola ilmu pengetahuan manusia
2. Perubahan dalam masyarakat dan tafsiran kita tentang tuntutannya.
3. Perubahan tentang pengertian kita tentang anak dan caranya belajar
4. Perubahan dalam media komunikasi
Guru dan ahli perpustakaan harus saling mengenal keahlian dan kemampuan masing-masing. Di samping itu diperlukan pula “media specialis”, yakni ahi dalam bidang media, karena sumber tidak hanya terbatas pada buku-buku saja.
Perubahan dalam pengetahuan manusia
Pengetahuan manusia akhir-akhir ini berkembang dengan cepat sekali sehingga dijuluki pengetahuan eksplosi pengetahuan. Tugas guru yang utama bukan lagi menyampaikan pengetahuan, melainkan memupuk pengertian, membimbing mereka untuk belajar sendiri. Kemampuan untuk menemukan sendiri dan belajar sendiri dianggap dapat di pelajari.
Pemahaman baru tentang belajar
Salah satu usaha untuk mempertimbangkan perbedaan indovidual itu adalah pengajaran berdasarkan sumber-sumber atau “Resuorce-Based Learning”. Cara belajar serupa ini memberi kebebabasan kepada anak untuk belajar sesuai dengan minat dan kebutuhannya.
Perubahan dalam media komunikasi
Perkembangan media komunikasi mengalami kemajuan yang sangat pesat akhir-akhir ini. Para pendidik segera melihat manfaat kemajuan dalam media komunikasi itu bagi pendidikan. Namun ada yang optimis yang meramalkan bahwa dalam waktu dekat semua aspek kurikulum akan dikomputerkan. Teknologi pendidikan adalah pendekatan yang sistematis terhadap tujuan pendidikan dan latihan, yakni sistematis dalam perumusan tujuan, analisis dan sentesisi yang tajam tentang proses belajar-mengajar, serta evaluasi yang empiris.
Teknologi pendidikan adalah pendekatan “Problem solving” tentang pendidikan. Dapat dirasakan kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam menjalankan Resource-Based Learning atau belajar dengan menghadap anak-anak langsung dengan berbagai sumber, seperti buku dalam perpustakaan, alat audio visual, dan sumber lainnya. Kesulitan juga akan dihadapi dalam pengadministrasinya.
Ciri-ciri belajar berdasarkan sumber
Yang diutamakan dalam BBS ini bukanlah bahan pelajaran yang harus di kuasai, melainkan penguasaan keterampilan tentang cara belajar. BBS lebih fleksibel dalam penggunaan waktu dan ruang belajar. BBS berusaha mengembangkan kepercayaan akan diri-sendiri dalam hal belajar yang memungkinkannya untuk melanjutkan belajar sepanjang hidupnya.
Pelaksanaannya
“Resource-Based Learning” adalah cara belajar yang bermacam-macam bentuk dan segi-seginya. Metode ini dapat pula di dasarkan atas penelitian, pengajaran proyek, pengajaran unit yang terintegrasi, pendidikan interdisipliner, pengajaran individul dan pengajaran aktif.
III. Belajar Tuntas (Mastery learning)
Murid pandai dan murid bodoh
Tiap guru yang menghadapi kelas baru, lebih dahulu sudah menerima, berdasarkan pengalamannya bahwa murid-murid dalam kelas itu tidak sesama pandainya. Seperempat atau sepertiga akan termasuk golongan anak pandai, seperti setengah termasuk anak sedang, dan seperempat sampai sepertiga termasuk golongan anak yang bodoh.
Fungsiendidikan adalah membimbing anak ke arah suatu tujuan yang kita nilai tinggi. Pendidikan yang baik adalah usaha yang berhasil membawa semua anak-anak kepada tujuan itu. Apa yang diajarkan hendaknya dipahami sepenuhnya oleh semua anak.
Tujuan guru mengajar adalah agar bahan yang disampaikannya dikuasai sepenuhnya oleh semua murid, bukan hanya oleh beberapa orang saja yang di berikan angka tertinggi. Pemahaman harus penuh, bukan tiga perempat, setengah atau seperempat saja.
Hasil belajar menurut kurva normal sesungguhnya menunjukkan suatu kegagalan, karena sebagian besar anak-anak tidak mengerti betul apa yang diajarkan. Guru yang baik harus meningalkan dan menanggalkan kurva normal sebagi ukuran keberhasilan proses mengajar-belajar.
Belajar tuntas
Tujuan proses mengajar-belajar tuntas secara ideal agar bahan yang dipelajari di kuasi sepenuhnya oleh murid. Ini disebut “mastery lerning” atau belajar tuntas artinya penguasaan penuh.
Ide-ide tentang mastery laerning atau belajar tuntas telah di kemukakan oleh tokoh-tokoh seperti H. C. Morrison (1926), B. F. Skinner (1954), J. L Good lad dan R. H. Anderson (1959), Jhon Carrol (1963), Jermoe Bruner (1966), P. Suppes (1966) dan R. Giaster (1968).
Di Indonesia ide mastery lerning atau belajar tuntas dipopulerkan oleh BP3K (Badan Pengembangan dan Penelitian Pendidikan dan Kebudayaan) yang dikaitkan dengan pembaharuan kurikulum (kurikulum 1975 PPSP atau proses perintis sekolah pembangun dan pengajaran modulnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penguasaan penuh
1. Bakat untuk mempelajari sesuatu
Bakat, misalnya intelegensi, mempengaruhi prestasi belajar. Bakat tinggi menyebabkan prestasi tinggi, sedangkan prestasi yang rendah dicari sebabnya pada bakat yang rendah. Pendirian serupa ini memebebaskan guru dari segala tanggung jawab atas prestasi yang rendah oleh sebab bakat itu di bawa lahir dan diturunkan dari nenek moyang yang tak dapat di ubah oleh guru.
John Carrol mengemukakan pendirian yang radikal. Ia mengakui adanya perbedaan bakat, akan tetapi ia memandang bakat sebagai perbedaan waktu yang di perlukan untuk menguasai sesuatu.
2. Mutu pengajaran
Guru mencoba menyesuaikan pengajarannya dengan anak rata-rata yaitu kepada anak yang sedang. Ia tahu bahwa ia terpaksa menghambat kemajuan anak-anak yang cepat serta mengabaikan anak-anak yang lambat yang kian lama kian jauh ketinggalan.
Pada dasarnya anak-anak tidak belajar secara kelompok, akan tetapi secara individual. Menurut cara-caranya masing-masing meskipun ia berada dalam kelompok. Caranya belajar lain dari orang lain untuk menguasai bagan tertentu.
3. Kesanggupan untuk memahami pengajaran
Kemampuan murid untuk menguasai suatu bidang studi banyak bergantung pada kemampuannya untuk memahami ucapan guru.
Untuk memperluas komunikasi dapat di jalankan berbagai usaha, antara lain:
- Belajar kelompok, belajar bersama, atau saling membantu dalam pelajaran
- Bantuan totur, yaitu orang yang dapat membantu murid secra individual.
- Buku pelajaran, tak semua sama baiknya, hendaknya ada beberapa buku yang berlainan tentang bidang studi yang sama.
- Buku kerja, di samping buku pelajaran ada buku kerja untuk membantu murid menangkap dan mengolah buah pikiran pokk dari buku pelajaran.
- Pelajaran berprogram ini juga bantuan agar murid menguasai bahan pelajaran dari langkah-langkah pendek, tanpa bantuan guru.
- Alat audio visual dapat membantu anak-anak belajar dengan menyajikannya dalam bentuk konkrit.
4. Ketekunan
Ketekunan itu sendiri tak begitu perlu kita pupuk dengan sengaja. Yang perlu ialah memberi tugas yang dapat di kerjakannya dengan baik, sehingga ia mengalami rasa sukses.
5. Waktu yang tersedia untuk belajar
Makin banyak waktu yang digunakan untuk belajar, misalnya untk membuat pekerjaan rumah, makin tinggi angka murid itu.
Usaha mencapai penguasaan penuh
Bermacam-macam usaha yang dapat di jalankan yang pada pokoknya berkisar pada usaha untuk memberi bantuan individual menurut kebutuhan dan perbedaan masing-masing. Cara yang peling efektif ialah adanya tutor untuk setiap anak yang dapat memberi bantuan menurut kebutuhan anak.
Cara lain ialah menghapuskan batas-batas kelas seperti di lakukan pada apa yang di sebut “Non-Greaded Scholl”, yaitu sekolah tanpa tingkat kelas. Sistem Dalton oleh Miss Helen Parkhurst juga mempunyai kebebasan belajar sesuai dengan kecepatan tiap murid secara individual.
Prasyarat-prasyarat
Salah satu persayarat untuk penguasaan penuh atau tuntas ialah merumuskan secara khusus bahan yang harus di kuasai. Persayarat kedua ialah bahwea tujuan itu harus dituangkan dalam suatu alat eveluasi yang bersifat sumatif agar dapat di ketahui tingkat keberhasilan murid.
Motivasi instrinsik yaitu mendorong murid untuk mencapai standard penguasaan yang telah ditetapkan, yang diharapkan agar di capai oleh semua murid atau setidak-tidaknya oleh sebagian besar murid.
Prosedur tambahan
1. Text formatif mempercepat anak balajar dan membersihkan motivasi untuk bekerja dengan sungguh-sungguh dalm waktu secukupnya.
2. Test formatif diberikan untuk menjamin bahwa semua anak menguasai sepenuhnya syarat-syarat atau bahan yang diperlukan untuk memahami bahan yang baru.
3. Test formatif juga berguna untuk mereka yang telah memiliki bahan apersepsi yang di perlukan untuk memberi rasa kepastian atas penguasaannya.
4. Bagi murid yang kurang menguasai bahan pelajaran test formatif merupakan alat untuk mengungkapkan di mana sebelumnya letak kesulitannya.
5. Test formatif sebaiknya jangan di sertai angka.
6. Test formatif juga memberikan umpan baik kepada guru, agar ia mengetahui di mana terdapat kelemahan-kelemahan dalam metodenya mengajar sehingga ia dapat memperbaikinya atau mencari metode lain.
Hasilnya
Hasil yang dicapai dalam bidang kognitif ialah bahwa jumlah murid yang mendapat angka tertinggi atas dasar penguasaanyya yang tuntas mengenai bahan pelajaran tertentu. Selain itu ada lagi keuntungan yang dicapai dalam bidang efektif sukses atas pelaksanaan tugas memberi rasa percaya atas diri sendiri dan atas kemampuan diri sendiri.
Lebih lengkap silahkan download :
Makalah Pendidikan Proses balajar mengajar menurut Jekome S. Brun
Makalah Pendidikan
Proses balajar mengajar menurut Jekome S. Brun
Pendahuluan
Sebagai hasil konperensi itu lahirlah berbagai pelajaran yang sangat terkenal, yakni yang dihasilkan oleh PSSE (Physical Science Study Committe), S. M. S. B (School Mathematics Study Group) B. S. C. S (Biologi Science Curriculum Study) dan lain-lain.
Dengan tidak mengurangi pendidikan anak sebagai keseluruhan moral sosial, maupun emosional, konprensi ini mengutamakan aspek intelektual.
Ada empat pokok utama yang di bahas dalam konperensi,yakni:
1. Peranan “struktur” dalam cara dan untuk mengutamakannya dalam belajar struktur itu sendiri dari konsep-konsep pokok. Bila struktur itu dikuasai, maka hal-hal lain yang berhubungan dengan itu dapat dipahami maknanya.
2. Kesiapan untuk mempelajari sesuatu.
Kesiapan ini ternyata jauh lebih cepat dari pada di duga yang sebelumnya. Bahkan dianggap bahwa dasar-dasar suatu mata pelajaran dapat diajarkan kepada setiap anak pada setiap usia dalam suatu bentuk tertentu. Pada taraf permulaan pelajaran di berikan pada tingkat yang sederhana yang secara berangsur-angsur dapat ditingkatkan kepada yang lebih baik.
3. Hakekat instuisi dalam proses belajar
Instuisi adalah kemampuan mental untuk menentukan hipotesis pemecahan masalah tanpa melalui langkah-langkah analisis. Instuisi memegang peranan penting dalam berpikir produktif, bukan hanya dalam disiplin akademis, melainkan juga dalam menghadapi masalah-masalah kehidupan sehari-hari.
4. Dorongan atau motivasi belajar dan cara untuk membangkitkannya
Minat serupa ini jauh lebih baik dari pada dorongan yang timbul karena tinjauan tujuan yang ekstrinsik seperti mencapai angka yang baik, saingan dengan murid lain, dan sebagainya. Namun ada dua pendapat, yang manakah yang harus diutamakan, guru atau alat pelajaran. Bila guru diberi peranan utama jadi guru sebagai orang yang menentukan cara belajar, alat yang digunakan, maka guru perlu mendapat pendidikan yang mendalam tentang bahan ang diajarkannya serta metode belajar.
Pentingnya Struktur
Tujuan belajar yang utama ialah bahwa apa yang dipelajari itu kemudian berguna dimasa mendatang, yakni membantu kita untuk dapat belajar terus dengan cara yang lebih mudah. Hal ini di kenal sebagai transfer belajar. Transfer yang lain ialah yang tidak spesifik, yakni transet prinsip-prinsip dan sikap umum atau konsep umum yang merupakan dasar untuk mengenal masalah-masalah lain sebagai adalah khusus dalam rangka prinsip umum yang telah dikuasai.
Kesiapan untuk belajar
Pendirian yang terkenal yang dikemukakan oleh J. Broner ialah bahwa setiap mata pelajaran dapat diajarkan dengan efektif dalam bentuk yang jujur secara intelektual kepada anak yatim setiap tingkat perkembangannya.
Perkemabangan intelektual anak
Menurut
penelitian J. Piaget, perkembangan intelektual anak dapat dibagi dalam tiga taraf:
1. Fase pra-Operasional, sampai usia 5-6 tahun, maka para sekolah, jadi tidak berkenaan dengan anak sekolah. Pada taraf inilah belum dapat mengadakan perbedaan yang tegas antara perasaan dan motif pribadinya dengan realitas dunia luar.
2. Fase oprasi konkrit, dengan oprasi dimaksud usaha untuk memperoleh data tentang dunia realitas dan mengubahnya dalam pikiran kita sedemikian rupa sehingga dapat disusun atau di organisasi dan digunakan secara selectif dalam pemecahan-pemecahan masalah.
3. Fase oprasi formal, pada taraf ini anak itu telah sanggup beroprasi berdasarkan kemungkinan hipotesis dan tidak lagi dibatasi oleh apa yang berlangsung dihadapinya atau apa yang telah dialaminya sebelumnya.
Implikasi bagi pengajaran
Yang penting sekali untuk dipertimbangkan dalam pengajaran konsep-konsep pokok ialah membantu anak itu secara berangsur-angsur dari berpikir konkrit kearah berpikir secara konsepsional. Dengan metode yang sesuai dengan perkembangan intelektual anak, kepadanya dapat diajarkan konsep-konsep seperti “Set Theory” atau teori set falam matematika. “fungsi” prinsip bahwa keseluruhan.
Proses belajar
Menurut Bruner, dalam proses belajar dapat di bedakan tiga fase atau episode, yakni (1) Informasi, (2) transportasi, (3) evaluasi.
Informasi dalam tiap pelajaran kita peroleh sejumlah informasi, ada yang menambah pengetahuan yang telah kita miliki, ada yang memperluas dan memperdayakannya ada pula informasi yang bertentangan dengan apa yang telah kita ketahui sebelumnya. Transformasi, informasi itu harus dianalisis, di ubah atau di transformasi ke dalam bentuk yang lebih abstrak atau konseptual agar nilai hingga manakah pengetahuan yang kita peroleh dan transformasi itu dapat di manfaatkan untuk memahami gejala-gejala lain.
Kurikulum “Spiral”
Kurikulum dapat di pusatkan pada masalah-masalah penting, pada prinsip-prinsip, dan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat, yang harus dimiliki oleh setiap warga negara. Ide-ide pokok, prinsip-prinsip dasar dapat di berikan pada usia muda yang dapat di kembangkan dan diperdalam pada tingkat usia yang lebih tinggi. Kurikulum yang membicarakan pokok-pokok yang sama pada tingkat yang lebih tinggi dengan cara yang lebih matang dan abstrak, disebut kurikulum “Spiral” sesuai dengan taraf dan perkembangan akhlak.
Berfikir intuitif dan berfikir analitis
Di samping bahwa seorang berfikir intuitif, bila ia dengan cepat dapat mengemukakan tekanan-tekanan yang baik dan tepat. Menurut kamus Websterm instuisi berarti pemahaman yang segera. Benar tidaknya instuisi itu masih terus di selidiki dengan cara analisis
Pentingnya Struktur
- Apakah tidak mungkin berfikir intuitif atas pengaruh guru?
- Faktor guru. Apakah murid-murid akan turut berfikir intuitif, bila gurunya melakukan demikian?
- Penguasaan bahan. Orang yang menguasai bidang ilmu tertentu akan lebih sering berfikir intuitif bila di bandingkannya dengan orang yang tidak menguasainya.
- Struktur penguasaan. Memahami seluk-beluk atau struktur suatu bidang ilmu memberi kemungkinan yang lebih besar untuk berfikir intuitif.
- Prosedur heuristik, yaitu menemukan jawaban dengan cara yang tidak ketat.
- Menerka. Haruslah murid-murid dianjurkan untuk menerka? Memang ada situasi di mana tekanan tidak sesuai.
Kepercayaan akan diri sendiri
Suasana kultural tidak selalu mendukung aspek-aspek intelektual. Dalam masyarakat yang pragmatis, yang lebih mementingkan hasil-hasil teknologi studi akademis teoritis kurang mendapat penghargaan dan tidak memberi motivasi untuk mempelajarinya.
Alat-alat mengajar
Jermos Bruner membagi alat instruktional dalam 4 macam menurut fungsinya:
1. Alat untuk menyampaikan pengalaman “Vicarous”, yaitu menyajikan bahan-bahan kepada murid-murid yang sedianya tidak dapat mereka peroleh dengan pengalaman langsung yang lazim di sekolah.
2. Alat model yang dapat memberikan pengertian tentang struktur atau prinsip suatu gejala.
3. Alat dramatisasi, yakni yang mendramatisasikan sejarah suatu peristiwa atau tokoh, film tentang alam yang memperlihatkan perjuangan untuk hidup.
4. Alat autematisasi, seperti “Teaching machine” atau pelajaran berpromaguma, yang menyajikan suatu masalah dalam urutan yang teratur dan memberi balikan atau feed back tentang responds murid.
Namun alat pendidikan yang paling utama ialah guru itu sendiri. Apakah peranan guru itu?
1. Mengkomunikasikan pengetahuan. Guru harus memiliki pengetahuan yang mendalam tentang bahan yang diajarkannya.
2. Guru sebagai model. Jika guru sendiri tidak melihat keindahan dan manfaat pelajaran yang diajarkannya, jangan diharapkannya bahwa anak-anak akan menunjukkan antusiasme untuk mata pelajaran itu.
3. Selain itu juga guru menjadi model sebagai pribadi apakah ia berdisiplin, cermat berfikir, mencintai mata pelajarannya atau yang mematikan idealisme dan picik dalam pandangannya.
II. RESOUCE-BASED LEARNING
Dengan “Resource-Based Learning” dimaksud segala bentuk belajar yang langsung menghadapkan murid dengan suatu sejumlah sumber belajar secara individual atau kelompok dengan segala kegiatan belajar yang berkatian dengan itu, jadi bukan dengan cara yang konvensional di mana guru menyampaikan bahan pelajaran kepada murid.
Latar belakang
1. Perubahan dalam sifat dan pola ilmu pengetahuan manusia
2. Perubahan dalam masyarakat dan tafsiran kita tentang tuntutannya.
3. Perubahan tentang pengertian kita tentang anak dan caranya belajar
4. Perubahan dalam media komunikasi
Guru dan ahli perpustakaan harus saling mengenal keahlian dan kemampuan masing-masing. Di samping itu diperlukan pula “media specialis”, yakni ahi dalam bidang media, karena sumber tidak hanya terbatas pada buku-buku saja.
Perubahan dalam pengetahuan manusia
Pengetahuan manusia akhir-akhir ini berkembang dengan cepat sekali sehingga dijuluki pengetahuan eksplosi pengetahuan. Tugas guru yang utama bukan lagi menyampaikan pengetahuan, melainkan memupuk pengertian, membimbing mereka untuk belajar sendiri. Kemampuan untuk menemukan sendiri dan belajar sendiri dianggap dapat di pelajari.
Pemahaman baru tentang belajar
Salah satu usaha untuk mempertimbangkan perbedaan indovidual itu adalah pengajaran berdasarkan sumber-sumber atau “Resuorce-Based Learning”. Cara belajar serupa ini memberi kebebabasan kepada anak untuk belajar sesuai dengan minat dan kebutuhannya.
Perubahan dalam media komunikasi
Perkembangan media komunikasi mengalami kemajuan yang sangat pesat akhir-akhir ini. Para pendidik segera melihat manfaat kemajuan dalam media komunikasi itu bagi pendidikan. Namun ada yang optimis yang meramalkan bahwa dalam waktu dekat semua aspek kurikulum akan dikomputerkan. Teknologi pendidikan adalah pendekatan yang sistematis terhadap tujuan pendidikan dan latihan, yakni sistematis dalam perumusan tujuan, analisis dan sentesisi yang tajam tentang proses belajar-mengajar, serta evaluasi yang empiris.
Teknologi pendidikan adalah pendekatan “Problem solving” tentang pendidikan. Dapat dirasakan kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam menjalankan Resource-Based Learning atau belajar dengan menghadap anak-anak langsung dengan berbagai sumber, seperti buku dalam perpustakaan, alat audio visual, dan sumber lainnya. Kesulitan juga akan dihadapi dalam pengadministrasinya.
Ciri-ciri belajar berdasarkan sumber
Yang diutamakan dalam BBS ini bukanlah bahan pelajaran yang harus di kuasai, melainkan penguasaan keterampilan tentang cara belajar. BBS lebih fleksibel dalam penggunaan waktu dan ruang belajar. BBS berusaha mengembangkan kepercayaan akan diri-sendiri dalam hal belajar yang memungkinkannya untuk melanjutkan belajar sepanjang hidupnya.
Pelaksanaannya
“Resource-Based Learning” adalah cara belajar yang bermacam-macam bentuk dan segi-seginya. Metode ini dapat pula di dasarkan atas penelitian, pengajaran proyek, pengajaran unit yang terintegrasi, pendidikan interdisipliner, pengajaran individul dan pengajaran aktif.
III. Belajar Tuntas (Mastery learning)
Murid pandai dan murid bodoh
Tiap guru yang menghadapi kelas baru, lebih dahulu sudah menerima, berdasarkan pengalamannya bahwa murid-murid dalam kelas itu tidak sesama pandainya. Seperempat atau sepertiga akan termasuk golongan anak pandai, seperti setengah termasuk anak sedang, dan seperempat sampai sepertiga termasuk golongan anak yang bodoh.
Fungsiendidikan adalah membimbing anak ke arah suatu tujuan yang kita nilai tinggi. Pendidikan yang baik adalah usaha yang berhasil membawa semua anak-anak kepada tujuan itu. Apa yang diajarkan hendaknya dipahami sepenuhnya oleh semua anak.
Tujuan guru mengajar adalah agar bahan yang disampaikannya dikuasai sepenuhnya oleh semua murid, bukan hanya oleh beberapa orang saja yang di berikan angka tertinggi. Pemahaman harus penuh, bukan tiga perempat, setengah atau seperempat saja.
Hasil belajar menurut kurva normal sesungguhnya menunjukkan suatu kegagalan, karena sebagian besar anak-anak tidak mengerti betul apa yang diajarkan. Guru yang baik harus meningalkan dan menanggalkan kurva normal sebagi ukuran keberhasilan proses mengajar-belajar.
Belajar tuntas
Tujuan proses mengajar-belajar tuntas secara ideal agar bahan yang dipelajari di kuasi sepenuhnya oleh murid. Ini disebut “mastery lerning” atau belajar tuntas artinya penguasaan penuh.
Ide-ide tentang mastery laerning atau belajar tuntas telah di kemukakan oleh tokoh-tokoh seperti H. C. Morrison (1926), B. F. Skinner (1954), J. L Good lad dan R. H. Anderson (1959), Jhon Carrol (1963), Jermoe Bruner (1966), P. Suppes (1966) dan R. Giaster (1968).
Di Indonesia ide mastery lerning atau belajar tuntas dipopulerkan oleh BP3K (Badan Pengembangan dan Penelitian Pendidikan dan Kebudayaan) yang dikaitkan dengan pembaharuan kurikulum (kurikulum 1975 PPSP atau proses perintis sekolah pembangun dan pengajaran modulnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penguasaan penuh
1. Bakat untuk mempelajari sesuatu
Bakat, misalnya intelegensi, mempengaruhi prestasi belajar. Bakat tinggi menyebabkan prestasi tinggi, sedangkan prestasi yang rendah dicari sebabnya pada bakat yang rendah. Pendirian serupa ini memebebaskan guru dari segala tanggung jawab atas prestasi yang rendah oleh sebab bakat itu di bawa lahir dan diturunkan dari nenek moyang yang tak dapat di ubah oleh guru.
John Carrol mengemukakan pendirian yang radikal. Ia mengakui adanya perbedaan bakat, akan tetapi ia memandang bakat sebagai perbedaan waktu yang di perlukan untuk menguasai sesuatu.
2. Mutu pengajaran
Guru mencoba menyesuaikan pengajarannya dengan anak rata-rata yaitu kepada anak yang sedang. Ia tahu bahwa ia terpaksa menghambat kemajuan anak-anak yang cepat serta mengabaikan anak-anak yang lambat yang kian lama kian jauh ketinggalan.
Pada dasarnya anak-anak tidak belajar secara kelompok, akan tetapi secara individual. Menurut cara-caranya masing-masing meskipun ia berada dalam kelompok. Caranya belajar lain dari orang lain untuk menguasai bagan tertentu.
3. Kesanggupan untuk memahami pengajaran
Kemampuan murid untuk menguasai suatu bidang studi banyak bergantung pada kemampuannya untuk memahami ucapan guru.
Untuk memperluas komunikasi dapat di jalankan berbagai usaha, antara lain:
- Belajar kelompok, belajar bersama, atau saling membantu dalam pelajaran
- Bantuan totur, yaitu orang yang dapat membantu murid secra individual.
- Buku pelajaran, tak semua sama baiknya, hendaknya ada beberapa buku yang berlainan tentang bidang studi yang sama.
- Buku kerja, di samping buku pelajaran ada buku kerja untuk membantu murid menangkap dan mengolah buah pikiran pokk dari buku pelajaran.
- Pelajaran berprogram ini juga bantuan agar murid menguasai bahan pelajaran dari langkah-langkah pendek, tanpa bantuan guru.
- Alat audio visual dapat membantu anak-anak belajar dengan menyajikannya dalam bentuk konkrit.
4. Ketekunan
Ketekunan itu sendiri tak begitu perlu kita pupuk dengan sengaja. Yang perlu ialah memberi tugas yang dapat di kerjakannya dengan baik, sehingga ia mengalami rasa sukses.
5. Waktu yang tersedia untuk belajar
Makin banyak waktu yang digunakan untuk belajar, misalnya untk membuat pekerjaan rumah, makin tinggi angka murid itu.
Usaha mencapai penguasaan penuh
Bermacam-macam usaha yang dapat di jalankan yang pada pokoknya berkisar pada usaha untuk memberi bantuan individual menurut kebutuhan dan perbedaan masing-masing. Cara yang peling efektif ialah adanya tutor untuk setiap anak yang dapat memberi bantuan menurut kebutuhan anak.
Cara lain ialah menghapuskan batas-batas kelas seperti di lakukan pada apa yang di sebut “Non-Greaded Scholl”, yaitu sekolah tanpa tingkat kelas. Sistem Dalton oleh Miss Helen Parkhurst juga mempunyai kebebasan belajar sesuai dengan kecepatan tiap murid secara individual.
Prasyarat-prasyarat
Salah satu persayarat untuk penguasaan penuh atau tuntas ialah merumuskan secara khusus bahan yang harus di kuasai. Persayarat kedua ialah bahwea tujuan itu harus dituangkan dalam suatu alat eveluasi yang bersifat sumatif agar dapat di ketahui tingkat keberhasilan murid.
Motivasi instrinsik yaitu mendorong murid untuk mencapai standard penguasaan yang telah ditetapkan, yang diharapkan agar di capai oleh semua murid atau setidak-tidaknya oleh sebagian besar murid.
Prosedur tambahan
1. Text formatif mempercepat anak balajar dan membersihkan motivasi untuk bekerja dengan sungguh-sungguh dalm waktu secukupnya.
2. Test formatif diberikan untuk menjamin bahwa semua anak menguasai sepenuhnya syarat-syarat atau bahan yang diperlukan untuk memahami bahan yang baru.
3. Test formatif juga berguna untuk mereka yang telah memiliki bahan apersepsi yang di perlukan untuk memberi rasa kepastian atas penguasaannya.
4. Bagi murid yang kurang menguasai bahan pelajaran test formatif merupakan alat untuk mengungkapkan di mana sebelumnya letak kesulitannya.
5. Test formatif sebaiknya jangan di sertai angka.
6. Test formatif juga memberikan umpan baik kepada guru, agar ia mengetahui di mana terdapat kelemahan-kelemahan dalam metodenya mengajar sehingga ia dapat memperbaikinya atau mencari metode lain.
Hasilnya
Hasil yang dicapai dalam bidang kognitif ialah bahwa jumlah murid yang mendapat angka tertinggi atas dasar penguasaanyya yang tuntas mengenai bahan pelajaran tertentu. Selain itu ada lagi keuntungan yang dicapai dalam bidang efektif sukses atas pelaksanaan tugas memberi rasa percaya atas diri sendiri dan atas kemampuan diri sendiri.
Lebih lengkap silahkan download :
Makalah Pendidikan Proses balajar mengajar menurut Jekome S. Brun
Makalah Pendidikan
Labels:
Makalah
Thanks for reading Makalah Pendidikan. Please share...!
0 Komentar untuk "Makalah Pendidikan"
Yang sudah mampir wajib tinggalkan komentar