PENDAHULUAN
Berdasarkan pada apa yang menjadi fokus pengajaran, sekurang-kurangnya dikenal tiga pola kurikulum, yaitu:
1. Subject centred design, suatu desain kurikulum yang berpusat pada bahan ajar.
2. Learner centred design, suatu desain kurikulum yang mengutamakan peranan siswa.
3. Problem centred design, desain kurikulum yang berpusat pada masalah-masalah yang dihadapi dalam masyarakat.
PEMBAHASAN
A. Subject Centred Design
Subject centred design curiculum merupakan bentuk desain yang paling populer, paling tua dan paling banyak digunakan. Dalam Subject centred design, kurikulum tersusun atas sejumlah mata-mata pelajaran, dan mata-mata pelajaran tersebut diajarkan secara terpisah-pisah. Karena terpisah-terpisahnya itu maka kurikulum ini disebut juga separated subject curikulum.
Subject centred design berkembang dari konsep pendidikan klasik yang menekankan pengetahuan, nilai-nilai budaya masa lalu, dan berupaya untuk mewariskannya kepada generasi berikutnya.
Model desain kurikulum ini mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan. Beberapa kelebihan dari model desain kurikulum ini adalah:
1. Mudah disusun, dilaksanakan, dievaluai, dan disempurnakan.
2. Para pengajarnya tidak perlu dipersiapkan secara khusus, asal menguasai ilmu atau bahan yang akan diajarkan sering dipandang sudah dapat menyampaikannya.
Beberapa kritik yang merupakan kekurangan model desain ini, adalah:
1. Karena pengetahuan diberikan secara terpisah-pisah, hal ini bertentangan dengan kenyataan sebab dalam kenyataan pengetahuan itu merupakan satu kesatuan.
2. Karena mengutamakan bahan ajar maka peran peserta didik sangat pasif.
3. Pengajaran lebih menekankan pengetahuan dan kehidupan masa lalu, dengan demikian pengajaran lebih bersifat verbalistik.
Atas dasar tersebut, para pengkritik menyarankan perbaikan kearah yang lebih terintegrasi, praktis dan bermakna serta memberikan peran yang lebih aktif kepada siswa.
a. The Subject Design
The Subject Design curricullum merupakan bentuk desain yang paling murni dari Subject centred design materi pelajaran disajikan secara terpisah-pisah dalam bentuk mata-mata pelajaran. Model desain ini telah ada sejak lama orang-orang Yunani dan kemudian Romawi mengembangkan Trivium dan Quadrivium. Trivium meliputi gramatika, logika dan retorika sedangkan Quadrivium, matematika, geometri, astronomi, dan musik. Pada saat itu pendidikan tidak diarahkan untuk mencari nafkah, tetapi pada pembentukan anak-anak golongan bangsawan yang tidak usah bekerja mencari nafkah.
Pada abad 19 pendidikan tidak lagi diarahkan pada pendidikan umum (liberal art) tetapi pada pendidikan yang lebih bersifat praktis, berkenaan dengan mata pencaharian (pendidikan vokasional). Pada saat itu mulai berkembang mata-mata pelajaran praktis seperti pertanian, ekonomi, tata buku kesejahteraan keluarga dan lain-lain. Isi pelajaran diambil dari pengetahuan, dan nilai-nilai yang telah menguasai semua pengetahuan yang diberikan, apakah mereka menyenangi atau tidak, membutuhkannya atau tidak. Karena pelajaran-pelajaran diberikan secara terpisah-pisah.
b. The Disciplines Design
Bentuk ini merupakan pengembangan dari subject design, keduanya masih menekankan pada isi atau materi kurikulum walaupun bertolak dari hal yang sama tetapi keduanya terdapat perbedaan. Pada subject design belum ada kriteria yang tegas tentang apa yang disebut subject (ilmu) belum ada perbedaan antara matematika, psikologi dengan tehnik atau cara mengemudi, pada disciplines design kriteria tersebut telah tegas, yang membedakan apakah suatu pengetahuan itu ilmu atau subject dan bukan, adalah batang tubuh keilmuannya. Batang tubuh keilmuan menentukan apakah suatu bahan pelajaran disiplin ilmu atau bukan.
c. The Broad Fields Design
Dalam model ini mereka menyatukan beberapa mata pelajaran yang berdekatan atau berhubungan menjadi satu bidang studi seperti sejarah, geografi, dan ekonomi digabung menjadi Ilmu Pengetahuan Sosial. Aljabar, ilmu hitung, ilmu ukur dan berhitung menjadi matematika.
Tujuan The Broad Fields Design adalah menyiapkan para siswa yang dewasa ini hidup dalam dunia informasi yang sifatnya spedialist, dengan pemahaman yang bersifat menyeluruh. Bentuk kurikulum ini banyak digunakan di Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama, di Sekolah Menengah Atas penggunaannya agak terbatas apalagi diperguruan tinggi terbatas sekali.
B. Learner Centred Design
Learner centred design, memberikan tempat utama kepada peserta didik. Didalam pendidikan atau pengajaran yang belajar dan berkembang adalah peserta didik sendiri. Guru atau pendidik hanya berperan mencipta situasi belajar-mengajar, mendorong dan memberikan bimbingan sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Peserta didik bukan lah tiada daya, dia adalah suatu organisme yang punya potensi untuk berbuat, berperilaku, belajar dan berkembang sendiri. Learner centred design berkembang dari konsep Rousseau tenang pendidikan alam, menekankan perkembangan peserta didik. Pengorganisasian kurikulum berdasarkan atas minat, kebutuhan dan tujuan peserta didik, dua ciri utama yang membedakan desain model Learner centred design dengan subject centred design.
1. Learner centred design mengembangkan kurikulum yang bertolak dari peserta didik dan bukan dari isi.
2. Learner centred design bersifat not-prepllaned (kurikulum tidak diorganisasikan sebelumnya) tetapi dikembangkan bersama antara guru dengan siswa dalam penyelesaian tugas-tugas pendidikan. Organisasi kurikulum didasarkan atas masalah-masalah atau topik-topik yang menarik perhatian dan dibutuhkan peserta didik dan sekuensinya disesuaikan dengan tingkat perkembangan mereka.
Adapun variasi dari model ini: The Activity atau Experience Design.
Beberapa ciri utama The Activity atau Experience Design pertama, struktur kurikulum ditentukan oleh kebutuhan dan minat peserta didik. Dalam mengimplementasi ciri guru hendaknya.
1) Menentukan minat dan kebutuhan peserta didik
2) Membantu para siswa memilih mana yang paling urgen dan penting.
Hal ini cukup sulit, karena harus dibedakan mana minat dan kebutuhan menguasai benar perkembangan dan karakteristik peserta didik.
Kedua, karena struktur kurikulum didasarkan atas minat dan kebutuhan peserta didik, maka kurikulum dapat disusun jadi sebelumnya, tepat disusun bersama oleh guru dengan para siswa.
Ketiga, desain kurikulum tersebut menekankan prosedur pemecahan masalah di dalam proses menemukan minatnya peserta didik menghadapi hambatan-hambatan atau kesulitan-kesulitan tertentu yang harus diatasi. Kesulitan-kesulitan tersebut menunjukkan problema nyata yang dihadapi peserta didik.
C. Problem Centred Design
Problem centred design berpangkal pada filsafat yang mengutamakan peranan manusia (man centred). Berbeda dengan learner centred yang mengutamakan manusia atau peserta didik secara individual, Problem centred design menekankan manusia dalam kesatuan kelompok yaitu kesejahteraan masyarakat.
Konsep pengembangan model kurikulum ini berangkat dari asumsi bahwa manusia sebagai makhluk sosial selalu hidup bersama-sama. Dalam kehidupan bersama ini manusia menghadapi masalah-masalah bersama yang harus dipecahkan bersama pula. Mereka berinteraksi, berkooperasi dalam memecahkan masalah sosial yang mereka hadapi untuk meningkatkan kehidupan mereka
Konsep-konsep ini menjadi landasan pula dalam pendidikan dan pengembangan kurikulum. Berbeda dengan Learner centred, kurikulum mereka disusun sebelumnya (preplenned). Isi kurikulum berupa masalah-masalah sosial yang dihadapi peserta didik sekarang dan yang akan datang. Sekuensi bahan disusun berdasarkan kebutuhan, kepentingan dan kemampuan peserta didik. Problem centred design menekankan pada isi maupun perkembangan peserta didik.
Adapun variasi dari model ini desain kurikulum ini, yaitu:
a) The Areas of Living Design
Pada model desain ini lebih menekankan pada pemecahan masalah. Dalam prosedur belajar ini tujuan yang bersifat proses dan yang bersifat isi di integrasikan. Ciri lain dari model ini adalah menggunakan pengalaman situasi nyata dari peserta didik peserta didik sebagai pembuka jalan dalam mempelajari bidang-bidang kehidupan.
b) The Core Design
Dalam kurikulum ini pengintegrasi bahan ajar memilih mata pelajaran/bahan ajar tertentu sebagai inti (core) pelajaran lainnya dikembangkan disekitar core tersebut, karena pengaruh pendidikan progresif. Berkembang teori tentang core design yang didasarkan atas pandangan progresif. Menurut konsep ini inti-inti bahan ajar dipusatkan pada kebutuhan individu dan sosial.
Refferensi:
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, Remaja Rosdakarya: Bandung: 1997
Berdasarkan pada apa yang menjadi fokus pengajaran, sekurang-kurangnya dikenal tiga pola kurikulum, yaitu:
1. Subject centred design, suatu desain kurikulum yang berpusat pada bahan ajar.
2. Learner centred design, suatu desain kurikulum yang mengutamakan peranan siswa.
3. Problem centred design, desain kurikulum yang berpusat pada masalah-masalah yang dihadapi dalam masyarakat.
PEMBAHASAN
A. Subject Centred Design
Subject centred design curiculum merupakan bentuk desain yang paling populer, paling tua dan paling banyak digunakan. Dalam Subject centred design, kurikulum tersusun atas sejumlah mata-mata pelajaran, dan mata-mata pelajaran tersebut diajarkan secara terpisah-pisah. Karena terpisah-terpisahnya itu maka kurikulum ini disebut juga separated subject curikulum.
Subject centred design berkembang dari konsep pendidikan klasik yang menekankan pengetahuan, nilai-nilai budaya masa lalu, dan berupaya untuk mewariskannya kepada generasi berikutnya.
Model desain kurikulum ini mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan. Beberapa kelebihan dari model desain kurikulum ini adalah:
1. Mudah disusun, dilaksanakan, dievaluai, dan disempurnakan.
2. Para pengajarnya tidak perlu dipersiapkan secara khusus, asal menguasai ilmu atau bahan yang akan diajarkan sering dipandang sudah dapat menyampaikannya.
Beberapa kritik yang merupakan kekurangan model desain ini, adalah:
1. Karena pengetahuan diberikan secara terpisah-pisah, hal ini bertentangan dengan kenyataan sebab dalam kenyataan pengetahuan itu merupakan satu kesatuan.
2. Karena mengutamakan bahan ajar maka peran peserta didik sangat pasif.
3. Pengajaran lebih menekankan pengetahuan dan kehidupan masa lalu, dengan demikian pengajaran lebih bersifat verbalistik.
Atas dasar tersebut, para pengkritik menyarankan perbaikan kearah yang lebih terintegrasi, praktis dan bermakna serta memberikan peran yang lebih aktif kepada siswa.
a. The Subject Design
The Subject Design curricullum merupakan bentuk desain yang paling murni dari Subject centred design materi pelajaran disajikan secara terpisah-pisah dalam bentuk mata-mata pelajaran. Model desain ini telah ada sejak lama orang-orang Yunani dan kemudian Romawi mengembangkan Trivium dan Quadrivium. Trivium meliputi gramatika, logika dan retorika sedangkan Quadrivium, matematika, geometri, astronomi, dan musik. Pada saat itu pendidikan tidak diarahkan untuk mencari nafkah, tetapi pada pembentukan anak-anak golongan bangsawan yang tidak usah bekerja mencari nafkah.
Pada abad 19 pendidikan tidak lagi diarahkan pada pendidikan umum (liberal art) tetapi pada pendidikan yang lebih bersifat praktis, berkenaan dengan mata pencaharian (pendidikan vokasional). Pada saat itu mulai berkembang mata-mata pelajaran praktis seperti pertanian, ekonomi, tata buku kesejahteraan keluarga dan lain-lain. Isi pelajaran diambil dari pengetahuan, dan nilai-nilai yang telah menguasai semua pengetahuan yang diberikan, apakah mereka menyenangi atau tidak, membutuhkannya atau tidak. Karena pelajaran-pelajaran diberikan secara terpisah-pisah.
b. The Disciplines Design
Bentuk ini merupakan pengembangan dari subject design, keduanya masih menekankan pada isi atau materi kurikulum walaupun bertolak dari hal yang sama tetapi keduanya terdapat perbedaan. Pada subject design belum ada kriteria yang tegas tentang apa yang disebut subject (ilmu) belum ada perbedaan antara matematika, psikologi dengan tehnik atau cara mengemudi, pada disciplines design kriteria tersebut telah tegas, yang membedakan apakah suatu pengetahuan itu ilmu atau subject dan bukan, adalah batang tubuh keilmuannya. Batang tubuh keilmuan menentukan apakah suatu bahan pelajaran disiplin ilmu atau bukan.
c. The Broad Fields Design
Dalam model ini mereka menyatukan beberapa mata pelajaran yang berdekatan atau berhubungan menjadi satu bidang studi seperti sejarah, geografi, dan ekonomi digabung menjadi Ilmu Pengetahuan Sosial. Aljabar, ilmu hitung, ilmu ukur dan berhitung menjadi matematika.
Tujuan The Broad Fields Design adalah menyiapkan para siswa yang dewasa ini hidup dalam dunia informasi yang sifatnya spedialist, dengan pemahaman yang bersifat menyeluruh. Bentuk kurikulum ini banyak digunakan di Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama, di Sekolah Menengah Atas penggunaannya agak terbatas apalagi diperguruan tinggi terbatas sekali.
B. Learner Centred Design
Learner centred design, memberikan tempat utama kepada peserta didik. Didalam pendidikan atau pengajaran yang belajar dan berkembang adalah peserta didik sendiri. Guru atau pendidik hanya berperan mencipta situasi belajar-mengajar, mendorong dan memberikan bimbingan sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Peserta didik bukan lah tiada daya, dia adalah suatu organisme yang punya potensi untuk berbuat, berperilaku, belajar dan berkembang sendiri. Learner centred design berkembang dari konsep Rousseau tenang pendidikan alam, menekankan perkembangan peserta didik. Pengorganisasian kurikulum berdasarkan atas minat, kebutuhan dan tujuan peserta didik, dua ciri utama yang membedakan desain model Learner centred design dengan subject centred design.
1. Learner centred design mengembangkan kurikulum yang bertolak dari peserta didik dan bukan dari isi.
2. Learner centred design bersifat not-prepllaned (kurikulum tidak diorganisasikan sebelumnya) tetapi dikembangkan bersama antara guru dengan siswa dalam penyelesaian tugas-tugas pendidikan. Organisasi kurikulum didasarkan atas masalah-masalah atau topik-topik yang menarik perhatian dan dibutuhkan peserta didik dan sekuensinya disesuaikan dengan tingkat perkembangan mereka.
Adapun variasi dari model ini: The Activity atau Experience Design.
Beberapa ciri utama The Activity atau Experience Design pertama, struktur kurikulum ditentukan oleh kebutuhan dan minat peserta didik. Dalam mengimplementasi ciri guru hendaknya.
1) Menentukan minat dan kebutuhan peserta didik
2) Membantu para siswa memilih mana yang paling urgen dan penting.
Hal ini cukup sulit, karena harus dibedakan mana minat dan kebutuhan menguasai benar perkembangan dan karakteristik peserta didik.
Kedua, karena struktur kurikulum didasarkan atas minat dan kebutuhan peserta didik, maka kurikulum dapat disusun jadi sebelumnya, tepat disusun bersama oleh guru dengan para siswa.
Ketiga, desain kurikulum tersebut menekankan prosedur pemecahan masalah di dalam proses menemukan minatnya peserta didik menghadapi hambatan-hambatan atau kesulitan-kesulitan tertentu yang harus diatasi. Kesulitan-kesulitan tersebut menunjukkan problema nyata yang dihadapi peserta didik.
C. Problem Centred Design
Problem centred design berpangkal pada filsafat yang mengutamakan peranan manusia (man centred). Berbeda dengan learner centred yang mengutamakan manusia atau peserta didik secara individual, Problem centred design menekankan manusia dalam kesatuan kelompok yaitu kesejahteraan masyarakat.
Konsep pengembangan model kurikulum ini berangkat dari asumsi bahwa manusia sebagai makhluk sosial selalu hidup bersama-sama. Dalam kehidupan bersama ini manusia menghadapi masalah-masalah bersama yang harus dipecahkan bersama pula. Mereka berinteraksi, berkooperasi dalam memecahkan masalah sosial yang mereka hadapi untuk meningkatkan kehidupan mereka
Konsep-konsep ini menjadi landasan pula dalam pendidikan dan pengembangan kurikulum. Berbeda dengan Learner centred, kurikulum mereka disusun sebelumnya (preplenned). Isi kurikulum berupa masalah-masalah sosial yang dihadapi peserta didik sekarang dan yang akan datang. Sekuensi bahan disusun berdasarkan kebutuhan, kepentingan dan kemampuan peserta didik. Problem centred design menekankan pada isi maupun perkembangan peserta didik.
Adapun variasi dari model ini desain kurikulum ini, yaitu:
a) The Areas of Living Design
Pada model desain ini lebih menekankan pada pemecahan masalah. Dalam prosedur belajar ini tujuan yang bersifat proses dan yang bersifat isi di integrasikan. Ciri lain dari model ini adalah menggunakan pengalaman situasi nyata dari peserta didik peserta didik sebagai pembuka jalan dalam mempelajari bidang-bidang kehidupan.
b) The Core Design
Dalam kurikulum ini pengintegrasi bahan ajar memilih mata pelajaran/bahan ajar tertentu sebagai inti (core) pelajaran lainnya dikembangkan disekitar core tersebut, karena pengaruh pendidikan progresif. Berkembang teori tentang core design yang didasarkan atas pandangan progresif. Menurut konsep ini inti-inti bahan ajar dipusatkan pada kebutuhan individu dan sosial.
Refferensi:
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, Remaja Rosdakarya: Bandung: 1997
Labels:
Makalah
Thanks for reading Pengembangan Kurikulum. Please share...!
0 Komentar untuk "Pengembangan Kurikulum"
Yang sudah mampir wajib tinggalkan komentar